Para atlet, apalagi atlet kelas dunia, dituntut untuk tetap fit dalam segala kondisi. Saat mereka tampil baik, maka semua akan memuji. Saat tampil buruk, semua mengkritik. Seolah-olah mereka harus menjadi manusia super yang tidak ada lelah. Padahal, mereka juga manusia biasa yang bisa lelah dan bisa jenuh.
Untuk menjaga kondisi tubuh fit, tentunya butuh latihan teratur dan makanan bergizi. Makanan sudah jelas diatur agar pasokan gizi terpenuhi dan tetap fit. Lalu ada lagi? Suplemen. Atau apalagi? Ini dia biang keladinya: Doping atau istilahnya, enhancing-performance drug. Doping ini bahasa sederhananya adalah obat-obatan untuk meningkatkan performa dan kondisi fisik sang atlet.
Doping ini dilarang karena selain masalah kesehatan (seperti kasus para atlet eks Jerman Timur), juga agar para atlet bisa bersaing secara adil di pentas olah raga.
Baru-baru ini mantan bek kiri Brasil, Roberto Carlos, terkena tuduhan memakai doping saat final Piala Dunia 2002. Seperti kita ketahui, di final Piala Dunia 2002, Brasil menjadi juara dunia kelima kali setelah di final mengalahkan Jerman dengan skor 2-0 lewat dwigol Nazario Ronaldo.
Tuduhan Carlos menggunakan doping muncul di film dokumenter yang ditayangkan di stasiun televisi Jerman, ARD. Stasiun televisi ARD berbicara pada dr. Julio Cesar Alves yang sudah bersama Carlos dan beberapa pemain lain sejak sang bintang berusia 15 tahun.
Sang dokter menjadi tertuduh karena praktik ilegal dan tidak tahu dirinya tengah direkam saat tengah menempa fisik pemain Real Madrid tersebut. Selain itu, ada laporan dari orang yang melihat ada Carlos di tempat praktik sang dokter. ARD juga menunjukkan nama Carlos tertera di dokumen yang diserahkan ke kejaksaan Sao Paolo oleh badan anti doping Brasil.
Otomatis, laporan tersebut membuat mantan bek Real Madrid ini meradang. Carlos mengatakan tudingan itu tak berdasar. Dia juga menegaskan bahwa dirinya sudah bermain di kompetisi liga di berbagai negara yang mana penggunaan doping sangat dilarang. Terlebih selama 20 tahun berkarier sebagai pesepak bola, bek yang terkenal dengan tendangan keras kaki kirinya itu mengatakan dirinya belum pernah secara positif terbukti menggunakan doping dari hasil tes urine.
Doping: Antara sportivitas dan prestasi
Doping tentunya bukan hal baru di dunia olahraga. Sudah banyak kasus doping yang cukup menghebohkan. Contoh teranyar adalah petenis papan atas Rusia, Maria Sharapova, yang terkena larangan tampil selama 15 bulan akibat penggunaan doping. Hukumannya selesai April lalu dan banyak yang menantikan aksinya di Wimbledon. Sayangnya setelah hukumannya selesai, Sharaopova justru terpaksa absen akibat cedera lutut. Semasa menjalani hukuman, otomatis peringkat pengoleksi lima gelar juara Grand Slam ini merosot menjadi peringkat 178.
Di era Perang Dingin, penggunaan doping justru disponsori negara. Kita masih ingat betapa para atlet dari (dulu) Jerman Timur begitu merajai di ajang Olimpiade dan kejuaraan-kejuaraan dunia lainnya. Mereka ingin menyaingi Amerika Serikat dan olahraga adalah cara untuk menunjukkan gengsi suatu negara.
Ternyata, semua terbuka setelah Jerman bersatu. Beberapa atlet mengaku kondisi fisiknya rusak akibat bertahun-tahun mengonsumsi doping, khususnya obat jenis anabolik steroid bernama Oral-Turinabol.
Efeknya ini tidak main-main. Ada yang mengalami perubahan fisik sehingga memutuskan berganti kelamin (atlet tolak peluru Heidi Krieger yang berubah menjadi pria dengan nama Andreas Krieger), karena dampak paling mengerikannya adalah kehilangan hormon perempuan lalu memaksa sang pemain berganti kelamin (bagi atlet perempuan).
Ada juga yang mengalami kerusakan ginjal, kesulitan hamil dan bila pun kemudian hamil dan memiliki anak, besar kemungkinan sang janin akan lahir dengan kelainan karena faktor obat doping yang sudah menyatu di dalam tubuh sang atlet.
Tetapi tidak semuanya merasa jadi ”korban”. Nyatanya, ada juga yang hasil tesnya negatif. Walau begitu, kasus Jerman Timur, skandal doping Rusia, dan sejumlah kejadian lainnya patut dijadikan pembelajaran agar para olahragawan bisa berprestasi dengan cara yang baik dan sportif.
Semoga kasus Roberto Carlos lekas menemui titik terang dan kebenarannya bisa segera terungkap bagi publik. Jangan ada doping di antara kita, ya.
Author: Yasmeen Rasidi (@melatee2512)