Suara Pembaca

Kisah Ultras Persela: Curva Boys 1967

Tanggal 6 Juni 2011 bisa dibilang adalah awal perjuangan para pemuda yang mencintai Persela untuk melakukan pembaharuan dalam cara mereka mendukung Persela. Keinginan untuk membuat gebrakan baru untuk mendukung Persela amat dicita-citakan sejak lama.

Kreativitas suporter luar negeri sangat menginspirasi mereka untuk membuat langkah serupa. Kumpulan pemuda itu memang rata-rata berkuliah di luar kota, tapi mereka tetap mengusung semangat kedaerahan yang tinggi. Banyak sekali dari mereka belajar dari kumpulan-kumpulan suporter yang mulai muncul di Indonesia saat itu, di antaranya Brigata Curva Sud (PSS Sleman), This Is Arema (Arema Malang), US5 (Persija Jakarta), dan beberapa kelompok-kelompok suporter baru lain di Indonesia.

Kredit: Penulis

Pergolakan semacam ini waktu itu adalah fenomena baru di sepak bola Indonesia. Jadi bisa dimaklumi jika gerombolan pemuda ini banyak terpengaruh oleh fenomena ini. Kumpulan pemuda ini tidak mau kalah dengan suporter-suporter baru Indonesia tersebut.

Awal musim 2011/2012, yang bisa diingat adalah awal kumpulan pemuda itu melancarkan aksi perdananya. Nama Curva Boys 1967 diusung sebagai nama kumpulan suporter fanatik Persela ini. Curva sendiri berarti titik lengkung tribun stadion yang menjadi ‘rumah’ mereka dan Boys menjadi penanda bahwa kumpulan pemuda ini adalah para anak muda yang menempati Curva tersebut. 1967 (tahun berdirinya Persela Lamongan) disebutkan untuk menjadi bukti bahwa mereka adalah pendukung setia Laskar Joko Tingkir.

Kredit: Penulis

Tertancap di ingatan para pemuda itu bagaimana pertandingan pertama sebagai Curva Boys 1967 untuk mendukung Persela. Mengusung semangat ultras, mereka mulai menjajaki hidup baru. Laga Persela melawan Persija di Gelora Surajaya pada kompetisi Liga Super Indonesia adalah laga perdana mereka mendukung Persela sebagai Curva Boys 1967. Hanya dengan sekitar belasan orang anggota awal, mereka mendukung Laskar Joko Tingkir tanpa berhenti.

Kredit: Penulis

Tidak ingin rasanya mengenang kejadian bagaimana aparat waktu itu tidak senang dengan keberadaan mereka. Sebagai penghuni baru di tribun utara, banyak yang tidak menyukai mereka hanya karena berseragam hitam juga beberapa alasan politis lainnya. Tidak ingin rasanya mengenang kejadian itu. Malam itu juga boleh disebut sebagai malam pertama sekumpulan pemuda itu memproklamasikan diri mereka menjadi ultras Persela. Malam yang teramat manis di tribun utara Stadion Surajaya.

Dan dengan begitu, resmi lahirlah dia ke dunia sebagai Curva Boys 1967. Walau merupakan komunitas suporter baru, mereka tidak ingin memisahkan diri dari suporter lama sekaligus senior mereka, yaitu L.A Mania. Mengingat bahwa keseluruhan tanggung jawab suporter Persela sejatinya adalah milik L.A Mania. Meskipun sering disalahartikan sebagai gerakan separatis dari kepemimpinan pusat L.A. Mania, tapi mereka selalu hormat dengan saudara tuanya itu.

Kredit: Penulis

Di awal berdirinya Curva Boys 1967, patut diingat bahwa keberadaan mereka begitu tidak disukai oleh masyarakat Lamongan. Berbagai macam stigma buruk ditempelkan ke mereka seperti perusuh, penggagas gerakan radikal, kumpulan pemabuk, para pemberontak, dan banyak cibiran negative lain. Tapi, sekumpulan pemuda ini tidak pernah peduli. Mereka berani karena benar, mereka beraksi karena kecintaan terhadap Persela begitu tinggi.

Nyatanya, dibuktikan sampai saat ini bagaimana mereka masih bisa terus eksis. Tanpa meminta dana dari siapapun, mereka secara kolektif menghidupi kas rumah tangganya sendiri. Intervensi dari berbagai macam pihak tidak pernah menyurutkan nyali mereka sama sekali.

Kredit: Penulis

Di tahun mereka berdiri sebagai sebuah kelompok suporter Persela, juga menandai musim yang manis bagi Laskar Joko Tingkir sehingga sanggup bersaing di papan atas Liga Super Indonesia 2011/2012. Di bawah asuhan almarhum Miroslav Janu, Persela menempati peringkat 4 di akhir musim, finis di atas tim tradisional seperti Persija dan Persib Bandung.

Tak terasa enam tahun sudah Curva Boys 1967 terus eksis mendukung Persela Lamongan. Dari laga kandang maupun tandang, mereka hadir memberikan dukungan total kepada Laskar Joko Tingkir. Sudah enam tahun pula  mereka menduduki sektor 9 dan sektor 10 Gelora Surajaya.

Kredit: Penulis

Perubahan pengurus di tubuh komunitas karena alasan regenerasi turut memengaruhi perkembangannya. Yang pada awalnya hanya berjumlah belasan orang, kini mereka sudah berevolusi menjadi ribuan orang. Dari yang dulu tribun agak longgar, sekarang menjadi penuh. Patut dinanti seperti apa perkembangan mereka selanjutnya, tapi yang pasti, mendukung Persela bukan cuma sekedar hadir di stadion belaka.

Mendukung Persela bisa dilakukan dengan cara apa saja lewat berbagai bentuk kreativitas yang tujuannya demi citra baik tim Lamongan tersebut. Tanpa perlu menghadirkan gesekan dengan saudara tua mereka, L.A. Mania, sejatinya Curva Boys 1967 dan L.A. Mania hadir di Surajaya dengan satu tujuan penting yang tidak boleh diperdebatkan: Mendukung Persela meraih kemenangan.

FORZA PERSELA!!!

Author: Isma’il Surendra (@MailboxX)