Mafia dan sepak bola Italia
Membicarakan mafia, tentu kita harus merujuk ke tempat di mana istilah ini bermula: Italia.
Dalam perkembangannya, istilah mafia kemudian disematkan ke kelompok kriminal terorganisir (organized crime). Di negeri inilah definisi mafia paling hakiki masih berjalan hingga kini. Para imigran Italia di Amerika juga menjalankan bisnis model mafia, seperti yang kita simak di film-film seperti The Godfather, The Good Fellas, atau serial televisi, The Sopranos. Sistem patron-klien memang manjur dalam mengemudikan bisnis.
Termasyhur, tentu saja Cosa Nostra dari Sisilia. Orang-orang inilah yang kemudian menaklukkan Amerika, lalu menjadi populer. Sejarah mereka bermula sejak dua abad silam, tepatnya sekitar tahun 1812. Ketika jejaring kekuasaan mereka semakin berkembang biak, pemerintah Italia sampai membuat komisi khusus antimafia, yang memiliki mandat untuk memberantas para begundal ini. Sebuah tugas yang tidak mudah.
Tak kalah dengan perusahaan-perusahaan transnasional, tentakel bisnis keluarga mafia juga menjalar ke luar benua, terutama Afrika.
Pada 2015 silam, lembaga-lembaga seperti IRPI (Investigative Reporting Project Italy) dan ANCIR (Africa Investigative Centers) melakukan penyelidikan bagaimana mafia-mafia seperti Cosa Nostra atau ‘Ndragheta mengilfitrasi negara-negara di Afrika.
Mereka tidak hanya menguasai tambang permata atau klub hiburan, tetapi juga memengaruhi pemerintah setempat. Organisasi yang kita bicarakan ini adalah kelompok bajingan tengik yang berani membunuh jaksa (Giovanni Falcone dan Paulo Borsellino, pada 1992), Gubernur Sisilia, Piersanti Mattarella, serta pemimpin Partai Komunis Italia, Pio LaTorre.
Sepak bola pun tak ketinggalan mereka susupi. Baru satu dekade lalu dunia dikejutkan dengan skandal Calciopoli yang melibatkan klub-klub seperti Juventus dan AC Milan. Selain Cosa Nostra di Sisilia, ada pula kelompok-kelompok lain seperti ‘Ndragheta, yang berbasis di Calabria, dan Camorra (Naples).
Sang penyelamat kota Naples, Diego Maradona, kabarnya juga terlibat dengan Camorra, mafia penguasa kota tersebut. Maradona mendapat sokongan kokain dan pelacur-pelacur dari mafia, yang kemudian berkontribusi menghancurkan karier ‘sang dewa’.
Pemain terkenal lain tentu saja eks Juventus, Vincenzo Iaquinta, yang telah didakwa memiliki hubungan dengan ‘Ndragheta. Kasus yang terjadi pada 2015 ini juga mengungkap 140 nama-nama tersangka lain. Persekongkolan mereka dengan mafia menambah borok sepak bola Italia seusai geger Calciopoli tahun 2006, karena skandal ini merupakan yang kedua setelah sebelumnya terjadi juga pada 2011.
Selain memonopoli distribusi tiket, serta memasarkannya di pasar gelap, mafia Italia meminati sepak bola karena mereka juga menaruh kaki di bisnis perjudian. Setelah memenangi Scudetto pada 1986/1987, Napoli dianggap bisa mempertahankannya di musim selanjutnya. Orang-orang pun bertaruh mendukung Napoli kepada bandar judi.
Apa yang terjadi? Mafia dan bandar judi melihat ini sebagai ladang uang, jika Napoli kalah dan ‘menyerahkan’ titel juara kepada AC Milan. Seperti yang ditulis Profesor John Dickie (2013), Maradona ketakutan saat kembali ke Naples karena ia dan keluarganya diancam anggota mafia. Mobil Maradona dihancurkan. Gelandang Salvatore Bagni dihajar hingga babak belur, selain mobilnya juga digondol. Pesannya jelas: mengalah saja dan relakan Scudetto jatuh ke tangan Milan.
Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com