Sulawesi Selatan sejak lama terkenal sebagai produsen gelandang-gelandang hebat. Mulai dari era klasik yaitu Rasyid Dahlan si Roda Gila, almarhum Ronny Pattinasarany, kemudian berlanjut ke era Syamsul Chaeruddin, hingga generasi terkini yang diisi oleh Rasyid Bakri dan Asnawi Mangkualam. Tetapi tanah Bugis ini juga sempat memproduksi penyerang berkualitas, yaitu Ramang yang legendaris.
Ramang bukan hanya tersohor di Sulawesi Selatan dan klub PSM Makassar saja. Kehebatan Ramang sudah melegenda hingga ke seluruh pelosok Indonesia. Ramang adalah bagian penting dari generasi yang masih dianggap terbaik dalam sejarah sepak bola Indonesia. Salah satunya adalah karena berhasil menahan imbang Uni Soviet pada pertandingan Pra-Olimpiade Melbourne 1956. Padahal kala itu Uni Soviet merupakan salah satu poros kekuatan sepak bola dunia.
Karena produksi gelandang nyatanya tidak pernah habis dari masa ke masa, maka mencari suksesor Ramang adalah sesuatu yang sangat penting bagi publik Sulawesi Selatan, terutama PSM Makassar sebagai klub yang menjadi representasi provinsi yang kaya akan mineral tersebut. Dan pada awal milenium baru lalu, mereka sempat menemukan sosok yang tampaknya akan sesuai sebagai penerus Ramang.
Ahmad Amiruddin lahir ketika Ramang berada di senja karier sepak bolanya. Lahir di Bone, pada 3 Oktober 1982, Amir, begitu ia disapa, sudah terkenal sebagai penyerang hebat sejak muda. Karier kemudian membimbingnya menuju tim PSM usia muda. Sempat dipanggil untuk memperkuat tim Pra-PON Sulawesi Selatan yang akan berlaga di PON 2004 Sumatera Selatan, Amir kemudian tidak lolos tahap akhir. Meskipun demikian, karena tampil apik di tim Pra-PON ia berhasil promosi ke tim senior kesebelasan berjuluk Juku Eja tersebut.
Dua musim perdananya di PSM senior, Amir lebih banyak bermain sebagai pelapis dari penyerang tajam, Cristian Gonzales. Amir baru berhasil mencetak gol perdananya untuk PSM senior di musim kedua sejak ia promosi dari tim muda. Ia berhasil mencetak satu gol dari kemenangan PSM atas Persijap Jepara pada 13 April 2005.
Seterusnya Amir banyak mencetak gol, di musim terakhir Liga Indonesia tahun 2016 adalah waktu terbaiknya. Ia mencetak 13 gol hingga menggenapkan total golnya untuk PSM Makassar menjadi 17 gol. Karena capaian itulah ia dipanggil oleh Timnas Indonesia beberapa kali, yaitu di Piala Merdeka 2006. Amir juga termasuk ke dalam daftar pemain cadangan skuat Indonesia yang berlaga di Piala Asia 2007.
Sayang setelahnya Amir sempat berada di titik nadir. Lebih sering menjadi pelapis penyerang asing, kedatangan pelatih baru, Rudi Minkovksi semakin mempersulit posisi dirinya. Apalagi sang pelatih secara gamblang menyebutkan bahwa permainan Amir tidak sesuai dengan skema milik pelatih asal Bulgaria tersebut. Amir kemudian menepi ke Persiram Raja Ampat selama musim 2009/2010.
Di tanah Papua, Amir bermain cukup baik. Dari 12 pertandingan ia berhasil menyarangkan empat gol. Musim selanjutnya Arema yang berusaha mengulangi kesuksesan menjadi juara nasional pada tahun 2010 merekrut kemudian merekrut Amir atas rekomendasi dari dua pemain lain asal Makassar, Zulkifli Syukur dan Hendra Ridwan. Plus tambahan pendapat dari pelatih legendaris PSM yang juga sempat menjadi asisten pelatih tim nasional, Syamsudin Umar.
Di Malang, Amir tampil baik meskipun lebih sering masuk sebagai pemain pengganti bagi penyerang utama, Noh Alam Shah. Total selama tiga tahun, termasuk ketika klub terbagi karena adanya dualisme, Amir berhasil mencetak 15 gol. Ia juga berkontribusi membawa Arema menjadi runner-up Liga Super pada tahun 2011, dan membawa tim melaju ke perempatfinal Piala AFC pada tahun 2012.
Lepas dari Arema pada tahun 2013, Amir kemudian berlabuh di Mitra Kukar sebagai pelabuhan terakhir kariernya yang penuh dengan petualangan. Di Tenggarong, Amir tidak mempermasalahkan meskipun harus mengikuti seleksi seperti normalnya perekrutan pemain di Indonesia. Padahal curriculum vitae Amir tentu membuat ia bukanlah tipe pemain yang mesti ikut seleksi untuk dikontrak.
Musim perdananya dilalui dengan cukup baik sebagai penyerang senior. Dari delapan pertandingan, ia berhasil menyarangkan dua gol. Apalagi selama delapan pertandingan tersebut, ia lebih sering masuk sebagai pemain pengganti. Raga yang sudah mulai uzur tidak bisa berbohong lagi. Amir yang dikenal sebagai penyerang tajam dan lincah sudah mulai lamban. Ia memang masih tercatat sebagai penggawa Mitra hingga dua musim selanjutnya, tetapi ia sama sekali jarang turun di partai resmi, dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengajari para penyerang muda Mitra seperti Yogi Rahadian.
Selepas karier yang dengan penuh petualangan dari tim ke tim yang lain, Amir kini menapaki perjalanan baru dalam kariernya. Sejak tahun 2015 lalu tercatat ia merupakan bagian dari staf kepelatihan Pusamania Borneo FC. Ia memangku jabatan asisten pelatih dari Ricky Nelson ketika tim asal Kalimantan Timur tersebut menurunkan tim cadangan mereka untuk berlaga di Piala Presiden 2017 lalu.
Amir mungkin akan terus bertualang seperti ketika ia masih bermain. Harapanya tentu suatu saat nanti Amir berlabuh kembali ke PSM Makassar sebagai pelatih utama. Karena rasanya sudah lama sekali sejak tim Juku Eja ditangani oleh putra daerah.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia