Di lapangan pun sudah begitu terlihat jika Park Ji-sung dan Patrice Evra memiliki ikatan yang erat. Keduanya bermain bersama, menyisir lapangan Old Trafford selama satu windu. Keduanya bahkan mengaku bisa saling berhubungan di lapangan hanya dengan saling menatap.
Hubungan mereka pun begitu dekat bahkan di luar lapangan. Patrice bahkan memanggil ayah Park dengan sebutan “Papa”. Persahabatan keduanya disamakan dengan sebuah film Hollywood berjudul Rush Hour yang dibintangi oleh Jackie Chan dan Chris Tucker.
Menyamakan Park dan Patrice dengan kombinasi antara Jackie Chan dan Chris Tucker tidak salah. Karena ada kesamaan sifat antara pemain dan masing-masing tokoh. Park adalah tipe yang serius, sama seperti Jackie. Sementara Patrice seperti semua orang tahu, bahwa ia adalah sosok yang humoris dan bisa membuat orang tertawa. Apalagi aksen berbicaranya yang unik, serupa dengan yang ditunjukan Chris Tucker.
Pertemuan pertama keduanya terjadi pada babak 16 besar Liga Champions tahun 2005. Saat itu Park bermain untuk PSV, sementara Patrice masih bermain untuk AS Monaco. Keduanya terus bertarung di lapangan dalam dua putaran pertandingan yang kemudian dimenangkan oleh PSV dengan agregat 3-0.
Patrice mengingat laga tersebut dengan bagaimana ia begitu kesal karena sering dilewati oleh Park. Bahkan ia mengaku tidak terbayangkan jika di kemudian hari keduanya akan berteman baik.
Park mendarat di Manchester United pada tahun 2005, setelah penampilan mengesankan di Piala Dunia 2002 dan di Liga Champions bersama PSV. Segala sesuatunya begitu sulit untuk Park di musim perdananya di Inggris. Ia adalah pemain asal Asia kedua yang direkrut oleh klub. Dan para penggemar, terutama dari Asia, berharap ia tidak akan mengalami nasib tidak begitu baik seperti pendahulunya, Dong Fangzhuo.
Keadaan jauh lebih baik ketika Patrice Evra datang. Sebagai sesama pemain asing di negeri orang, apalagi pada tahun-tahun pertama, baik Park dan Patrice begitu kesulitan untuk berbahasa Inggris. Keduanya bersatu karena kesamaan nasib. Karena seperti yang kebanyakan terjadi, para pemain lokal tentu akan lebih memilih untuk menghabiskan waktu mereka dengan sesama pemain lokal.
Park memanggil Patrice Evra dengan nama depannya. Sementara Patrice selalu memangi Park dengan sebutan “Ji”. Awalnya, ada benturan budaya antara keduanya. Ada beberapa kebiasaan Patrice yang belum bisa dimengerti oleh Park. Sementara Patrice pun agak sulit menerima budaya Park yang jauh berbeda dengan kebanyakan yang ada di Eropa, termasuk soal makanan.
Semakin erat ketika Patrice memutuskan untuk pindah rumah hanya terpisah dua blok saja dari rumah Park. Mereka tidak sungkan untuk saling mengunjungi rumah masing-masing. Hubungan keduanya begitu erat, mereka tidak terpisahkan. Dalam sebuah sesi wawancara, Park mengaku mengapa ia begitu dekat dengan Patrice karena pemain asal Prancis ini ia anggap paling mengetahui tentang dirinya, bahkan hingga lubuk hati yang paling dalam.
Patrice pun mengamini ucapan Park dengan ungkapan lain. Ketika ia mencetak gol di pertandingan Liga Champions 2007 melawan Roma yang terkenal karena skornya yang mencolok itu, 7-1, di mana Patrice mencetak gol penutup. Ia mendedikasikan gol tersebut untuk kesembuhan Park yang kala itu sedang melakukan operasi lutut kanan.
Park dan Patrice mengalami kesusahan dan kesenangan bersama. Sir Alex Ferguson sempat kesulitan untuk menemukan posisi yang sesuai untuk Park. Awalnya, ia bermain di sektor sayap, namun rasanya determinasi dan staminanya lebih cocok apabila ia dimainkan sebagai gelandang tengah. Tapi di dua sektor tersebut, sudah ada nama-nama besar seperti Ryan Giggs, Paul Scholes dan Roy Keane.
Begitu pula Patrice yang sempat dimainkan sebagai bek kanan, karena stok bek kiri tim saat itu sudah ada Gabriel Heinze dan Mikael Silvestre. Apalagi di masa-masa awalnya, Patrice tidak mendapatkan banyak waktu bermain karena dianggap tidak memiliki kemampuan bertahan yang begitu baik.
Bersama-sama, keduanya memenangkan banyak trofi. Park dan Patrice merupakan bagian tim ketika United berhasil menjadi kampiun Liga Primer Inggris selama tiga tahun beruntun. Mereka juga ada ketika Setan Merah berhasil meraih gelar juara Eropa ketiga mereka di Liga Champions.
Catatan tersebut membuat Park Ji-sung hingga saat ini tercatat sebagai pemain asal Asia pertama yang mengangkat trofi Liga Champions Eropa. Itu belum termasuk trofi lain yang mereka raih seperti Piala Liga dan Piala Dunia Antarklub.
Anggota bertambah ketika Carlos Tevez tiba di tim pada tahun 2007. Lagi-lagi soal kesamaan nasib sebagai pemain asing membuat mereka menjadi begitu dekat. Patrice, Carlos, bersama Edwin van der Sar, menjadi sebagian dari penggawa United yang diundang Park ke rumahnya di Suwon, ketika United menggelar tur Asia mereka pada 2007.
Sampai akhirnya tiba, Park pergi terlebih dahulu pada tahun 2012. Soal menit bermain menjadi alasan utama. Apalagi saat itu, usia Park sudah 32 tahun. Sementara Evra masih terus bermain untuk klub, hingga dua tahun setelahnya.
Hubungan keduanya masih erat hingga saat ini. Patrice diundang oleh Park ketika ia melangsungkan pernikahannya di Korea Selatan pada tahun 2014. Pun ketika bek Prancis ini ikut bersama Park menjadi bintang tamu di beberapa reality show yang tayang di Negeri Gingseng tersebut.
Kini, Park lebih sibuk mempersiapkan dirinya untuk menjadi pelatih di masa mendatang. Selain mengambil lisensi kepelatihan, Park juga kembali ke bangku kuliah, di mana sejak tahun 2016 lalu, ia bersekolah di jurusan manajemen olahraga. Sementara Patrice terus bermain hingga saat ini dan belum ada tanda-tanda dirinya akan pensiun.
Persahabatan antara Park dan Patrice adalah sebagian kecil contoh bahwa untuk berteman dengan seseorang, tidak perlu ada batasan apapun. Terlepas dari warna kulit, bahasa, suku, ras, dan golongan.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia