Dunia Asia

Kegembiraan Publik Irak Usai Sanksi FIFA Dicabut

Tidak ada yang bisa memengaruhi emosi seseorang dan suatu kelompok secara masif kecuali sepak bola. Ya, olahraga ini terbukti menyatukan semua orang, tidak peduli apa warna kulitnya dan agamanya. Memberikan hiburan di tengah masalah sosial yang melanda. Terbukti, warga Manchester bisa sedikit bergembira setelah Manchester United juara Liga Europa Kamis (25/5) lalu.

Juaranya Setan Merah setidaknya membuat masyarakat Manchester dan Inggris pada umumnya bisa tersenyum setelah ledakan bom di Manchester seusai konser penyanyi Ariana Grande.

Bahkan ada yang berpendapat FIFA itu jauh lebih ditakuti ketimbang PBB. Suatu negara bisa saja mengancam atau benar-benar keluar dari PBB, tetapi, suatu negara bakal kelimpungan jika sepak bolanya terkena sanksi FIFA. Anda pernah menemui berita bahwa suatu negara mengancam keluar dari keanggotaan FIFA?

Begitu kiranya yang terjadi kini di Irak. Konflik yang terjadi di negara ini seakan terlupakan dengan hadirnya sepak bola. Dan setelah terkena larangan selama empat tahun akibat kerusuhan saat laga persahabatan, sepak bola akhirnya kembali lagi ke Irak.

Kamis (1/6), Irak mengadakan laga persahabatan melawan Yordania di Stadion Basra di daerah regional Irak Selatan. Tuan rumah menang 1-0 lewat gol Alaa Abdul-Zahra di menit ke-15.  Sekitar 59 ribu penonton begitu antusias menyaksikan tim tuan rumah berlaga. Banyak yang mengungkapkan rasa bangga dan bahagia dan ingin membuat laga persahabatan ini berlangsung sukses.

Inilah pertandingan persahabatan pertama sejak Mei 2013, kurang dari dua bulan sebelum FIFA menjatuhkan larangan bagi negara kaya minyak itu untuk menjadi tuan rumah di segala pertandingan internasional. Pada waktu itu di sebuah laga persahabatan, ada seorang pelatih yang dibunuh petugas keamanan. Mengerikan, ya?

Berkat lobi AFC

Nah, dicabutnya larangan ini tidak lepas dari upaya Pangeran Ali bin Hussein dan ketua AFC, Shaikh Salman yang terus melobi pihak FIFA agar Irak mendapat kesempatan menjadi tuan rumah bagi pertandingan-pertandingan internasional. Maklum saja, sejak 2003, pertandingan yang melibatkan Irak selalu berlangsung di tempat netral (pengecualian pada 2 September 2011 saat laga Pra-Piala Dunia lawan Yordania di Arbil).

Akhirnya, saat yang ditunggu tiba juga. Irak mendapat kesempatan melangsungkan pertandingan skala internasional dan akan dievaluasi selama 90 hari. Baru-baru ini Arbil menjadi tuan rumah laga Piala AFC antara sesama klub Irak, Al Quwa dan Al Zawra’a. Selain Arbil, kota-kota yang dianggap layak menjadi penyelenggara pertandingan skala internasional adalah Karbala dan Basra.

Menurut Sheikh Salman, dengan diadakannya pertandingan di Arbil ini tentunya penting untuk membuktikan kemampuan Irak menjadi tuan rumah pertandingan berskala regional dan internasional dengan aman.

Kenangan di final Piala Asia 2007

29 Juli 2007 di Stadion Utama Gelora Bung Karno tentu menjadi tanggal yang tak terlupakan bagi para pencinta Lions of Mesopotamia. Di tanggal itu, seluruh warga Irak melupakan konflik dan kecamuk perang saudara di negaranya dengan merayakan keberhasilan timnas mereka menjuarai Piala AFC setelah mengalahkan Arab Saudi.

Kisah ini tentunya bak dongeng. Irak yang kacau karena perang dan agresi militer Amerika Serikat sejak tahun 2003, ternyata bisa mengejutkan di Piala Asia.

Dengan dicabutnya larangan menyelenggarakan pertandingan internasional, tentunya menjadi penyemangat bagi sepak bola Irak untuk mengulangi kisah manis sepuluh tahun lalu.

Author: Yasmeen Rasidi (@melatee2512)