“Memperbolehkan pergantian pemain sebanyak lima kali”, begitulah salah satu isi regulasi anyar yang dibuat PSSI menyongsong diselenggarakannya liga resmi bertajuk Go-Jek Traveloka Liga 1. Di tengah semarak pencinta sepak bola menyoal kepastian adanya kompetisi resmi usai vakum akibat sanksi FIFA beberapa waktu lalu, hal ini tentu menimbulkan sebuah pertanyaan besar.
Mengapa PSSI sampai harus mengeluarkan regulasi ini?
Pasalnya dalam aturan yang dibuat FIFA serta tercantum dalam Laws of The Game, batas maksimal jumlah pergantian pemain di sebuah kompetisi resmi dalam naungan FIFA, konfederasi (seperti AFC, CAF, UEFA dan lain-lain) serta anggota asosiasi (layaknya FIGC, JFA maupun PSSI) hanyalah tiga kali per partai.
Beberapa tahun ini, wacana tentang perlunya menambah jumlah pergantian pemain di sebuah pertandingan sepak bola memang cukup santer terdengar. Salah satu sosok yang menganggap hal tersebut perlu dilakukan adalah pelatih tim nasional Jerman, Joachim Loew.
Pelatih dengan pembawaan kalem tersebut menyatakan bila pada periode tertentu, penambahan jumlah pergantian pemain akan sangat dibutuhkan. Khususnya di turnamen-turnamen akbar yang bakal menguras tenaga.
Di saat hal tersebut masih terus digodok dan dievaluasi lebih lanjut, PSSI secara mengejutkan malah mendahului FIFA dalam penerapan aturan serupa. Entah memperoleh wahyu dari siapa atau ilham dari mana yang membuat PSSI berani menabrak aturan tersebut. Dan seperti biasa, menyikapi hal itu, merebaklah pro dan kontra di kalangan pencinta sepak bola tanah air.
Pihak yang pro menganggap bahwa jumlah pergantian pemain yang bertambah akan memudahkan seorang pelatih untuk melakukan penyesuaian strategi dalam suatu laga. Apalagi saat timnya tengah dalam situasi pelik, ada salah satu penggawanya yang terkena kartu merah atau cedera sehingga tak bisa lagi bertanding, misalnya. Dengan jumlah pergantian yang bertambah, maka para pelatih akan bisa menekan kerugian yang diderita timnya.
Lebih lanjut, mereka merasa jika pelatih mendapat keistimewaan semacam ini tentu saja jalannya laga bisa menjadi lebih seru sehingga makin asyik untuk disaksikan.
Di sisi seberang, mereka yang kontra dengan regulasi ini menyebut jika PSSI telah melakukan kesalahan karena menabrak aturan resmi FIFA menyoal kompetisi resmi yang dihelat di negara anggotanya, khususnya kompetisi di level tertinggi suatu negara.
Sebagai tambahan, pihak yang kontra menganggap hal ini malah akan mengebiri kualitas Go-Jek Traveloka Liga 1 secara keseluruhan serta perkembangan pemain-pemain muda yang mentas di situ. Mari tengok regulasi anyar yang disarikan dari akun @FootballAsianID berikut ini.
Regulasi #Liga1
•Pergantian pemain 5x
•No Water Break
•20 pemain di DSP.
•3 pemain u-23 wajib starter
•Max. 2 pemain diatas 35th (Lokal)— Asian Football (@FootballAsianID) March 29, 2017
Dalam regulasi terbaru yang mereka keluarkan, PSSI meminta para peserta Go-Jek Traveloka Liga 1 untuk wajib menurunkan tiga penggawa U-23 di starting eleven-nya. Namun dengan bertambahnya jumlah pergantian pemain, kans anak-anak muda ini untuk mencicipi atmosfer laga sembari mencari pengalaman pun bisa dipastikan berkurang. Paling bagus, mereka hanya akan turun selama satu babak.
Setelah itu, para pemain utama yang tak bisa dimainkan sejak awal akan mulai dimasukkan oleh sang pelatih satu demi satu agar tim yang diasuhnya bisa tampil lebih menggigit. Jujur saja, bagi saya pribadi, regulasi penambahan jumlah substitusi pemain ini kontradiktif dengan upaya PSSI meminta setiap tim untuk menurunkan tiga penggawa U-23 di setiap laga guna membantu perkembangan pemain muda di Indonesia.
Saya pun kembali teringat akan menjamurnya turnamen di negeri ini selama 2015-2016 kemarin seperti Piala Presiden, Piala Jenderal Sudirman, Piala Bhayangkara. Banyaknya turnamen sepak bola yang diselenggarakan merupakan akibat dari sanksi FIFA yang dijatuhkan kepada PSSI. Akibatnya, federasi sepak bola nasional tersebut tak bisa menghelat kompetisi resmi.
Salah satu regulasi ajaib yang dikeluarkan oleh penyelenggara ketika itu adalah diterapkannya water break. Secara harfiah, water break merupakan jeda pertandingan yang terjadi di tengah berlangsungnya laga untuk memberi kesempatan para pemain menenggak air minum. Akan tetapi, perlu diingat juga bila regulasi ini hanya bisa diterapkan saat suatu laga dimainkan di cuaca yang terlalu panas, di atas 32 derajat Celsius. Jeda itu sendiri berlangsung selama kurang lebih tiga menit.
Uniknya, selama penyelenggaraan sejumlah turnamen di atas, fungsi dari water break tidaklah murni karena pertandingan dimainkan di cuaca yang amat panas. Ketika laga diguyur hujan deras atau dimainkan malam hari pun water break tetap diberlakukan. Sungguh lucu, bukan?
Lebih konyol lagi, selama penyelenggaraan turnamen itu selalu muncul pariwara dari pemegang hak siar di kala water break. Kondisi itu membuat publik meyakini jika water break adalah sesuatu yang diada-adakan demi pundi-pundi rupiah, bukan karena kebutuhan para pemain yang berlaga. Sialnya, tak ada yang bisa memprotes hal tersebut lantaran turnamen-turnamen itu bukanlah ajang resmi garapan PSSI.
Pikiran nakal saya pun muncul, barangkali jika tak ada ketentuan ketat dari FIFA menyoal water break, PSSI bisa saja menerapkan hal serupa di Go-Jek Traveloka Liga 1 musim ini.
Kontroversi macam ini sungguh kurang pas rasanya muncul disaat kepengurusan PSSI yang baru ingin menghapus dosa-dosa pendahulu mereka di masa lampau dan menyelenggarakan kompetisi resmi yang bersih serta lebih baik. Apa yang tengah bergejolak justru bisa menimbulkan antipati publik lantaran PSSI tak sungguh-sungguh ingin berubah dan menghentikan kebiasannya ‘melawak’.
Sebab penikmat sepak bola nasional masa kini pun jauh lebih kritis dibanding dahulu, terlebih urusan regulasi resmi buatan FIFA yang memang mudah dibaca dan diunduh via internet. Sejatinya, PSSI tak bisa seenaknya dalam membuat regulasi karena semuanya harus tetap mengacu pada apa yang ditentukan FIFA.
Maka PSSI jangan bosan bila terus dikritik oleh publik pencinta sepak bola. Karena kami, pencinta sepak bola nasional, tahu, Pak. Bukan kami tak tahu.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional