Jika kamu hobi menonton film, pasti kamu tak asing dengan istilah “cameo”. Istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang kemunculannya hanya sementara dan tidak memengaruhi alur cerita. Namun seorang cameo dapat menjadi sorotan penonton melalui spesialisasi yang ia tunjukkan, meskipun hanya dalam tempo singkat.
Beberapa aktor papan atas, bahkan sebuah band pernah pernah mendapat peran cameo yang populer seperti Yayan Ruhian (Star Wars Episode VII), Sigur Ros (Game of Thrones), dan Hugh Jackman (X-Men: Apocalypse).
Sama seperti ketiganya, sebuah klub di London yang berlambang meriam pernah menghadirkan seorang cameo hebat. Ia begitu hebat dan banyak orang yang beranggapan bahwa ia merupakan titisan Patrick Vieira karena memiliki banyak kemiripan. Mulai dari postur tubuh, kewarganegaraan, gaya bermain, warna kulit, hingga minimnya jumlah rambut di kepala. Pemeran cameo itu bernama Abou Diaby.
Ada alasan kuat yang mendasari saya untuk menyebut Diaby lebih cocok sebagai cameo, bukan wonderkid gagal. Kalau saya bertanya, apa satu kata yang paling cocok mendeskripsikan Diaby? Saya sangat yakin sebagian besar responden akan menjawab “cedera”.
Riwayat cedera Diaby memang luar biasa panjang. Terhitung sejak mengalami patah engkel pada Mei 2006, Diaby telah cedera lebih dari 40 kali dan hampir seluruh bagian tubuhnya pernah merasakan cedera. Cedera lutut dan otot paha adalah yang paling sering menimpanya. Kabar baiknya, ia tidak pernah sekalipun absen akibat cedera tangan.
Kondisi Diaby yang rentan cedera memang sangat disayangkan. Selain karena usianya masih masih muda saat itu, Arsenal juga sangat membutuhkan jasanya di lapangan. Apabila Diaby ditakdirkan menjadi pemain yang tahan banting, mungkin saja jalan ceritanya akan berbeda.
Bicara tentang kehebatan Diaby, ini merupakan salah satu pertandingan terbaiknya ketika terbebas dari cedera.
Dalam video tersebut kamu bisa melihat Diaby beraksi bagaikan jenderal lapangan tengah Arsenal. Pembawaannya tenang, visinya bagus dalam membangun serangan, dan cerdas berkelit membebaskan diri dari tekanan lawan.
Tetapi kehadiran Diaby hanyalah sebatas cameo. Ia memang menetap sembilan musim di Arsenal namun hanya mencatatkan tak sampai 150 penampilan, sangat minim. Keberadaannya di Arsenal pun juga tidak banyak mengubah alur cerita tim asuhan Arsene Wenger.
Dalam kurun waktu 2006 hingga 2015 Diaby berseragam London merah, Arsenal seperti biasa gagal di Liga Primer Inggris dan hancur di Liga Champions. Beruntung mereka mendapat dua piala FA dan dua Communitiy Shield, itupun tidak ada nama Diaby dalam susunan pemain.
Namun dari kemunculan singkatnya di lini tengah The Gunners, publik langsung dapat mengenali sosok itu sebagai Diaby karena spesialisasinya. Kepala plontos, berlari dengan kaki panjangnya, mengkreasi peluang, aksi olah bola memukau, terjatuh kesakitan, dan cedera lagi. Diaby memerankan cameo dengan sangat baik.
Tepat pada hari ini Diaby merayakan hari ulang tahunnya yang ke-31 dan semesta sepertinya ikut senang merayakan hari jadi pria kelahiran Prancis ini. Ia telah sembuh dari cedera engkel dan diperbolehkan berlatih kembali bersama Marseille, klubnya saat ini. Tentu saja ini merupakan kado yang indah karena sudah tujuh bulan lamanya Diaby menepi dari lapangan hijau.
Di usianya yang sudah kepala tiga dan cedera yang terus menghantuinya tiap hari, Diaby tetap tabah dan mencoba menata ulang kariernya sedikit demi sedikit. Dan berkat semua jerih payahnya selama ini, Diaby patut kita apresiasi sebagai cameo terbaik yang pernah dimiliki Arsenal.
Semoga suatu saat nanti Diaby berkenan melanjutkan kariernya di Indonesia sebagai marquee player, agar kita semua dapat melihat langsung makhluk dongeng Emirates Stadium ini di stadion-stadion tanah air.
Bon anniversaire, Abou!
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.