Manchester United menjadi harapan publik Inggris saat menghadapi partai puncak Liga Europa Rabu (Kamis dini hari, 25 Mei 2017) di Friends Arena, Stockholm, Swedia melawan wakil Belanda, Ajax Amsterdam. Sekalipun ini kompetisi kasta kedua, namun pertemuan dua tim besar yang sempat berjaya di kompetisi Eropa ini tentunya menarik.
Bagi Manchester United, menjuarai Liga Europa adalah satu-satunya jalan menuju ke Liga Champions Eropa 2017/2018 mendatang, karena mereka hanya menempati posisi enam di klasemen akhir Liga Primer.
Sementara Ajax ingin mengulangi keberhasilan mereka menjuarai Liga Champions Eropa 1994/1995 saat masih diperkuat Patrick Kluivert dan kolega. Ajax sendiri sudah otomatis lolos ke Liga Champions Eropa musim depan karena menjadi runner–up Liga Belanda (juara direbut Feyenoord Rotterdam). Dan Liga Belanda (Eredivisie) sudah lebih cepat selesai dan pelatih Ajax, Peter Bosz, punya waktu 10 hari untuk mempersiapkan timnya.
Jelang laga prestisius pertama Setan Merah di Eropa setelah beberapa tahun terakhir, kita akan memutar memori pada final Liga Champions Eropa musim 1998/1099 saat Manchester United berhadapan dengan Bayern Muenchen di Camp Nou, Barcelona, yang merupakan salah satu final terbaik yang akan dikenang sepanjang masa.
Pemain cadangan pahlawan tak terduga
Bayern Muenchen melaju ke final setelah mengalahkan wakil Ukraina, Dynamo Kiev, di semifinal. Sementara Manchester United melaju ke partai puncak setelah mengalahkan wakil Italia, Juventus di babak empat besar. Di final, Setan Merah harus kehilangan Paul Scholes dan Roy Keane akibat sanksi. Otomatis tim asuhan Fergie ini sedikit pincang dan Bayern yang dilatih Ottmar Hitzfield lebih diunggulkan.
Pasar taruhan lebih mengunggulkan Muenchen. Bahkan para fans FC Hollywood ini sudah bersiap dengan perayaan seolah-olah tim mereka juara.
Babak final dimulai, tanggal 26 Mei 1999. Dipimpin oleh wasit legendaris asal Italia, Pierluigi Collina, salah satu wasit terbaik dunia kala itu dan sampai saat ini. Stadion Camp Nou dipenuhi oleh sekitar 90 ribu lebih lebih penonton. Sebuah jaminan bahwa final ini memang laga yang diantisipasi banyak penonton untuk berjalan meriah.
Butuh enam menit saja di babak pertama bagi Muenchen untuk membobol gawang Setan Merah yang dikawal Peter Schmeichel. 1-0 untuk Lothar Matthaeus dan kolega. Sontak para pemain dan suporter Setan Merah ternganga.
Di menit ke-89, para pendukung Muenchen nampaknya sudah siap-siap melakukan selebrasi. Segala spanduk, piala tiruan dan lain sebagainya sudah disiapkan. Tetapi, di tengah keputusasaan para pendukung Manchester United yang beranggapan timnya sudah pasti kalah, keadaan berbalik.
Menit ke-91 injury time, David Beckham mengambil tendangan sudut yang berubah jadi gol oleh pemain veteran, Teddy Sheringham. 1-1. Suporter dan para pemain Bayern tertegun. Menit ke-93, jelang detik akhir, kembali David Beckham mengambil tendangan sudut dan dimanfaatkan dengan baik oleh Ole Gunnar Solksjaer. Skor 2-1 untuk Manchester United. Berpestalah Manchester dan para pemain dan suporter Bayern Muenchen hanya bisa tertunduk lesu dan menangis.
Tidak salah jika final ini dibilang sebagai final paling dramatis dan kejadian dua gol ini disebut ”tiga menit tergila”. Butuh enam menit bagi Muenchen untuk mencetak gol pembuka, namun hanya butuh tiga menit di akhir pertandingan bagi Manchester United untuk mengubah kedudukan.
Hebatnya, tidak ada yang menyangka satu pun bahwa pemain yang mencetak gol kemenangan ini justru pemain yang baru masuk di babak kedua. Sheringham menggantikan Jesper Blomqvist di menit ke-67 dan Solksjaer masuk di menit ke-81 menggantikan Andy Cole.
Beckham sendiri punya andil lewat sepak pojoknya. Dia sendiri mengungkapkan saat menit terakhir rasanya impian memegang piala itu sudah hilang. Tetapi akhirnya dia bisa memegang Si Kuping Besar itu.
Laga ini mengajarkan kita betapa segala sesuatu bisa terjadi dalam hitungan menit bahkan detik di sepak bola. Agar kita tidak terlalu sombong memastikan segala sesuatu. Mental juara dan kesabaran juga teruji disini. Manchester United bisa jadi tidak terlalu tampil baik. Tetapi karena kesabaran, akhirnya mereka justru bisa membalikkan keadaan dan membuat para pemain dan suporter Muenchen berurai air mata.
Musim 1998/1999 adalah musim tersukses Manchester United karena mereka meraih treble; juara Liga Primer, Piala FA, dan Liga Champions Eropa. Dan mereka meraih tiga gelar ini dalam waktu 11 hari saja!
Akankah ada pesta juara di Eropa lagi bagi Manchester United di final Liga Europa?
Author: Yasmeen Rasidi (@melatee2512)