Kolom

Puncak Karier ‘Don Raul Garcia’ di Basque

Pencinta La Liga pasti tidak asing dengan nama Raul Garcia. Pemain kelahiran 11 Juli 1986 ini cukup lama menjadi andalan pelatih Diego Simeone di Atletico Madrid. Namun, ternyata di Athletic Bilbao-lah Raul Garcia Escudero dianggap signifikan sebagai seorang jenderal lapangan tengah.

Dua musim terakhir, Athletic Bilbao memang kembali menjadi klub yang disegani di La Liga. Selepas memenangi Piala Super Spanyol 2015 dengan menggasak Barcelona lewat skor agregat 5-1, pelatih Ernesto Valverde memutuskan untuk memperkuat lini tengahnya agar Los Leones bisa serius bersaing di papan atas.

Namun, seperti yang kita ketahui, Athletic Bilbao tak bisa sembarangan membeli pemain. Sejak pertama kali berdiri, klub kebanggaan wilayah Euskadi (Basque) ini memang memegang teguh prinsip mereka, hanya akan mengontrak pemain asal Basque, atau minimal memiliki garis keturunan Basque. Pilihan Valverde jatuh kepada Garcia, mengingat sang pemain lahir dan besar di Pamplona, Navarra, yang masih bertetangga dengan Basque.

Pada saat itu, sosok Garcia memang jarang menjadi sorotan seperti rekan-rekan setimnya yang lain di Atletico Madrid seperti Koke atau Arda Turan, misalnya. Kiprahnya juga seringkali dimulai dari bangku cadangan. Meski demikian, pendukung Atleti sendiri menganggap pemain bertinggi badan 184 sentimeter ini sebagai cult hero. Salah satu kontribusi pentingnya adalah mencetak gol penyama kedudukan ke gawang Real Madrid di menit ke-88 Piala Super Spanyol 2014.

Garcia lahir di Pamplona dan mengawali karier di klub kota kelahirannya tersebut, Osasuna. Hanya semusim bermain di tim B, dirinya langsung menjadi bagian dari sejarah klub tersebut di akhir musim 2005/2006.

Di musim tersebut, Los Rojillos sukses menduduki peringkat 4 La Liga sekaligus lolos ke penyisihan Liga Champions. Sayangnya, kesempatan tampil di kasta tertinggi kompetisi antarklub Eropa tersebut dibuyarkan oleh klub Jerman, Hamburg SV. Meski demikian, Garcia dan kawan-kawan sukses menembus semifinal Piala UEFA (sekarang Liga Europa) musim 2006/2007.

Terkesan dengan penampilan Garcia muda, Atletico Madrid langsung meminang gelandang multi-posisi tersebut dari Osasuna dengan biaya transfer 13 juta euro. Di Atleti, Garcia bereuni dengan pelatih asal Meksiko, Javier Aguirre, yang dulu berjasa memberinya debut di tim utama Osasuna.

Dua musim berjalan lancar dan pemain ini selalu memperoleh posisi di tim utama Atleti, sampai akhirnya Tiago Mendes datang dan ia harus berbagi kesempatan bermain dengan dengan pemain Portugal tersebut. Meski demikian, Garcia terlibat di tiga final penting Atleti di tahun 2010, yaitu Liga Europa melawan Fulham, Copa del Rey melawan Sevilla, dan Piala Super Eropa melawan Inter Milan.

Keberhasilan menjuarai Liga Europa dan Piala Super Eropa di tahun 2010 diulangi Atletico di bawah kepemimpinan Diego Simeone di tahun 2012, tetapi kali ini tanpa Garcia. Frustrasi karena sering dibangkucadangkan, ia menerima tawaran dari klub lamanya, Osasuna, yang meminjamnya selama satu musim.

Sukses mencetak 11 gol dalam semusim dan membawa klub kecil seperti Osasuna finis di urutan 7 klasemen akhir La Liga 2011/2012, Atleti akhirnya memberi kesempatan kedua kepada Garcia. Meski tidak juga mendapat posisi permanen, tapi kehadirannya menjadi pelapis yang mumpuni bagi Koke, Arda Turan dan Gabi serta kadang bergiliran tampil dengan Arda Turan atau Mario Suarez.

Kemampuannya bermain di banyak posisi menjadikannya favorit Diego Simeone. Nama Raul Garcia mungkin tidak ada di starting eleven Atleti, tapi kehadirannya di bench cadangan wajib hukumnya. Lalu, dalam beberapa kesempatan di kurun waktu 2013 hingga 2015, ia akan mempertunjukkan penampilan cameo dari bangku cadangan yang pantas dikenang. Tak jarang ia mencetak gol sebagai pemain pengganti.

Atas aksi-aksinya itu, memang tidak salah jika menyebut Raul Garcia sebagai supersub Atleti. Ia juga cukup pantas dihargai dan dikenang dalam posisi yang terhormat. Nama Garcia akan dikenang dalam waktu lama oleh para suporter Atletico Madrid, karena pemain bernomor punggung 8 ini sudah mencetak sejarah dengan melampaui rekor Luis Aragones sebagai pemain Atleti dengan jumlah penampilan terbanyak di Liga Champions. Di samping itu, ia menjadi bagian skuat Atleti yang menjuarai La Liga di pertengahan 2014 lalu dengan sumbangan 9 golnya.

Pelatih tim nasional Spanyol terdahulu, Vicente del Bosque, juga telah menghadiahinya debut di tim nasional Spanyol pada bulan September 2014 untuk pertandingan persahabatan melawan Prancis. Sayang, dengan semakin banyaknya gelandang berbakat La Roja, nama Garcia seakan terlupakan.

Maka, tawaran Valverde pada bulan Agustus 2015 lalu menjadi angin segar bagi Garcia. Sampai sekarang, ia tak tergantikan di lini tengah Athletic Bilbao, kesempatan yang jarang diperolehnya di Atletico. Entah karena memperoleh tim yang tepat untuk menyalurkan nasionalisme Basque-nya, dua musim terakhir bisa dibilang menjadi musim terbaik bagi lulusan akademi Osasuna ini.

Di sepanjang musim 2016/2017, Garcia ttelah mencetak 8 gol dan 3 asis. Menariknya, lima gol yang dicetaknya di lima pertandingan terakhir menghasilkan kemenangan bagi Athletic Bilbao. Dua gol terakhir adalah pembuka kemenangan ke gawang tuan rumah Real Sociedad pada pekan ke-27 dan gol penentu kemenangan di menit 90 ke gawang tuan rumah Eibar pada pekan ke-33.

Bukan hanya lihai mencetak gol dan menciptakan peluang, pemain bernomor punggung 22 ini juga merupakan tipikal petarung yang meledak-ledak. Total 11 kartu kuning sudah diterimanya hingga pekan ke-33, akhir April 2017.

Tapi Garcia belum pernah diganjar kartu merah di sepanjang musim ini, menandakan emosinya di lapangan tak sampai merugikan tim. Semangat juang Garcia memang dibutuhkan oleh Los Leones untuk mengejar satu jatah tiket ke Eropa di akhir musim ini.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.