Suara Pembaca

Wasit, Mari Majukan Sepak Bola Indonesia!

Terobosan yang dilakukan oleh PSSI perihal regulasi untuk mewajibkan klub Liga 1 memainkan tiga pemain U-23, minimal 45 menit tiap pertandingan, mulai menunjukkan hal yang positif. Beberapa bakat muda mulai bermunculan.

Meski sempat menuai pro dan kontra, pada akhirnya klub harus mematuhi regulasi tersebut. Jika di awal kompetisi klub-klub terkesan memainkan pemain U-23 untuk sekadar mengikuti aturan, perlahan namun pasti, pemain-pemain muda justru mulai unjuk gigi dan menjadi andalan di klub masing-masing.

Nama-nama seperti Evan Dimas Darmono, Febri Hariyadi, maupun Hansamu Yama Pranata yang sejak musim sebelumnya dianggap sebagai bintang muda berbakat, kini mulai mendapat banyak pesaing. Berkat regulasi yang mengharuskan klub memainkan pemain U-23, penikmat sepak bola tanah air saat ini mulai dimanjakan oleh permainan ciamik dari bintang-bintang muda baru semisal Billy Keraf, Dedik Setiawan, Rezaldi Hehanusa, Henhen Herdiana, Prisca Womsiwor, Fahmi Al Ayyubi, M. Arfan, hingga Reva Adi Utama.

Tak heran jika para pelatih sudah tidak segan memberi menit bermain yang lebih (PSSI mewajibkan pemain U-23 dimainkan minimal 45 menit) untuk pemain mudanya karena performa apiknya.

Berikut 10 besar pemain U-23 yang mendapat menit bermain terbanyak:

  1. Rudolf Yanto Basna (Sriwijaya FC), 540 menit, 6 pertandingan.
  2. Rezaldi Hehanusa (Persija Jakarta), 539 menit, 6 pertandingan.
  3. Zaenuri (Perseru Serui), 532 menit, 6 pertandingan.
  4. Terens Puhiri (Pusamania Borneo), 494 menit, 6 pertandingan.
  5. Reva Adi Utama (PSM Makassar), 476 menit, 6 pertandingan.
  6. Septian David Maulana (Mitra Kukar), 450 menit, 5 pertandingan.
  7. Ardhi Yuniar (Persiba Balikpapan), 450 menit, 5 pertandingan.
  8. Yabes Roni (Bali United), 437 menit, 5 pertandingan.
  9. Gustur Cahyo Putro (PS. TNI), 413 menit, 6 pertandingan
  10. Henhen Herdiana (Persib Bandung), 390 menit, 6 pertandingan.

Tentu hal ini menjadi kabar baik bagi masa depan timnas Indonesia, sebab, stok pemain muda kian bertambah. Apa yang dicita-citakan oleh PSSI saat mengumumkan regulasi tentang pemain U-23, memang telah menampakkan hasil. Namun, ada hal yang harus menjadi perhatian khusus bagi PSSI maupun penyelenggara pertandingan, tentang kinerja wasit.

Wasit berperan penting untuk perkembangan pemain muda

Meski regulasi telah mewajibkan tiap klub menurunkan pemain U-23, tetapi, hal tersebut sama sekali bukan jaminan bagi para pemain muda untuk bisa bersantai. Nyatanya, mereka juga harus bersaing dengan sesama pemain muda lainnya untuk mendapat kepercayaan bermain. Kita juga tak boleh menutup mata pada realita masih banyak pemain senior yang kerap mencibir para pemain muda yang diuntungkan oleh regulasi.

Setelah “berdarah-darah” di latihan untuk mendapatkan jatah bermain, para pemain muda tersebut harus menerima kenyataan jika wasit di Indonesia masih kerap “masuk angin”. Bukankah banyaknya wasit yang kontroversial juga dapat memengaruhi mental pemain muda ini?

Baca juga: Tentang Upaya dan Rencana PSSI Meningkatkan Kualitas Wasit

Kita bisa melihat dalam beberapa kejadian Febri Hariyadi harus mendapatkan perlakuan keras menjurus kasar yang tak jarang dianggap hal yang biasa oleh wasit. Tak heran jika kita bisa melihat Febri melakukan respon yang agresif. Beruntung sejauh ini Febri memiliki mental yang kuat.

Lalu, bagaimana dengan pemain muda lainnya? Bisa saja pemain muda lain yang mengalami kejadian sama dengan Febri, tak memiliki mental sekuat pemain Persib Bandung itu dan berujung si pemain jadi penakut lalu tak lagi mendapat kepercayaan bermain.

Wasit sejatinya memiliki peran besar untuk membentuk karakter para pemain muda. Bukannya mengajarkan untuk jadi pemain yang cengeng, tetapi sebagai aset bangsa, pemain-pemain tersebut butuh dilindungi baik dari fisik maupun psikis. Kita semua tentu tak berharap para pemain muda Indonesia tumbuh jadi pemain yang tukang protes wasit serta senang melanggar aturan, bukan?

Hingga memasuki pekan ke-6, PSSI telah menjatuhkan sanksi untuk 18 wasit dan asisten wasit yang memimpin Liga 1 maupun Liga 2. Catatan tersebut sangat disayangkan mengingat Liga Indonesia baru bergulir selama enam pekan. Semangat untuk menghasilkan bibit pesepak bola handal baru yang dicanangkan PSSI lewat regulasi kewajiban memainkan pemain U-23, sungguh tak sejalan dengan performa para pengadil di lapangan. Para wasit tak sadar bahwa mereka adalah salah satu unsur penting demi terciptanya wajah sepak bola Indonesia yang lebih baik.

Peran Komisi Disiplin (Komdis) PSSI juga amat diharapkan mampu memberikan edukasi bagi para pemain muda. Selama ini Komdis terlalu terpaku pada sanksi materil yang membuat stigma bahwa Komdis tak ubahnya ‘tukang palak’.

Tak ayal jika kelak, kasus tindakan tak sportif para pemain muda seperti yang dilakukan oleh Abduh Lestaluhu, Manahati Lestusen, dan M. Zaenuri, akan terus berlanjut dan menimpa pemain muda lainnya. Sebab selama ini, denda yang dijatuhkan pada pemain (biasanya) dibayar oleh klub.

PSSI maupun Komdis harus mulai memikirkan sanksi lain yang lebih memberi efek jera. Pemain sebesar Eric Cantona pernah mendapat hukuman delapan bulan larangan bermain, serta diwajibkan melakukan kerja sosial selama masa hukumannya akibat menendang suporter lawan.

Hukuman seperti ini pun patut dipertimbangkan oleh PSSI ketimbang terus mengumbar sanksi berupa uang. Selain itu, kita juga berharap para pengadil di lapangan mampu menunjukkan itikad baik untuk sama-sama memajukan sepak bola Indonesia dengan cara menjunjung tinggi rule of the game yang sudah diatur. Sebab, wasit merupakan jembatan terciptanya kualitas liga dan pemain untuk sebuah negara.

Author: Penulis berinisial A.I