Kabar menghebohkan hadir dari tim pemilik empat gelar juara liga, Persipura Jayapura. Hanya selang beberapa jam saja sebelum bermain di laga perdana mereka di Go-Jek Traveloka Liga 1 (GT Liga 1), tim berjuluk Mutiara Hitam tersebut resmi melepas pelatih Alfredo Vera yang mengantarkan tim menjadi kampiun di kompetisi reguler pengganti Liga, Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 lalu. Liestiadi kemudian dipilih sebagai suksesor oleh manajemen Persipura.
Harus diakui jika dilepasnya Vera merupakan sebuah kejutan. Soal kesuksesan menjadi juara TSC tentu menjadi bahan pertimbangan besar. Terlebih lagi dalam sejarahnya, Persipura selalu tampil oke ketika mereka ditangani oleh juru taktik asal Brasil.
Jacksen F. Tiago dan Vera merupakan contoh terbaik karena keduanya mampu membawa tim ke tangga juara. Lalu, bagaimana Persipura ketika ditangani oleh pelatih lokal?
Jafri Sastra adalah contoh paling termutakhir. Sukses bersama Mitra Kukar dan berhasil mengembangkan bakat-bakat muda di tersebut, Jafri bisa dibilang tidak terlalu berhasil ketika menangani Persipura. Di tangan pelatih asal Minang tersebut penampilan Boaz Solossa dan kawan-kawan tidak terlalu bertaji. Terperosok ke papan tengah, Alfredo Vera kemudian datang sebagai juru selamat. Dan bahkan membawa tim menjadi juara di TSC lalu.
Tercatat sejak awal milenium baru, Persipura dan pelatih lokal seakan tidak berjodoh di jalan yang baik. Kebanyakan justru gagal menunjukan magisnya padahal datang ke tanah Papua dengan curriculum vitae (CV) yang mentereng.
Mulai dari pelatih legendaries, Tumpak Sihite, yang menangani Persipura pada tahun 2001. Datuk Sihite hanya mampu membawa Persipura ke posisi delapan klasemen akhir Wilayah Timur. Penerusnya Sihite, Rudy Keltjes dan Yadi Suryata pun tidak terlalu bernasib baik.
Pada tahun 2005 mereka kemudian mengontrak Rahmad Darmawan yang sukses membuat Persikota Tangerang menjadi tim kuda hitam yang menyulitkan. Bersama Rahmad, Persipura sukses meraih gelar juara nasional perdana mereka.
Pada musim tersebut pun bisa dibilang menjadi titik awal superioritas Persipura di kancah sepak bola nasional. Hingga saat ini, Rahmad Darmawan bisa dibilang merupakan pelatih lokal yang paling sukses di Persipura.
Setelah era Rahmad Darmawan, Persipura kemudian lebih banyak ditangani oleh pelatih asing. Jacksen dan Lessa merupakan perwakilan asal Brasil. Mereka juga sempat ditangani oleh pelatih asal Malaysia yaitu Irfan Bakti Abu Salim dan Raja Isa. Sementara itu pelatih lokal seperti Mettu Duaramuri dan Yusak Susanto hanya berperan sebagai caretaker saja.
Bagaimana dengan Liestiadi?
Liestiadi mendarat di Jayapura dengan CV yang mentereng. Menjadi bagian dari masa emas PSMS Medan di milenium baru, kemudian merupakan tangan kanan Robert Rene Alberts ketika Arema Malang menjadi juara nasional pada tahun 2010. Ditambah lagi sebagai pekerjaan sebagai asisten pelatih tim nasional usia muda selama tiga tahun tentu membuat CV Liestiadi semakin mentereng.
Meskipun punya banyak pengalaman sebagai asisten pelatih, pengalaman Liestiadi sebagai pelatih tidak terlalu banyak. Ia memang sempat membuat Persegres tampil baik di TSC lalu meskipun kemudian dipecat karena penampilan tim merosot. Pengalaman lain adalah ketika ia menangani Persiba Balikpapan di Liga Super 2014.
Liestiadi memang punya pengalaman dan rekor kerja yang cukup baik. Tetapi menangani Persipura bukan sekadar memaksimalkan bakat-bakat terbaik sepak bola Papua.
Melatih tim besar di sepak bola Indonesia mesti ada penanganan khusus. Ekspektasi muncul dari berbagai penjuru. Apalagi yang kini ditangani Liestiadi adalah tim yang mendapatkan rasa hormat besar dari seluruh negeri. Tim yang masih dianggap terkuat bahkan ada di level yang berbeda ketimbang tim lain yang ada di kancah sepak bola Indonesia.
Harapannya tentu Liestiadi bisa mengikuti sukses patronnya, Rahmad Darmawan, yang mampu membawa Persipura Jayapura menjadi yang terbaik. Penggemar Persipura tentu berharap di tangan Liestiadi tim tidak akan karam seperti biasanya ketika mereka ditangani oleh pelatih-pelatih lokal.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia