
Nama PSMS Medan sebagai kekuatan tradisional sepakbola Indonesia makin lama semakin menghilang gaungnya. Degradasi dari level kompetisi tertinggi, permasalahan finansial berkepanjangan dan dualisme kepengurusan yang sempat terjadi, membuat pemilik enam gelar juara Perserikatan ini seakan semakin terbenam.
Setelah masa-masa kejayaan di Perserikatan, PSMS sempat terbenam dan kembali bangkit pada tahun 2004 ketika mereka berlaga kembali di Divisi Utama setelah berhasil promosi dari Divisi Satu setahun sebelumnya. Berkaca kepada kejayaan pada masa lalu, tim Ayam Kinantan yang kala itu dilatih Sutan Harhara kemudian memaksimalkan para putra daerah sebagai tumpuan tim.
Anda yang hidup pada era tersebut mungkin akan langsung menyebut nama Saktiawan Sinaga atau Markus Haris Maulana sebagai putra daerah yang menjadi tumpuan utama PSMS di era baru. Tetapi sebenarnya sosok penting PSMS di era tersebut adalah pemain yang tak kalah hebat. Ia memang tidak akan mendapatkan sorotan seperti Saktiawan yang terkenal sebagai penyerang muda tajam, atau Markus yang selalu terbang untuk menyelamatkan gawang. Sosok tersebut adalah Mahyadi Panggabean.
Nama Mahyadi terkenal ketika berhasil mencetak satu-satunya gol Indonesia di partai final Piala Tiger (kini Piala AFF) tahun 2004 melawan Singapura. Sebuah eksekusi tendangan bebas yang berhasil menaklukkan kiper Singapura bertubuh raksasa, Lionel Lewis. Setelahnya, karier Mahyadi terus disorot.
Putra dari Mahadun Panggabean, seorang pesepak bola tarkam yang tersohor di Sibolga, Mahyadi berhasi melewati jenjang karier sang ayah. Meskipun sama-sama mengawali karier dari sepak bola tarkam, karier Mahyadi jauh lebih mulus. Bahkan, ia memperkuat tim kebanggaan masyarakat Sumatera Utara, PSMS Medan.
Baik ketika era Sutan Harhara maupun Fredy Mulli, Mahyadi kemudian menjadi kekuatan utama PSMS di posisi bek sayap kiri dalam skema 3-5-2. Kelincahan dan kehebatan kaki kiri Mahyadi menjadi kekuatan berbahaya PSMS kala itu. Ia tidak saja piawai mengirim umpan tetapi tendangan kerasnya juga membahayakan gawang lawan.
Mahyadi bersama PSMS mengalami masa-masa hebat. Menjadi tim yang ditakuti oleh seluruh penjuru negeri. Mahyadi juga berperan penting ketika PSMS berhasil menjuarai Piala Bang Yos tiga edisi beruntun. Apalagi sejak menerima ban kapten, nama Mahyadi semakin melekat dan seakan menjadi satu entitas dengan PSMS. PSMS adalah Mahyadi begitu pula sebaliknya. Dan setelahnya, antara sepak terjang PSMS dan karier Mahyadi seakan saling terkait.
Mahyadi kemudian hijrah dari PSMS setelah berhasil membawa Ayam Kinantan ke partai final Liga Indonesia pada tahun 2007. Mahyadi eksodus bersama Saktiawan, Markus, Legimin Raharjo, dan Usep Munandar ke Persik Kediri.
Harapan Mahyadi hijrah ke Jawa Timur tentu dengan harapan agar bisa meningkatkan kariernya ke jenjang yang lebih baik. Namun sayangnya Mahyadi dan tim bertabur bintang Persik kala itu tidak kunjung mencapai prestasi yang seperti diharapkan. Bahkan mereka terdegradasi ke Divisi Utama. Nasib serupa juga dialami oleh PSMS yang semusim sebelumnya sudah terbenam terlebih dahulu ke kompetisi kasta kedua sepak bola Indonesia.
Perbedaan jalan antara Mahyadi dan PSMS hanya terjadi ketika sang pemain memperkuat Sriwijaya FC. Sementara PSMS kesulitan untuk naik ke level tertinggi kompetisi, Mahyadi berhasil mengantarkan Sriwijaya meraih banyak trofi. Selama tiga musim ia berada di Palembang, Mahyadi mempersembahkan empat gelar juara yaitu, dua gelar Inter Island Cup, satu gelar Community Shield tahun 2010, dan tentunya yang paling fenomenal adalah gelar juara Liga Super pada tahun 2012.
Setelahnya, nasib keduanya kembali berada di persimpangan yang sama. Harus kalah saing dengan para pemain yang lebih muda seperti Muhammad Nasuha dan Tony Sucipto, Mahyadi kemudian kembali ke Jawa Timur untuk memperkuat Gresik United. Setelahnya, karier Mahyadi terus terbenam sama seperti PSMS yang mengalami dualisme kepengurusan dan hantaman finansial bertubi-tubi. Termutakhir, Mahyadi memperkuat Persik Kediri di Torabika Soccer Championship B tahun 2016 lalu.
Kini keduanya sedang mencoba kembali merajut sisa-sisa kejayaan yang dimiliki di masa lalu. Mahyadi bermain untuk tim Kalteng Putra bersama mantan-mantan bintang lain seperti Budi Sudarsono dan mantan rekannya di PSMS, Usep Munandar. Begitu pula PSMS Medan yang berupaya agar lekas bisa kembali berlaga di kompetisi tertinggi sepak bola Indonesia.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia