Dunia Asia

Qatar 2022 dan Krisis Diplomasi Kawasan Teluk

Salah satu yang membuat Qatar terpilih sebagai tuan rumah untuk Piala Dunia 2022 adalah negara yang terletak di kawasan teluk itu relatif lebih aman ketimbang negara-negara tetangganya.

Jika Anda melihat Qatar di peta, negara tersebut begitu kecil, diapit oleh negara-negara lain yang memiliki wilayah yang lebih luas. Ia diapit oleh Arab Saudi, Iran, Irak, Uni Emirat Arab, dan beberapa negara teluk lainnya. Qatar secara mendadak menjadi negara kaya, berkat oil boom atau naiknya harga minyak.

Lalu kekuatan mereka pun meruyak pula ke ranah sepak bola. Ada jejaring keluarga Al-Thani (keluarga atau bani penguasa di Qatar) di klub-klub seperti Manchester City, Paris Saint-Germain, sampai Malaga. Melalui badan amal Qatar Foundation, pengaruh mereka juga sampai ke salah satu klub raksasa dunia, Barcelona.

Menyisakan waktu lima tahun lagi, pembangunan infrastruktur tak menjadi masalah bagi mereka. Mereka acap mempertontonkan kekayaan di luar nalar seperti proyek-proyek wisata yang mengagumkan itu, atau stadion-stadionnya yang mengilap. Masalah terjadi baru beberapa hari yang lalu, dan datangnya dari sisi geopolitik.

Di pekan ketiga bulan Mei, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, melakukan kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi. Tersiarlah suatu asumsi: retorika anti-Islam yang Trump lakukan saat kampanye hanyalah strategi guna mendulang suara. Lawatan ini menegaskan bahwa kepentingan Trump dan para pemimpin kawasan teluk tetap terjaga.

Belum satu bulan berselang, muncullah pukulan telak bagi Qatar. Senin kemarin (5 Juni 2017), Bahrain memutus hubungan diplomatiknya dengan Qatar, disusul kemudian oleh Arab Saudi, Mesir, Bahrain, Libya, Yaman, dan Uni Emirat Arab.

Alasan yang dipakai oleh keenam negara tersebut adalah Qatar dinilai menyokong terorisme. Qatar dinilai menjadi pemasok ekonomi bagi organisasi penebar teror seperti ISIS dan Al-Qaeda. Negara-negara tersebut menetapkan tenggat waktu bagi warga negara Qatar untuk minggat dari negara mereka. Saudi bahkan lebih ekstrem, mereka memboikot jalur transportasi air, darat dan udara, yang tentunya mengisolasi Qatar.

Ini menjadi genting karena kita tahu di balik kemakmurannya, Timur Tengah sedang bergejolak. Setelah peristiwa Arab Spring yang melanda kawasan tersebut pada 2011, negara-negara yang ada di sana tidak benar-benar kondusif, termasuk Mesir yang kini dipimpin pemimpin militer dan menjalankan demokrasi semu.

Satu hari belum juga berselang, dampak krisis ini pada sepak bola langsung terasa. Salah satu klub Arab Saudi, Al-Ahli, memutus kerja sama dengan maskapai penerbangan Qatar Airways. Padahal, klub raksasa Arab Saudi tersebut mengikat kerja sama bernilai 16 juta dolar per musim.

Krisis ini tentu mengancam agenda besar yang akan mereka selenggarakan lima tahun mendatang, Piala Dunia 2022. FIFA sendiri telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka sedang menjalin kontak dengan orang-orang di Qatar. Namun, otoritas tertinggi sepak bola dunia tersebut belum bisa berkata lebih lanjut, seperti yang dilansir dari ESPN FC (5/6).

Pemerintah Qatar menolak semua tuduhan tersebut. Namun, blokade telah mereka derita. Selain terputusnya penerbangan dari dan ke Qatar, negara tersebut akan dilanda krisis pangan. Negara mereka tidak dilimpahi tanah yang subur dan dengan situasi yang terisolir, pasokan pangan ke negara ini akan berkurang. Sebanyak 40 persen stok pangan Qatar diimpor dari luar.

Piala Dunia 2022 kelak akan dimainkan di luar kebiasaan, yakni pada musim dingin (November-Desember). Persiapan yang mereka lakukan bukan tanpa cela dan kendala. Qatar dituding melanggar hak-hak asasi para pekerja imigran. Terkait menurunnya harga minyak, Qatar terpaksa memangkas anggaran Piala Dunia sampai 40 persen banyaknya.

Seperti yang dilaporkan CNN (5/4), negara yang dipimpin Emir Tamim bin Hamad Al Thani ini membatalkan rencana pembangunan 12 stadion. Turunnya harga minyak memaksa mereka hanya memenuhi syarat dari FIFA, yakni membangun 8 stadion.

Para pengamat melihat ada kepentingan AS, karena Qatar cenderung dekat dengan Iran yang menjadi musuh koalisi Amerika-Saudi di konflik Yaman dan Suriah. Penyebutan nama ISIS dan Al-Qaeda belum bisa dibuktikan kesahihannya.

Dengan sengkarut ini, Timur Tengah atau bahkan dunia akan menjadi lebih memanas. Ada suatu komentar yang mengatakan bahwa Amerika Serikat, jika memang siap, bisa menjadi pengganti tuan rumah Piala Dunia 2022. Kita harapkan semoga hal itu tidak perlu terjadi. Juga semoga krisis ini tidak berlanjut ke arah yang memprihatinkan.

Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com