Suara Pembaca

Iwan Setiawan dan Komunikasi yang Bersifat Irreversible

Iwan Setiawan, secara sikap, barangkali Jose Mourinho-nya Indonesia. Ia merupakan pelatih yang tidak pernah lepas dari kontroversi, terutama melalui komentar-komentarnya. Kontroversi itu mulai sering ia tunjukkan saat melatih Pusamania Borneo FC.

Misalnya, saat ia menyebut wasit Indonesia sebagai “bodoh” atau saat meremehkan Persib Bandung pada Piala Presiden beberapa waktu lalu. Pernah pula ia menyindir mantan pelatih Bali United, Indra Sjafrie, sebagai pelatih yang hanya mengandalkan fisik para pemainnya, tanpa tempo dan organisasi permainan.

Beberapa hari lalu, Iwan kembali menunjukkan ‘keahliannya’ dalam menyulut emosi orang lain. Namun, kali ini, bukan emosi pihak lawan yang ia pancing, melainkan salah satu elemen penting klub yang kini ia tukangi.

Iwan Setiawan, pelatih Persebaya Surabaya itu, dikabarkan melakukan aksi tidak terpuji di hadapan para Bonek pada30 April lalu. Kejadian itu bermula saat Persebaya dikalahkan Martapura FC dengan skor 2-1 di Stadion Demang Lehman, Martapura. Dari dalam bus pemain, pelatih yang kerap mengenakan peci itu tampak seperti mengacungkan jari tengahnya ke arah para Bonek yang saat itu memadati jalanan stadion di sekitar bus Persebaya.

Atas tindakan buruk itu, Bonek dan cukup banyak publik sepak bola Indonesia secara umum mengecam hal tersebut. Hingga kemudian, tagar #IwanOut bertebaran di media sosial.

“Iwan gak punya jiwa arek Suroboyo, #IwanOut,” cuit akun @NasichAwalludin.

“Malu punya pelatih kayak gitu #IwanOut,” bunyi @Vyro_wa.

Menanggapi aksi Iwan Setiawan dan protes yang dilakukan Bonek, manajemen Persebaya mengambil sikap. Mereka memberikan sanksi denda sebesar 100 juta rupiah kepada mantan pelatih Persija itu. Selain itu, Iwan juga mendapat larangan mendampingi tim selama satu pertandingan.

Selang beberapa hari, tepatnya Senin malam, melalui sebuah video yang diunggah akun Instagram @officialpersebaya, Iwan menyampaikan permohonan maaf. Ia berdalih aksinya tersebut sebagai dampak dari kecewa yang mendalam dan emosi usai kekalahan timnya atas Martapura FC.

“Saya ingin mengajukan permohonan maaf yang setulus-tulusnya kepada teman-teman Bonek atas kejadian saat partai away di Martapura. Jujur saja, mungkin ini semua berangkat dari rasa kecewa yang mendalam dan emosional. Karena saat pertandingan, banyak hal yang membuat semua jadi emosi,” kata Iwan dalam video itu.

Beberapa jam setelah video itu diunggah, sudah lebih dari 25 ribu kali ditonton dan 1286 kali dikomentari. Sebagaian komentar di sana tampak menerima permintaan maaf Iwan. Namun, para suporter Persebaya yang memberikan komentar di sana tetap menyayangkan tindakan Iwan dan berharap tagar #IwanOut benar-benar terwujud.

Komunikasi bersifat irreversible

Deddy Mulyana, Profesor Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, sering mengatakan bahwa manusia tidak dapat menghindari komunikasi. Apapun yang kita katakan serta lakukan, akan dianggap orang lain sebagai pesan, baik verbal maupun non-verbal.

Orang-orang yang berada di sekitar kita, akan senantiasa melihat segala tindak-tanduk kita dan mungkin menganggap hal itu sebagai representasi dari apa yang dipikirkan dan dirasakan.

Saat kita terjatuh di jalan dan ada seseorang yang melihat, itu merupakan bentuk komunikasi. Saat tertidur pun, itu juga merupakan bentuk komunikasi. Sebab segala sesuatu yang berpotensi menimbulkan pesan merupakan komunikasi.

Salah satu prinsip dasar komunikasi yang diungkapkan Prof. Deddy Mulyana dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar adalah bersifat irreversible. Prinsip itu bermakna, sekali seseorang berkomunikasi atau mengirim pesan, apapun bentuknya, maka tidak akan mampu mengendalikan pengaruh pesan itu kepada khalayak. Apalagi jika harus menghilangkan efek dari pesan itu.

Komunikasi itu ibarat peluru. Sekali kita menembakkan peluru dari sebuah pistol, ia tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali. Hal seperti ini akan terasa sekali ketika kita mengirimkan pesan yang menyinggung perasaan orang lain. Meskipun kita meminta maaf dan orang yang kita singgung sudah memaafkan, perasaan sakit yang dirasa orang itu tidak akan persis sama seperti saat sebelum kita menyinggungnya.

Dalam bukunya, Prof. Deddy mencontohkan pasangan suami-istri yang salah satunya kedapatan berselingkuh. Ia menyebut, suami atau istri yang selingkuh dengan orang lain mungkin akan meminta maaf kepada pasangannya. Tapi, pasangannya akan tetap memutuskan atau meminta cerai meskipun sudah memaafkan pasangan yang berselingkuh itu.

Prinsip komunikasi yang bersifat irreversible ini sepatutnya menjadi pengingat, bahwa kita harus hati-hati untuk menyampaikan pesan –baik verbal maupun non-verbal—kepada orang lain. Sebab, sekali ia tersampaikan, efeknya tidak bisa dihilangkan sedikitpun, meskipun kita sudah berusaha memberikan bermacam dalih.

Relevan dengan penjelasan di atas, kita mungkin dapat mengerti mengapa tagar #IwanOut tetap ramai di jagat media sosial sekalipun Iwan telah meminta maaf. Perlakuan Iwan beberapa waktu lalu itu bisa diibaratkan seperti memukul wajah Bonek dan mematahkan hidung mereka.

Ia mungkin menyesal melakukan hal tersebut. Namun karena itu adalah suatu peristiwa, yang artinya berlangsung dalam suatu waktu, maka jelas tidak dapat diambil atau diulang kembali.

Satu-satunya hal yang paling memungkinkan untuk dilakukan Iwan adalah mengucapkan “Saya meminta maaf dan merasa bersalah” seperti yang ia lakukan kemarin malam. Dan Bonek sepertinya sudah memaafkan Iwan seperti yang nampak dalam kolom komentar video Instagram yang diunggah @officialpersebaya.

Namun, perkataan minta maaf itu, setulus dan sejujur apapun, tidak akan mengubah perilaku yang dilakukan sebelumnya. Ia hanya menambah peristiwa baru dalam urutan peristiwa yang terjadi sebelumnya. Ia mungkin memang mengubah realitas secara semantik atau makna peristiwa itu lewat penjelasan Iwan dalam video, tapi tidak untuk konsekuensinya.

Iwan dapat meminta maaf, namun luka yang sebelumnya diterima Bonek dan juga para pencinta sepak bola lain, tampaknya masih membekas. Apalagi luka yang ditimbulkan itu tidak berupa fisik, tetapi menempel di hati. Seperti kata orang-orang, luka di hati lebih susah disembuhkan.

Barangkali ungkapan to forgive, but not to forget cocok untuk menggambarkan perasaan Bonek saat ini. Sebab komunikasi itu irreversible.

Salam komunikasi. Eh.

Author: M. Angga Septiawan Putra (@sptwn)
Mahasiswa jurusan Jurnalistik di Fikom Unpad dan Ketua Umum @KGF_Unpad.