Kolom

Sugeng Ambal Warso, Slamet Nurcahyo!

Tak banyak klub di Indonesia yang memercayakan posisi gelandang pengatur ritme permainan pada pemain lokal. Tengok saja daftar pemain asing di klub kontestan Go-Jek Traveloka (GT) Liga 1 musim ini. Di sana bercokol nama-nama seperti Wiljan Pluim, Flavio Beck Junior, Esteban Vizcarra, Oh In-Kyun, marquee player Jose Coelho, hingga sang raja operan, Matias Cordoba.

Dipilihnya legiun asing di posisi itu bukan tanpa alasan. Sebagai pemain yang dituntut rajin mengalirkan bola ke lini depan, keahlian melindungi bola dari sergapan pemain lawan menjadi syarat utama. Dengan gaya bermain sepak bola di Indonesia yang keras, postur juga menjadi atribut penting saat harus berduel dengan lawan.

Dari keenam nama yang disebutkan di atas, hanya Oh In-Kyun yang berpostung paling ramping, namun ia memiliki ketahanan tubuh (pressing-resistance) yang luar biasa. Jadi, ketika ada sebuah klub yang berani mengisi posisi krusial ini dengan pemain lokal, ia pasti sangat hebat dan salah satunya bernama Slamet Urfan Nurcahyono.

Pemain yang biasa disebut Slamet Nurcahyo dan memiliki sapaan akrab “Cahyo” ini merupakan jenderal lapangan tengah Madura United. Tubuhnya tidak tinggi kekar, ia hanya bertinggi badan 165 sentimeter dan bobot hanya 62 kilogram, namun siapapun yang berhadapan dengannya musim ini hanya bisa terpana.

Bulan Mei lalu ia meraih penghargaan Pemain Terbaik Mei 2017 versi APPI (Asosiasi Pemain Profesional Indonesia). Saat itu ia membuat satu gol dan tiga asis dengan akurasi tembakan 100 persen. Pemain kelahiran Jember ini juga menciptakan lima peluang gol per laga. Jumlah yang sangat tinggi bahkan untuk ukuran pemain asing sekalipun.

Performa impresifnya terus berlanjut di bulan Juni di mana ia menjadi bintang kemenangan 6-0 Madura United atas Semen Padang. Empat asis ia torehkan malam itu yang menambah pundi-pundi asisnya menjadi tujuh plus raihan satu gol ke gawang PS TNI.

Meski belum ada data resmi, saya yakin jumlah empat asis di satu pertandingan ini adalah yang pertama kalinya terjadi di Indonesia dalam pertandingan resmi dan hanya Boaz Solossa yang sanggup memecahkan rekor itu kala Persipura membantai Mitra Kukar juga dengan skor 6-0 di Stadion Mandala. Kala itu, Bochi memborong lima asis sekaligus!

Pelapis Danilo Fernando yang diorbitkan Jacksen F. Tiago

Cahyo mengawali karier profesionalnya di Persebaya Surabaya, di mana saat itu bercokol seorang playmaker handal bernama Danilo Fernando di skuat Bajul Ijo. Kemampuan Danilo tak main-main. Meski bertubuh gempal, ia sangat lihai memainkan bola. Umpannya sangat terukur dan tak jarang gol ajaib lahir dari kakinya.

Memiliki pemain seperti Danilo adalah dambaan setiap pelatih di Indonesia, namun ia juga menjadi penyebab kecemasan para pemain muda karena sangat sulit menggeser posisinya dari tim inti kecuali jika dia cedera atau absen terkena akumulasi kartu kuning.

Akan tetapi, Slamet Nurcahyo nampaknya sudah ditakdirkan menjadi pemain hebat. Tiap kali diberi kepercayaan bermain oleh Jacksen, ia hampir selalu tampil istimewa. Jacksen pun memberi hadiah “jabatan” di tim inti Persebaya pada Liga Indonesia 2005, setelah The Green Force sukses menjadi kampiun tahun 2004.

Namun sangat disayangkan karena faktor non-teknis yang cukup pelik dijelaskan dalam satu artikel, Persebaya mundur dari kompetisi padahal mereka sudah lolos ke babak 8 besar. Jacksen pergi, Cahyo pun ikut pergi. Ia kemudian merapat ke PSS Sleman karena sulit menemukan klub besar yang bersedia menampung gelandang tengah bertubuh mungil seperti dirinya.

Tiga tahun ia membela Elang Jawa, lalu melanjutkan kariernya di Persibo Bojonegoro dan Persiba Bantul. Di klub yang disebut terakhir itu, ayah satu anak ini sukses membawa timnya menjadi yang terbaik di Divisi Utama musim 2010/2011.

Namanya sesaat mencuat ke permukaan, tapi mendadak kembali hilang dari sorotan. Hingga pada 2016 lalu pemain bernomor punggung 10 ini muncul di layar televisi mengenakan seragam Madura United.

Apa yang dilakukan Cahyo di Madura sungguh luar biasa. Tak ada yang menyangka, seorang pemain berkepala tiga yang telah lama “menghilang” tiba-tiba muncul kembali dan bermain sebanyak 27 kali sepanjang musim dengan raihan enam gol dan lima asis. Klub kebanggaan warga Pamekasan ini juga sempat bercokol di pucuk klasemen pada paruh musim.

Tugas berat kini menanti pemain yang sudah memiliki tiga caps di timnas Indonesia ini. Sepeninggal Dane Milovanovic, Gomes de Olivera akan bertumpu pada Cahyo sebagai nyawa lini tengah Madura United. Visi bermain serta sentuhan-sentuhan magisnya akan sangat dibutuhkan untuk menggeser PSM Makassar dari pucuk klasemen dan menjauhkan diri dari kejaran tim-tim di bawahnya.

Akhir kata, apabila Luis Milla memanggil Cahyo untuk kembali mengenakan baju berlambang Garuda di dada, ini akan menjadi kado ulang tahun yang manis untuknya selagi menunggu kelahiran sang buah hati kedua, Oktober nanti.

Baca juga: Menilik Potensi Kembalinya Slamet Nurcahyo ke Tim Nasional

Sugeng ambal warso, masbro!

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.