“Tidak, saya tak pernah menyangka.” Itu adalah ucapan pertama pemain timnas Jerman, Lars Stindl, saat ditanya apakah sempat terpikir jadi top skor sementara Piala Konfederasi 2017. Tak diikutsertakannya para bintang tim Panser ke Rusia jadi berkah tersendiri untuknya. Stindl, yang merupakan satu dari hanya dua nama kelahiran 1980-an di timnas Jerman, menyeruak jadi sosok berbahaya di depan gawang lawan.
Pada laga pembuka kontra Australia (18/6), Stindl sukses mencetak gol debut ketika pertandingan baru berjalan lima menit. Teranyar, kapten Borussia Mönchengladbach ini jadi penyelamat tim Panser berkat gol penyama kedudukannya ke gawang Cile pada awal babak kedua. Dua gol dalam dua pertandingan membuat Stindl banjir pujian.
“Lars menunjukkan performa luar biasa. Dia hebat dalam mencari celah dan mencetak gol,” ujar pelatih Jerman, Joachim Löw, pascalaga kontra Cile. “Dia sangat tenang tapi penuh percaya diri. Dirinya tak pernah terlihat gugup, malah fantastis dalam membaca permainan dan memanfaatkan ruang,” lanjutnya.
Sekilas tak ada yang istimewa dari sosok Stindl. Meski berstatus kapten klubnya, dia lebih sering diam dan sesekali melepas senyum. Di Rusia 2017, dia ‘hanya’ seorang gelandang yang difungsikan Löw sebagai pemain depan atau tepatnya pengisi pos false nine. Namun di situ keistimewaan pemain kelahiran Speyer ini.
Tak hanya mampu menggantikan Thomas Müller, Stindl memberikan dimensi baru pada pola penyerangan tradisional Jerman yang bertumpu pada efektivitas. Berbeda dengan Brasil lewat Jogo Bonito atau Inggris dengan Kick n’ Rush, tim Panser adalah tentang bagaimana kemenangan diraih tanpa harus bermain indah. Stindl, meski tanpa teknik olah bola menawan, punya sesuatu yang amat berguna bagi tim asuhan Löw: Efektivitas permainan.
Perlahan dia bergerak naik saat tim Panser melancarkan serangan dan saat pemain belakang lawan lengah, ia bisa tiba-tiba menyeruak, persis seperti dua golnya masing-masing kontra Australia dan Cile. Pertama, Stindl hanya akan mengikuti pergerakan bek lawan atau bahkan berada di belakangnya. Cuma dalam hitungan detik, dia bisa berada pada posisi yang tak terkawal atau lepas dari pengawalan lawan dan langsung mencetak gol.
“Saya diberi tahu akan lebih banyak bergerak sendiri di depan. Saya hanya berusaha yang terbaik dan membantu rekan setim,” buka Stindl pascalaga. “Gol terakhir (kontra Cile) datang dari skema penyerangan yang memang sudah direncanakan. Kami memainkan bola dan melakukan umpan-umpan cepat. Semua terlihat bagus, saat bola dari Emre Can dilanjutkan dengan manuver Jonas (Hector) dan saya hanya menyelesaikan umpan silangnya,” urainya.
Kontra Cile seakan jadi performa puncak untuk Stindl sejauh ini bersama timnas Jerman. Baru mencatatkan empat caps dan mendapat kesempatan debut sebulan lalu, dia sudah mampu memberikan pengaruh besar untuk tim. Meski man of the match resmi didapat Alexis Sanchez, statistik mencatat Stindl merupakan yang terbaik pada laga di Kazan, dikutip dari OptaFranz.
Dia jadi satu-satunya pemain Jerman yang sukses melepas tembakan terarah. Dari empat usahanya tersebut, tiga mengarah ke gawang Cile. Akurasi umpannya juga tak terlalu buruk, mencapai 78 persen. Satu yang menarik, meski punya peran sentral, Stindl hanya menyentuh bola sebanyak 62 kali. Ini menjadi bukti bahwa dirinya merupakan pemain yang mengandalkan efektivitas permainan.
Löw tahu, Stindl sudah mahfum dengan pekerjaan semacam itu. Lima musim jadi kapten Hannover 96, dia memutuskan pindah ke Gladbach pada 2015 silam. Musim lalu jadi momen puncak Stindl di Die Fohlen. Meski posisi aslinya bukan penyerang, Stindl sukses mengemas 18 gol dan lima asis di semua kompetisi.
Jika itu belum cukup, dirinya merupakan salah satu pemain dengan packing-rate tertinggi di 1.Bundesliga 2016/2017. Lewat sajian data dari pengolah data Impect, packing-rate didapat salah satunya dari bagaimana sang pemain efektif dalam menciptakan ruang kosong, dan Stindl merupakan yang terdepan. Efektivitas jua yang akan kembali diperagakan Stindl saat Jerman menghadapi Kamerun pada laga penentuan fase grup, akhir pekan nanti. Mampukah?
“Tentu saja kami ingin kesuksesan lebih besar dan keluar sebagai juara grup,” tutup Stindl.
Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho