“Do you know me? Did you ever talk to me personally? Do you know what I’ve been through in my life? You just saw me play football on the pitch. Man, shut up!”
Itulah ucapan Mario Balotelli dalam sebuah video yang pernah ia unggah ke akun Instagram pribadinya. Di video berdurasi 15 detik itu terlihat sangat jelas kekesalan Balotelli terhadap kritik yang terus menerus menerpanya di Liverpool.
Aura frustrasi di video yang telah dihapus tersebut kian terasa setelah membaca caption yang berbunyi: “For those with an easy judge without knowing s*** about others. #idowhatiwant-remember!”
Apa yang dilakukan Balotelli mengundang banyak tanggapan para wargamaya. Banyak yang merasa iba dan memberi dukungan untuknya, namun tak sedikit juga yang membeberkan fakta bahwa Liverpool bukan tempat bermain yang menyenangkan bagi anak-anak pindahan dari Serie A.
Mengapa harus Liverpool? Mengapa tidak mengambil contoh semua klub Inggris secara keseluruhan? Karena dalam kurun waktu sembilan musim terakhir, ada tujuh pemain tenar Serie A yang gagal bersinar di Inggris dan enam di antaranya bermain untuk The Anfield Gank.
Liverpool perlahan tapi pasti menjadi tempat para perantau dari Negeri Pizza untuk meredupkan karier. Dimulai dari kedatangan Andrea Dossena pada musim 2008/2009, ia didatangkan untuk mengisi pos bek kiri The Reds yang belum memiliki penghuni tetap. Liverpool sebenarnya memiliki Fabio Aurelio di posisi itu, namun karena rentan cedera, Rafael Benitez memutuskan untuk memboyong Dossena dari Udinese.
Tak butuh waktu lama bagi Dossena untuk membuktikan inkonsistensinya di Anfield, Ia hanya bertahan selama dua musim dan satu-satunya video yang layak diputar bolak-balik tentang dirinya adalah gol cantik ke gawang Edwin van der Sar saat Liverpool menang 4-1 di Old Trafford tahun 2009 lalu.
Semusim setelah mendaratkan Dossena, Liverpool juga mendatangkan satu bintang lain dari Italia dalam diri Alberto Aquilani. Pemain yang dibeli dari AS Roma itu digadang-gadang sebagai salah satu gelandang terbaik Gli Azzurri.
Liverpool pun tak ragu mengeluarkan dana 20 juta paun untuk memboyong Aquilani ke Anfield dengan harapan dapat menggantikan peran Xabi Alonso yang hengkang ke Real Madrid.
Selain karena banderolnya yang cukup tinggi saat itu, publik Anfield juga dibikin penasaran karena mereka harus menunggu tiga bulan kemudian untuk melihat debut Aquilani karena ia masih menderita cedera yang cukup parah. Ketika momen itu tiba, lagi-lagi kekecewaan yang didapat. Fisiknya terlalu lemah. Ia lalu dipinjamkan ke Juventus di musim selanjutnya.
Lima musim berikutnya, Liverpool seperti belum jera mengimpor pemain dari Serie A. Tiga pemain didatangkan satu per satu mulai dari Christian Poulsen (2010/2011), Alexander Doni (2011/2012), Fabio Borini (2012/2013) dan sang anak bengal, Mario Balotelli (2014/2015). Adakah salah satu dari mereka yang bernasib lebih baik dari Aquilani maupun Dossena?
Poulsen hanya bermain 12 kali untuk Liverpool, padahal ia didatangkan dengan reputasi mentereng: Pemain Terbaik Denmark selama dua tahun beruntun dan pernah menjadi pemain U-21 terbaik di Denmark.
Nasib Borini lebih sial lagi karena ia kalah bersaing dengan Daniel Sturridge untuk menjadi tandem Luis Suárez. Di musim perdananya, Borini hanya mencetak dua gol dari 20 penampilan di semua kompetisi. Sebuah kemandulan yang absolut.
Begitu pula dengan Super Mario. Sejak berita transfernya mengapung saja, keraguan sudah banyak merebak. Namanya kemudian lebih sering muncul sebagai bahan guyonan daripada dipuji sebagai penyerang andalan. Kritik menerpanya tiada henti sampai ia frustrasi dan curhat di Instagram.
Situasi lebih baik justru dialami Doni. Kiper yang didatangkan dari AS Roma ini hanya bermain empat kali ketika Pepe Reina absen karena cedera. Dari empat penampilannya itu ia kebobolan tiga kali. Tapi tunggu dulu, apa yang membuatnya bernasib lebih baik? Ia bahkan tidak bermain lebih banyak dari Poulsen.
Periode Doni di Liverpool jelas lebih baik dari ketiga nama sebelumnya karena keberadaannya seperti ada dan tiada bagi para pendukung The Reds. Tidak ada yang peduli dengan Doni, bahkan namanya mungkin tidak banyak diingat oleh mereka. Kondisi jantung yang kurang sehat kabarnya menjadi penyebab utama Doni jarang tampil di lapangan. Sebab alasan itu pulalah ia memutuskan pensiun di Botafogo pada 2013 lalu.
***
Enam pemain alumni Serie A sudah membuktikan bahwa mereka tak lebih dari sekadar pelengkap skuat di Liverpool. Didatangkan dengan harapan tinggi, namun di kemudian hari justru menjadi beban bagi klub. Tapi bukan Liverpool namanya kalau mereka mudah menyerah.
Tiap awal musim, mereka mendengungkan slogan Next Year is Our Year, dan tiap akhir musim pula mereka terus menerus menelan pil pahit gagal merengkuh trofi Liga Primer Inggris. Sejak Donnarumma terlahir dan menjadi kiper utama AC Milan, Liverpool masih setia menyandang predikat penantang juara, bukan kandidat juara, namun mereka masih terus melakukan ritual yang sama.
Kini, jelang musim 2017/2018, mereka kembali mengimpor pemain dari Serie A padahal sejak kedatangan Balotelli, sudah dua musim lamanya Liverpool tidak mencomot pemain dari sana.
Kamis (22/6) lalu, Liverpool secara resmi memperkenalkan rekrutan pertama mereka untuk musim depan, Mohamed Salah. Uang senilai 42 juta paun diserahkan ke pihak AS Roma sebagai tebusan untuk membawa Salah terbang ke kota keberangkatan kapal Titanic ini.
Di Liverpool ia akan memakai nomor punggung 11, peninggalan Roberto Firmino yang berganti ke nomor punggung 9. Secara statistik, Salah menunjukkan performa cemerlang di klub sebelumnya dengan mencetak double figures, 19 gol dan 15 asis dari 41 pertandingan.
Berbekal catatan impresif, jelas membuat Salah dibebani ekspektasi tinggi untuk membuktikan kemampuannya di atas lapangan. Apalagi, memori kelam dari para penggawa Serie A sebelumnya masih sangat membekas dan kini mereka harus kembali menyaksikan pemain dari liga “itu” mengenakan jersey merah kebanggaan The Reds. Plus satu fakta lagi bahwa Salah sebelumnya pernah gagal di Chelsea.
Tapi pendukung The Reds tak perlu khawatir ketika mendengar kabar klubnya membeli pemain dari Serie A. Bukankah Philippe Coutinho masih rajin menjebol gawang lawan?
Semoga saja Liverpool kali ini tidak salah memilih Salah dan Salah sendiri dapat membuktikan diri bahwa Chelsea telah salah menyia-nyiakan bakat seorang Mohamed Salah.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.