Mengambil tempat di Stadion Santiago Bernabeu, asosiasi sepak bola Eropa (UEFA) menghelat pertandingan puncak kompetisi antarklub Eropa paling bergengsi bertajuk Piala Champions musim 1979/1980. Dua finalis yang malam itu siap berjibaku adalah wakil Jerman yang sedang naik daun, Hamburger SV, dan tim asal Inggris yang juga juara bertahan Piala Champions, Nottingham Forest.
Kala itu, Hamburg yang diasuh oleh pelatih berkebangsaan Yugoslavia, Branko Zebec, mengandalkan poros Kevin Keegan, Felix Magath dan Willi Reimann. Sementara di pihak Forest, nama John McGovern, John Robertson dan Peter Shilton merupakan andalan manajer bermulut pedas, Brian Clough.
Laga yang dimainkan pada tanggal 28 Mei 1980 itu sendiri disaksikan oleh kurang lebih 50 ribu penonton. Sosok asal Portugal, Antonio Garrido, ditunjuk UEFA sebagai pengadil lapangan.
Seperti yang diprediksi banyak kalangan, motivasi serupa (menjadi juara) tapi tak sama (Hamburg mengincar titel perdana sedangkan Forest berupaya mempertahankan status kampiun) membuat partai pamungkas ini berjalan cukup alot.
Semenjak sepak mula, kedua kesebelasan cenderung bermain dengan hati-hati. Namun Der Dino, julukan Hamburg, lebih banyak mengambil inisiatif serangan. Meski begitu, justru Forest yang berhasil mencetak gol terlebih dahulu di menit ke-20.
Tusukan Robertson dari sisi kanan pertahanan Hamburg gagal diantisipasi oleh Peter Nogly dan kolega. Winger kiri nan lincah asal Skotlandia tersebut berhasil melakukan kombinasi umpan satu-dua dengan rekannya, Gary Birtles, sebelum akhirnya menghujamkan tendangan menyusur tanah yang tak mampu diredam Rudolf Kargus, penjaga gawang Hamburg. Keunggulan itu sendiri bertahan sampai turun minum.
Menyadari bahwa timnya tertinggal, Zebec menginstruksikan anak asuhnya agar bermain lebih menyerang pada babak kedua. Figur yang juga pernah menangani Bayern München dan Stuttgart itu percaya jika Clough akan meminta penggawanya untuk bermain lebih defensif dan memanfaatkan serangan balik.
Benar saja, penampilan Forest di paruh kedua memang persis seperti yang Zebec duga. Anak asuh Clough lebih banyak menunggu sembari membangun tembok pertahanan sejak lini kedua guna mengantisipasi serbuan Hamburg. Kondisi tersebut memberi keleluasaan bagi Keegan dan kawan-kawan untuk membombardir gawang Forest.
Namun nahas, penampilan heroik Shilton di bawah mistar Tricky Trees, julukan Forest, menjadi mimpi buruk bagi tim asuhan Zebec. Kiper yang kemudian menjadi legenda sepak bola Inggris itu sanggup menciptakan sejumlah penyelamatan penting sehingga jala gawangnya tetap perawan.
Skor tipis 1-0 pun bertahan sampai Garrido meniup peluit panjang tanda laga berakhir. Forest berhasil mengukir sejarah paling cemerlang sejak klub ini berdiri di tahun 1865 silam. Kesuksesan menggenggam titel Piala Champions kedua secara beruntun memunculkan histeria dari para pemain, pelatih dan juga suporter setia Forest yang memadati Stadion Santiago Bernabeu. Pesta juga dilakukan pendukung Forest di kota Nottingham. Malam itu seakan jadi surga kedua Forest di benua biru.
Sekadar trivia, hingga detik ini Forest menjadi satu-satunya tim asal Inggris yang punya koleksi gelar Piala Champions (kini Liga Champions) lebih banyak ketimbang trofi juara liga (divisi teratas) yakni dua berbanding satu.
Klub yang bermarkas di Stadion City Ground tersebut memang menjalani periode emas mereka bersama Brian Clough. Secara keseluruhan, ada sembilan trofi mayor yang berhasil dihadiahkan Clough untuk Forest. Nama klub yang juga rival sekota Notts County itu pun membumbung tinggi di masanya.
Buat sepak bola Inggris sendiri, keberhasilan Forest memenangi Piala Champions secara back-to-back juga memperkukuh dominasi mereka di turnamen antarklub termegah di Eropa itu. Tercatat, dalam rentang 1977-1984, klub asal Inggris sukses memboyong tujuh trofi. Kesebelasan lain yang menyumbangkan gelar itu adalah Liverpool (empat kali) dan Aston Villa (satu kali).
Ironisnya, setelah ditinggal Clough yang pensiun sebagai pelatih sepak bola di tahun 1993 akibat kondisi kesehatannya yang semakin menurun, prestasi Forest juga ikut menukik drastis.
Sekarang mereka harus puas berlaga di Divisi Championship, level kedua di piramida sepak bola Inggris. Bahkan, tim dengan kostum utama berwarna merah ini tak pernah lagi mencicipi ketatnya Liga Primer Inggris sejak musim 1998/1999. Kegemilangan Forest di era 1980-an seolah lenyap ditelan zaman.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional