PSM Makassar mengakhiri kompetisi sebelum jeda Lebaran dengan bertengger di puncak klasemen sementara. Bayang-bayang mengulang kesuksesan di awal tahun 2000-an pun terpampang di depan mata. Kala itu, Juku Eja sukses menjadi kampiun di musim 1999/2000 dan tiga kali menjadi runner-up pada tahun 2001, 2003 dan 2004.
Bicara mengenai kisah PSM di Liga Indonesia 2003, kurang tepat rasanya apabila tidak menyinggung dua nama besar di lini depan. Duo penyerang Amerika Latin ini tampil tajam, menghasilkan 58 gol dari total 68 yang dicetak Pasukan Ramang kala itu. Nama pertama adalah penyerang yang kini masih berkarier di usia 40 tahun, Cristian Gonzales.
Baca juga: Mengenang Ramang, Sang Dewa Bola dari Sulawesi Selatan
Nama kedua adalah pemain yang akan kita kenang kembali kisahnya kali ini. Ia merupakan salah satu penyerang asing terbaik yang pernah berkarier di Indonesia. Namanya sempat meroket kala mencetak 31 gol dan meraih predikat top skor di akhir musim 2003.
Seperti nama depannya, ‘Oscar’, Aravena memang terlahir layaknya seorang aktor pemenang penghargaan Oscar yang memiliki performa menawan. Aksi-aksinya di lapangan hijau dapat membuat penonton berdecak kagum tiada henti. Layaknya pemain Amerika Latin pada umumnya, ia memiliki kemampuan olah bola mumpuni, kecepatannya juga sering merepotkan lini belakang lawan dan yang terpenting: insting mencetak gol.
Pertama kali menginjakkan kakinya di Liga Indonesia pada musim 2003, belum banyak yang mengenal nama Oscar Aravena kala itu. Apalagi ia hanya bermain di klub yang prestasinya biasa-biasa saja kala itu, Persela Lamongan. Meski tak terlalu menonjol di Lamongan, ada satu warisan penting yang ditinggalkan Oscar bagi Laskar Joko Tingkir, yaitu predikat klub yang handal mengorbitkan pemain asing debutan.
Setelah sukses membuat Aravena menjadi “item recommended” bagi PSM Makassar, Persela berkembang menjadi best seller kala mengorbitkan pemain asing seperti Fabiano Rosa Beltrame, Gustavo Lopez, Srdan Lopicic, dan Addison Alves. Nama terakhir yang kini bermain di Persipura Jayapura bahkan tidak melakukan selebrasi ketika mencetak gol ke mantan timnya, karena ia mengingat betul jasa besar Persela yang telah mengorbitkan namanya.
Kembali ke Aravena, usai tampil tajam bersama Juku Eja secara mengejutkan ia tidak melanjutkan kiprahnya di sana. Penyerang berambut gondrong ini kembali ke Persela pada musim 2004, namun entah mengapa ketajamannya hilang. Di musim berikutnya, Aravena mudik ke kampung halamannya karena tidak ada klub di Indonesia yang berminat memakai jasanya.
Musim 2006, Aravena kembali ke Indonesia, kali ini ia membela Persija Jakarta. Memiliki rekam jejak sebagai top skor Liga Indonesia jelas membuat Jakmania memiliki ekspektasi tinggi kepadanya. Namun apa yang terjadi kemudian? Sobat karib Cristian Gonzales ini hanya dapat mempersembahkan sebiji gol untuk skuat asuhan Rahmad Darmawan.
Usai dilepas Persija, nasibnya tak jelas dan namanya mulai terlupakan. Apalagi saat itu Liga Indonesia sedang kebanjiran penyerang-penyerang asing berkualitas. Mulai dari Cristian Gonzales, Emanuel De Porras, Aldo Barreto, Alfredo Figueroa hingga Franco Hita, bercokol di klub-klub papan atas. Sudah tak ada tempat lagi bagi Aravena di pentas elite sepak bola Indonesia.
Baca juga: Apa Kabar Franco Hita?
Ketika namanya hanya tinggal kenangan, Aravena tiba-tiba membuat kejutan. Ia kembali tampil di layar televisi memperkuat salah satu tim Liga Prima Indonesia (LPI), Bali Devata pada 2010 lalu. Sayang, ia kembali di waktu yang tidak tepat. Dualisme kompetisi membuat Aravena mendapat hukuman tak boleh tampil di Liga Indonesia seumur hidup karena telah bermain di kompetisi yang dinyatakan ilegal oleh PSSI.
Terbang dan tenggelam, Oscar Aravena mengarungi perjalanannya di sepak bola Indonesia. Walau di akhir kariernya ia sempat terlupakan, tapi namanya akan selalu melekat dalam kenangan, terutama bagi para pendukung PSM Makassar. Salah satu pemain yang pernah menjadi idola di ibu kota Sulawesi Selatan.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.