Kolom

Eric Cantona dan Mereka yang Bangkit dari Tuntutan Penjara

Hidup di dunia seperti roda yang berputar. Kadang kita berada di atas, kadang di bawah. Untuk beberapa orang, keadaan di bawah terjadi dalam kurun cukup lama. Sebagian akhirnya pasrah, tapi tidak sedikit yang memilih untuk bangkit. Bagi legenda Manchester United, Eric Cantona, menyerah bukanlah sebuah pilihan.

Pekan ini menandai 20 tahun pensiunnya Cantona sebagai pemain sepak bola. Laga kontra West Ham United, 11 Mei 1997, jadi penampilan terakhirnya bersama United setelah menjalani lima musim penuh warna di Old Trafford. Dari sebagian besar momennya bersama Red Devils, King Eric, begitu suporter menjulukinya, diingat lewat sepakan kung-fu terhadap suporter Crystal Palace, Matthew Simmons.

Pada suatu laga di Selhurst Park, 25 Januari 1995, sebuah insiden membuat Cantona jadi pesakitan dalam kurun yang lama. Keberuntungan memang sedang tak menaungi pria asal Prancis tersebut hari itu. Setelah provokasi yang terus dilakukan bek Palace, Richard Shaw, Cantona akhirnya bereaksi dengan menendang sang lawan.

Wasit Alan Wilkie kebetulan tak melihat insiden tersebut, tapi tidak dengan hakim garis Eddie Walsh. Diwarnai adu argumen antara pemain United dan Palace, kartu merah akhirnya diterima Cantona. Sempat tak terima, dia akhirnya pasrah dan berjalan menuju lorong stadion. Di sini, momen mengejutkan itu terjadi.

Entah apa yang ada di pikiran Simmons dengan menuruni sekitar 11 anak tangga tribun hanya untuk mengolok-olok Cantona. “Enyahlah kau kembali ke Prancis, dasar bajingan!” seru Simmons. Sang suporter Palace akhirnya mendapat jawaban yang tak pernah dia harapkan: Cantona berlari ke arah tribun dan melancarkan tendangan ala kung-fu dan beberapa pukulan untuknya.

 

Tendangan kung-fu Eric Cantona.

Tuntutan penjara dan mereka yang bangkit

Usai peristiwa tersebut, pemain kelahiran Marseille itu jadi pesakitan. Tak hanya hukuman larangan bertanding dari Komisi Disiplin Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) yang diterimanya, Cantona juga dihadapkan pada tuntutan dua pekan penjara dari pihak berwenang setempat. Berkat banding yang dilakukan, hukuman diubah menjadi kerja sosial selama 120 jam.

Oleh FA, Cantona juga dihukum larangan bertanding selama delapan bulan atau hingga September 1995 dan denda 10 ribu paun. Tak hanya dilarang tampil di pertandingan resmi, dia juga tak diperbolehkan membela United dalam laga persahabatan di markas latihan sekalipun. Lantas bagaimana nasib Cantona selanjutnya? Dia memilih bangkit meski harus menjalani masa terkelam baik dalam karier sepak bola maupun hidupnya.

Meski jelas tak bisa disandingkan secara langsung dan berbeda pula kasusnya, perjuangan Cantona bangkit dari keterpurukan mengingatkan kita pada peristiwa yang sudah berlangsung jauh sebelumnya, yakni kemenangan besar bagi mereka yang memilih bangkit bahkan setelah dipenjara sekalipun.

Bagi tiga mantan pemimpin negara ini, Soekarno, Fidel Castro dan Nelson Mandela, mendekam di hotel prodeo bukanlah sebuah alasan untuk menyerah. Ketiganya tercatat pernah merasakan masa-masa terburuk sebelum jadi orang nomor satu di negaranya.

Pada pengujung 1929, Soekarno beserta tiga koleganya dari Partai Nasional Indonesia (PNI) pernah dijebloskan ke penjara oleh pemerintah kolonial Belanda. Setelah kurang lebih delapan bulan hidup di dalam bui, Soekarno akhirnya bebas.

Namun bukannya berkurang, perjuangannya dalam memerdekakan bangsa semakin membara. Sukarno memproklamirkan kemerdekaan untuk Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dan jadi presiden pertama.

Jika Soekarno berjuang melawan penjajahan Belanda, Castro dikenal lewat usahanya menggulingkan rezim korup di Kuba yang dipimpin Jenderal Fulgencio Batista. Upaya pertamanya gagal dan membuatnya dihukum penjara selama 15 tahun. Peran gerilya yang dilancarkan memukul mundur Batista dan beberapa tahun kemudian atau tepatnya 2 Desember 1976, Castro resmi jadi Presiden Kuba.

Perjuangan akan hak asasi manusia lewat gerakan anti-Apartheid di Afrika Selatan sempat membuat Nelson Mandela dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pemerintah. Alasannya, pria yang akrab disapa Madiba ini menginginkan kesetaraan antara kaum kulit putih yang mengisi pemerintahan dengan masyarakat kulit hitam sebagai penghuni mayoritas negara tersebut. Mandela akhirnya bebas tahun 1990 atau 27 tahun sejak dipenjara. Empat tahun berselang, dia jadi Presiden Afrika Selatan.

Previous
Page 1 / 2