Klub berkostum biru ini sempat merasakan gelar juara Perserikatan di tahun 1987, menjadi kampiun Divisi 1 Liga Indonesia 2001, dan mengangkat trofi juara Divisi Utama musim 1998/1999. Namun kisah heroik mereka terjadi di tahun 2006 kala menjadi runner-up Divisi Utama.
PSIS mengalami masa keemasan di tahun 2005 dan 2006. Setelah meraih peringkat ketiga di Liga Indonesia 2005, PSIS sukses menembus final Liga Indonesia 2006. Bermain di Stadion Manahan, Solo, di bawah tatapan 25.000 lebih pasang mata di dalam stadion, PSIS gagal mempersembahkan gelar juara meskipun bermain di stadion yang terletak di provinsi mereka sendiri.
Pertandingan berlangsung sengit sejak menit pertama. PSIS kala itu diperkuat dream team mereka. I Komang Putra di bawah mistar gawang, trio Maman Abdurrahman, Fofe Kamara dan Zoubairou kokoh menjaga lini belakang, didukung kecepatan M. Ridwan dan Hary Salisbury di kedua sayap. Di lini tengah, kreativitas Gustavo Hernan Ortiz dan Miguel Angel Dominguez selalu siap melayani Emanuel De Porras yang haus gol di lini depan.
Sementara itu, skuat Persik Kediri, sang lawan, juga tak kalah mentereng dengan duet Cristian Gonzales dan Budi Sudarsono di lini depan. Didukung dengan dinamo lini tengah mereka, Danilo Fernando dan Ebi Sukore, partai final Liga Indonesia 2006 tak diragukan lagi adalah partai bertabur bintang.
Bermain imbang 0-0 selama waktu normal, PSIS akhirnya harus mengakui keunggulan Persik melalui gol tunggal Cristian Gonzales di menit ke-107. Gonzales yang lepas dari pengawalan Zoubairou berhasil menanduk bola untuk merobek gawang I Komang Putra, memanfaatkan umpan silang Ebi Sukore di sisi kiri pertahanan PSIS. Mimpi rakyat Jawa Tengah menyaksikan tim ibu kota mereka berjaya di provinsi sendiri pupus sudah.
Pada saat itu, sebenarnya PSIS tidak diperhitungkan dapat melaju hingga babak final. Namun skuat arahan Bonggo Pribadi berhasil membalikkan prediksi publik dengan menyingkirkan tim-tim favorit. Sekadar info tambahan, di pertengahan musim 2006, PSIS mengganti pelatih kepala Sutan Harhara dengan asistennya, Bonggo Pribadi.
Di babak reguler Wilayah Satu, PSIS finis di peringkat ketiga dibawah Arema Malang dan Persija Jakarta. Posisi tersebut membawa PSIS tergabung di Grup Barat babak 8 besar bersama Persik Kediri, Arema Malang, dan Persiba Balikpapan. Di partai pembuka, PSIS berhasil mengalahkan Arema dengan skor 1-0 lewat gol tunggal Gustavo Hernan Ortiz. Di laga kedua, PSIS takluk 1-3 di tangan Persik Kediri. Saat membutuhkan kemenangan di laga ketiga agar dapat lolos ke babak semifinal, Ortiz kembali menjadi pahlawan melalui gol penaltinya saat melawan Persiba Balikpapan.
Di babak semifinal, PSIS mendapat lawan berat, Persekabpas Pasuruan. Persekabpas 2006 adalah tim kuda hitam yang sangat kuat berkat adanya Zah Rahan Krangar dan Siswanto, juga pelatih Subangkit, yang kemudian menjadi sensasi tersendiri di sepak bola nasional. PSIS kembali memenangkan pertandingan dengan skor 1-0. Imral Usman menjadi pahlawan tim dengan golnya di menit ke-10. Padahal, Persekabpas selalu mengalahkan PSIS baik di laga kandang dan tandang di babak reguler.
Di akhir cerita, meski gagal menjadi kampiun, penghargaan Pemain Terbaik jatuh kepada bek klub Kota Lumpia tersebut yang diraih Maman Abdurrahman. Berkat penampilannya saat itu, karier Maman pun melonjak hingga memperkuat tim nasional.
Akan tetapi, PSIS justru mengalami nasib yang berbeda dengan Maman. Sepeninggal De Porras dan kebijakan baru PSSI yang menetapkan bahwa klub sepak bola profesional tidak boleh didanai APBD, PSIS kesulitan mendatangkan pemain bintang. Mereka justru harus kehilangan pilar utama seperti M. Ridwan, Khusnul Yakin, dan Maman Abdurrahman. Datangnya Julio Lopez untuk menggantikan De Porras tidak berpengaruh banyak dalam tim. Bahkan PSIS sempat terkena kasus sepak bola gajah bersama PSS Sleman.
Musim ini, Laskar Mahesa Jenar akan berlaga di Liga 2. Apabila PSIS dapat meraih tiket promosi ke Liga 1 musim depan bersama tim tradisional lain seperti PSMS Medan, Persebaya Surabaya, dan Persita Tangerang, tentu akan menjadi nostalgia indah terulangnya memori klasik sepak bola Indonesia di masa lampau.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.