Palembang sempat bergelora kala kesebelasan kebanggaan mereka, Sriwijaya FC, menjadi kampiun pada dua gelaran Liga Indonesia. Pada musim 2007/2008, Laskar Wong Kito menjadi kampiun usai mengalahkan PSMS Medan 3-1 di final lewat babak perpanjangan waktu.
Lalu di musim 2011/2012 yang dihelat dengan sistem kompetisi penuh, Sriwijaya FC (SFC) menjadi yang terbaik dengan koleksi 79 poin. Tim asuhan Kas Hartadi juga sempat menorehkan kemenangan beruntun sebanyak delapan kali dan tak terkalahkan dalam 20 pertandingan berturut-turut.
Namun situasi saat ini berbeda 180 derajat.
Kekalahan yang diderita Yoo Hyun Koo dan kawan-kawan dari Persela Lamongan di pekan ke-9 Go-Jek Traveloka (GT) Liga 1 lalu membuat posisi SFC tertahan di papan tengah, tepatnya di peringkat 11 saat tulisan ini dirilis. Dari sembilan laga, SFC kalah empat kali dan imbang dua kali. Dari tiga kemenangan yang diraih, dua di antaranya didapat di kandang dan satu kemenangan tandang saat menghadapi Persiba Balikpapan.
Salah satu pihak yang menjadi sorotan atas merosotnya performa SFC adalah sang pelatih, Oswaldo Lessa. Penunjukan Lessa jelang bergulirnya GT Liga 1 sendiri memang mengundang perdebatan.
Pasalnya, manajemen SFC secara mengejutkan tak memperpanjang kontrak pelatih sebelumnya, Widodo Cahyono Putro, yang membawa SFC finis di posisi keempat Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 dan menggantinya dengan Oswaldo Lessa yang sebelumnya “hanya” berstatus sebagai pelatih fisik Madura United. Namun Presiden SFC, Dodi Reza Alex Noerdin, menyatakan bahwa pemilihan Lessa sudah berdasarkan pertimbangan matang, seperti dikutip dari bola.com.
Setelah dua bulan liga berjalan, kita semua dapat melihatnya. Sriwijaya-nya Lessa yang diperkuat beberapa pemain ternama, tertatih di papan tengah, sedangkan Widodo Cahyono Putro yang baru menangani Bali United di tiga pertandingan sukses membawa Serdadu Tridatu merangsek ke enam besar klasemen sementara dengan catatan clean sheets di tiga pertandingan beruntun.
Lessa memang memiliki catatan apik kala mengantar Persipura Jayapura menembus babak semifinal Piala AFC 2014 lalu, namun tetap saja mengganti pelatih yang tidak gagal-gagal amat di musim sebelumnya dengan seseorang yang di musim sebelumnya tidak menjabat pelatih tim utama memiliki resiko besar dan SFC saat ini sedang menanggungnya.
Performa mayoritas pemain SFC saat ini ini jauh dari standar performa mereka. Teja Paku Alam yang digadang-gadang menjadi kiper muda potensial malah kebobolan delapan gol dan baru melakukan lima penyelamatan sebelum dilarikan ke rumah sakit lantaran berbenturan dengan penyerang PSM Makassar, Reinaldo Elias, di pekan ke-6.
Pemain-pemain baru yang didatangkan juga belum menunjukkan performa yang meyakinkan. Yanto Basna yang berduet dengan Bobby Satria masih mudah ditembus lini depan lawan. Marckho Sandy yang menghuni pos bek kanan menurut saya juga belum berkontribusi apa-apa meski rajin melakukan overlap.
Sang marquee player, Tijani Belaid, juga jauh panggang dari api. Sempat tampil ciamik kala menyumbang dua asis di laga kontra Barito Putera, eks pemain Internazionale Milan itu justru lebih sering menghiasi bangku cadangan di kemudian hari.
Praktis hanya penggawa utama lini depan yang masih bertaji. Beto Goncalves yang berpredikat sebagai top skor TSC 2016 saat ini telah mengoleksi empat gol. Jumlah gol yang sama juga ditorehkan tandemnya, Hilton Moreira, yang membuat mereka termasuk dalam jajaran pemain tersubur di GT Liga 1 sementara ini.
Di pekan ke-10 dan 11 nanti, SFC akan menghadapi dua tim yang juga tengah mengalami periode underperformed, Mitra Kukar dan Persija Jakarta. Namun perlu diwaspadai bahwa kemarin, baik Mitra Kukar dan Persija sama-sama meraih kemenangan atas lawan mereka dan tengah dalam periode bangkit, jadi, SFC akan menemui jalan cukup terjal untuk menemukan momentum kebangkitan yang dinanti.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.