Nyaris tak ada hal yang berbeda pada Sabtu (13/5) pagi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta itu. Sebagian orang bersiap menaiki pesawat sementara lainnya menunggu giliran turun. Pun dengan segerombolan orang berpakaian hijau dan abu-abu dengan lambang Garuda di dada.
Sebanyak 13 pemuda didampingi beberapa pria yang lebih senior sempat berpose bersama sebelum menumpang pesawat Air Asia menuju Bangkok, Thailand. Hampir tak ada yang spesial kala itu. Kurang dari sepekan sejak kepergian mereka, jagat olahraga Indonesia dihebohkan dengan ‘ulah’ bocah-bocah yang semuanya berusia di bawah 20 tahun itu.
Setelah ditelusuri, anak-anak ini, salah satunya belakangan dikenal sebagai Samuel Eko, rupanya tengah mengacak-acak peta persaingan olahraga futsal di Asia. Datang ke negeri orang buat ‘mengacau’, kurang ajar sekali bukan? Namun itulah, pendobrak tak selamanya bersifat negatif.
Lewat kompleksitas yang dihadapi mulai dari absennya pelatih Vic Hermans sebagai protes setelah gajinya tak kunjung dibayarkan Asosiasi Sepak Bola Thailand (FAT) kala melatih di sana, hingga cederanya Guntur Sulistyo, Timnas Futsal Indonesia U-20 nyatanya tetap antusias menyambut gelaran Piala Asia Futsal U-20 2017.
Kejutan Garuda Muda
Indonesia yang berada satu grup dengan Jepang, Vietnam, Tajikistan, dan China Taipei, mayoritas diprediksikan finis di urutan ketiga fase grup atau dengan kata lain belum pantas lolos ke delapan besar. Pada laga pertama grup B kontra Tajikistan saja, Rabu (17/5), Garuda Muda kebobolan dua gol terlebih dahulu sebelum akhirnya menang 5-3.
Lawan China Taipei sehari setelahnya sama saja. Indonesia telat panas meski terdapat banyak kemajuan pada kemenangan 6-2 ini. Dua laga selanjutnya adalah sejarah. Kontra Vietnam yang belakangan lebih kompetitif, Syauqi Saud dan kawan-kawan nyaris kalah hingga Samuel Eko tampil jadi penyelamat, tepat pada pengujung laga.
Satu yang akan diingat generasi futsal saat ini adalah ketika timnas U-20 dengan heroik menahan imbang raksasa Asia, Jepang, saat pertandingan tersisa empat detik! Nama Samuel Eko kembali jadi pendobrak. Sempat tertinggal 1-3 dan tampak jadi sebuah hasil wajar yang didapat, Garuda Muda menolak untuk menyerah.
Sebagai kiper, pemain kelahiran 16 Mei 1998 itu mencetak gol kedua yang menjaga asa timnas. Hanya hitungan detik jelang bubaran, skema powerplay yang diusung dan berkat tembakan Ardiansyah Runtuboy, aksi Samuel Eko membawa Indonesia meraih hasil imbang 3-3 dan dipastikan lolos ke delapan besar. Euforia langsung pecah di Indoor Stadium Huamark.
Garuda Muda, yang tadinya berstatus underdog, dengan gagah berada di puncak klasemen grup B di atas Jepang dan Vietnam. Nama terakhir malah sukses disingkirkan lebih awal. Kini para pendobrak yang ada di timnas futsal U-20 bakal menghadapi tantangan selanjutnya.
“Kita (belum) kalah, Ma..”
Menyesap jauh ke belakang, tepatnya pada zaman kolonial Belanda, diceritakan hiduplah seorang bernama Minke, anak bupati yang alih-alih meneruskan takhta ayahnya, malah memilih untuk hidup bebas. Minke si pendobrak dikisahkan Pramoedya Ananta Toer pada bukunya, Bumi Manusia yang juga bagian dari Tetralogi Buru.
Minke tak hanya ingin bebas, tapi juga tahu dan punya modal untuk itu. Dia tumbuh sebagai lelaki pintar dan satu-satunya pribumi yang belajar di sekolah Belanda kala itu. Pada akhirnya, Minke dihadapkan pada fakta superioritas yang sulit terbantahkan: Pribumi melawan kolonial Belanda.
Kecintaan Minke akan anak pengusaha Belanda, Annelies Mellema, berakhir tragis. Lewat intrik dan berbagai konflik, Annelies dijemput untuk berlayar kembali ke Belanda, meninggalkan Minke, yang kala itu sudah berstatus suaminya.
Bagi pihak yang tak diunggulkan, superioritas tak lebih dari sesuatu yang menjengkelkan dan lebih parah, titik sumbu tekanan. Timnas futsal Indonesia U-20 kini berada pada posisi itu. Pada fase delapan besar Piala Asia Futsal U-20 2017, Ardiansyah Runtuboy dan kawan-kawan bersiap menghadapi tuan rumah sekaligus momok tim selama ini, Thailand.
Dalam 15 pertemuan terakhir kedua tim saja, Thailand unggul telak dengan menang 13 kali sementara dua sisanya diraih Indonesia. Pada skala yang lebih besar, tim yang kini dilatih Miguel Rodrigo itu menggondol 12 trofi dari 13 edisi Piala AFF Futsal di mana satu gelar didapat Skuat Garuda, 2010 silam.
Lantas, perlukah kita menyerah sebelum bertanding? Untuk negara sebesar Indonesia dengan cerita-cerita perjuangannya, menyerah tak pernah jadi pilihan. Itu juga yang mestinya selalu ada di benak tim asuhan Yori van der Torren itu. Indonesia sudah terlanjur lolos ke delapan besar dan siapapun lawannya, libas!
Buktikan, Thailand bukanlah lawan yang tak bisa dihadapi. Sebelum apapun yang terjadi, ingatlah timnas futsal Indonesia U-20 masih punya 2 x 20 menit di Bangkok Arena, sore ini (22/5) untuk sekali lagi menciptakan sejarah dan kebanggaan bagi bangsa ini.
Berjuang di atas lapangan dengan membawa nama negara, memang jauh lebih berat ketimbang omongan komentator di televisi atau tulisan kami di sini. Terlepas dari apapun hasilnya nanti, pada akhirnya perjuangan pantang menyerah hingga detik terakhir pertandingan yang akan dikenang sepanjang masa, persis seperti dua laga sebelumnya.
Pada penggalan terakhir buku Bumi Manusia, Pram menuliskan sebuah percakapan yang tak hanya bermakna dalam, tetapi juga arti penting dari sebuah perjuangan lewat sudut pandang Minke yang dijawab Nyai Ontosoroh,
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”
Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho