Tribe Tank

Atletico Madrid 2-1 Real Madrid: Superioritas Jumlah di Lini Tengah Banyak Membantu El Real

Ambivalensi model permainan kedua tim

Tanpa Gareth Bale, Zinedine Zidane memutuskan memainkan Isco. Perbedaan karakter permainan antara Isco dan Bale membuat sistem permainan Real mengalami sedikit perubahan. Dalam fase menyerang, Isco banyak mengisi area nomor 10 di belakang duo Cristiano Ronaldo dan Benzema. Ini membuat bentuk dasar Real menjadi 4-3-1-2 atau 4-1-3-2.

Di beberapa kesempatan, kehadiran Isco di pos nomor 10 ditambah kesadaran ruangnya yang bagus, membuat Isco mampu menjadi konektor antara area nomor 8 dengan area nomor 9 Real Madrid. Keuntungan Real dikarenakan kecerdasan dan kreativitas Isco, di sisi lain, diperoleh dari bentuk dasar dan perilaku pressing pemain Atletico sendiri. Contohnya, kejadian di menit ke-8.

Isco masuk ke pos nomor 10.

Dalam pertandingan ini, terindikasi adanya kenaikan intensitas pressing dalam sistem permainan bertahan Atletico Madrid dibandingkan pertandingan-pertandingan mereka sebelumnya. Tentu saja, merupakan sebuah keputusan bagus ketika sebuah tim seperti Atletico memutuskan memainkan pressing yang lebih intens. Tetapi, di sisi lain, pressing yang dilakukan Atletico kali ini memiliki efek negatif terhadap kestabilan blok mereka.

Bila melihat formasi dasar Real di area tengah yang mana keempat gelandang yakni Casemiro, Modric, Kroos, dan Isco, cenderung membentuk formasi dasar 1-3/3-1/1-2-1, hal ini membuat Los Galacticos memiliki keuntungan alami di lini tengah. Yaitu superioritas jumlah alami yang disebabkan oleh formasi dasar kedua tim (4-4-2 flat Atletico kontra 4-3-1-2 atau 4-1-3-2 Real).

Situasi dalam infografik di atas merupakan salah satu contoh sederhana bagaimana Real memetik keuntungan dari superioritas jumlah alami yang berpihak kepada mereka.

Gabi, yang didukung oleh Saul Niguez, memutuskan melakukan onward-press (press ke arah gawang lawan), menciptakan situasi dua lawan dua di lingkaran tengah. Kehadiran Isco yang masuk ke pos nomor 10 Real (atau sama dengan pos nomor 6 Atletico) membuat tuan rumah menjadi kalah jumlah di tengah. Koke dan Carrasco yang memiliki akses terdekat ke area nomor 6 pun tidak dapat segera merapat ke area nomor 6, dikarenakan mereka “terikat” oleh dua bek sayap Real yang mengisi kedua tepi lapangan.

Situasi ini bisa diatasi salah satunya dengan memainkan pressing 4-4-1-1 atau 4-4-2-0, yang mana kedua nomor 9 Atleti bertugas memblokir akses ke nomor 6 (Casemiro) dan nomor 8 (Modric-Kroos) Real, sehingga Gabi atau Saul dapat berfokus melindungi pos nomor 6, di depan bek tengah.

Dalam momen ini, kedua nomor 9 Atletico berada di depan menjaga kedua bek tengah Real, membuat perlindungan di area nomor 10 Atletico menjadi berkurang yang berimbas secara tidak langsung terhadap pos nomor 6 tuan rumah.

Apa yang terjadi di sini, bisa mewakili opini bahwa Real akan sangat merepotkan pos nomor 6 Atletico. Tetapi, sayang, model permainan Zidane tidak membuat Real dapat memetik keuntungan yang dimaksud. Kenapa? Karena Real-nya Zidane sangat dikenal sebagai tim yang, dalam fase menyerangnya, berorientasi masif ke koridor sayap untuk mendapatkan peluang tembak melalui umpan silang melambung.

Selain itu, tim tamu juga dikenal sebagai tim yang sangat vertikal, mereka akan berusaha mencapai lini terakhir (lini serang) secepatnya. Kandungan vertikal semacam ini membuat serangan Real dilakukan dengan kecepatan maksimal, bila memungkinkan. Apa efeknya? Salah satunya, adalah spacing Real yang sering kali tidak optimal, karena serangan dilakukan dengan cepat.

Serangan yang cepat, tentu berpotensi menimbulkan kepanikan lebih cepat dalam pertahanan lawan, tetapi di sisi lain, pemain-pemain Real tidak memiliki waktu cukup untuk menempatkan diri dalam ruang-ruang strategis (spacing) demi menjaga “keamanan” sirkulasi dan progres serangan.

Perlu diperhatikan, tanpa spacing pun sebuah tim tetap dapat memiliki koneksi. Dan Zidane, tampaknya tidak meletakkan pentingnya spacing sebagai fondasi utama dalam model permainannya. Bagi Zidane, bermain vertikal, serang lewat sayap, dan sesegera mungkin mencapai lini terakhir merupakan pendekatan terbaik bagi Real.

Dalam banyak proses penciptaan peluang di samping kotak penalti lawan, sering terlihat tidak adanya koneksi optimal antara pemain sayap dengan halfspace terdekat dan area tengah. Ini memang merupakan konsekuensi model permainan Real Madrid, mereka sengaja berfokus untuk melepaskan umpan silang melambung langsung kepada salah satu dari tiga pemain yang berada di depan gawang lawan.

Dalam build-up serangan dari belakang pun, kita bisa melihat Zidane tampak “membebaskan” para pemainnya untuk mengambil posisi terbaik menurut si pemain. Sering ditemui, bek sayap dan ketiga gelandang melibatkan diri dan meng-overload dua lini pertama (belakang dan tengah) Real Madrid. Dalam build-up ini pula, karena pendekatan vertikal dan orientasi sayap yang disebutkan di atas, membuat Sergio Ramos dan kawan-kawan sering langsung melepaskan umpan jauh ke lini akhir atau ke sisi sayap.

Di menit ke-6, terlihat jelas contoh dari pendekatan serangan Real. Keylor Navas langsung memainkan bola ke Marcelo untuk kemudian diarahkan kepada Isco yang bergeser ke sayap kiri di sepertiga tengah (bola dipotong oleh pemain Atleti).

Perhatikan, sisi halfspace yang berada di dekat Isco dan area tengah. Tidak ada pemain Real Madrid di sana. Kalau pun Isco saat itu berhasil mengontrol umpan Marcelo, satu hal sudah jelas, tidak ada koneksi (pemain) yang membantu Isco mengalirkan progresi bola ke depan bila pemain-pemain tuan rumah berhasil mengurungnya.

Di menit ke-10, berawal dari keberhasilan tiga pemain Atletico memotong umpan pendek satu sentuhan Ronaldo ke Benzema, tuan rumah mendapatkan tendangan sudut dan menciptakan gol pertama. Gol ini, terutama dalam prosesnya, sangat mencerminkan apa yang menjadi ciri kedua tim.

Pertama, Navas berusaha melepaskan umpan jauh langsung menjangkau lini depan (vertikal). Umpannya gagal, karena kiper Real tersebut terpeleset. Kedua, setelah Luka Modric sukses me-recovery (mendapatkan bola liar), segera terlihat arah serang diarahkan langsung ke sayap (orientasi sayap dan secepatnya menjangkau lini depan), kepada Benzema.

Tuan rumah meresponnya dengan pressing yang compact, yang telah menjadi ciri mereka. Filipe Luis, Koke, dan Gabi menciptakan situasi 3 lawan 2 terhadap Benzema dan Ronaldo. Saul berjaga di area tengah sekaligus menjaga Modric. Carrasco berjaga di halfspace jauh dari bola. Dan, yang terakhir, Torres memblokir akses umpan balik ke nomor 6 Real.

Setelah bola berhasil direbut kembali, Atletico segera melakukan serangan. Begitu perhatiannya Simeone pada compactness, Atletico yang dilatihnya bisa dikatakan sebagai tim dengan compactness  di segala fase, baik fase serang maupun fase bertahan.

Perhatikan bentuk overload Atleti di sisi kanan Real berikut ini.

Overload Atletico di sisi kanan Real.

Ini merupakan salah satu model penetrasi tim tuan rumah ketika mereka berada di sepertiga akhir. Atletico akan meng-overload sisi di mana bola berada untuk kemudian masuk dari sisi yang sama. Bek sayap sisi jauh bertahan di lini belakang. Bek sayap hanya akan bergerak maju bila Atletico beralih ke sisi jauh. Serangan ini, seperti yang disebutkan di atas, menghasilkan tendangan sudut, yang berujung pada gol pertama oleh Saul Niguez.