Meski antusiasme sepak bola tanah air kembali bergejolak, masih banyak pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan PSSI. Salah satunya adalah mengenai kejelasan Liga 2, kasta di bawah liga utama. Selain jadwal yang belum pasti, Liga 2 juga dinilai akan menghadirkan banyak masalah baru yang sebenarnya sudah familiar kita hadapi.
Jumlah 60 tim yang terlibat adalah angka yang fantastis untuk suatu sistem berformat liga. 60 tim yang ada nantinya hanya menyisakan 24 tim, sementara sisanya harus rela turun kasta ke Liga 3. Pertanyaannya: bagaimana memangkas 60 tim menjadi 24 kalau sistemnya saja belum jelas?
Untuk pembagian grup sendiri masih simpang siur. Ada sumber yang mengatakan nantinya kompetisi akan dibagi menjadi 8 grup, ada pula yang menyebut 10. Dan nantinya, tiga tim terbaik berhak promosi ke Liga 1. Tapi, itu masih abu-abu, belum memiliki kejelasan final.
Ketidakjelasan ini setidaknya telah membuat satu klub membubarkan diri. Awal Maret ini, Persinga Ngawi memutuskan untuk membubarkan tim dan memulangkan para pemainnya. Lewat sekretaris tim, Gembong Sukarno, mereka memutuskan mundur karena ketidakjelasan Liga 2.
“Semangat kami langsung kendur setelah tak ada kejelasan nasib kompetisi Liga 2. Padahal kami sudah sebulan menyiapkan tim dan mengontrak pelatih dan pemain.
“Kami sudah rancang dengan matang semua rencana itu. Kami tak tahu lagi, kapan agenda itu bisa dilaksanakan. Rasanya sia-sia kalau semua sudah ditata, tapi tak jelas muaranya,” kata Gembong seperti dilansir Bola.com (5/3).
Selain itu, format yang seolah megah ini akan menghasilkan banyak masalah. Akmal Marhali, pegiat #SaveOurSoccer menerangkannya secara gamblang di tulisannya yang berjudul “#SOS: Liga 2 Sangat Rawan Masalah”.
Keberanian PSSI menyertakan begitu banyak klub akan menyemarakkan lagi banyak praktik yang rentan menyalahi peraturan dan statuta FIFA. Padahal sanksi dari FIFA masih segar dalam ingatan.
“Daripada PSSI memaksakan diri melibatkan 60 peserta, lebih baik dilakukan verifikasi baik aspek legal, infrastruktur, finansial, supporting, dan sumber daya manusia (SDM). Klub yang tak memenuhi syarat harus harus berbesar hati tak ambil bagian. Ini kompetisi profesional, bukan tarkam,” kata Akmal.
Selain itu, yang disoroti Akmal adalah bagaimana nantinya akan banyak praktik jual-beli lisensi klub. Hal tersebut sebenarnya dilarang. Klub hanya boleh berpindahtangan lewat jual-beli saham. Belum dimulai saja, saat ini tercatat ada enam klub yang berganti pemilik lewat cara ini, termasuk 757 Kepri FC.
Jual-beli lisensi klub akan kembali terjadi saat klub-klub yang ada di Liga 2 tersisih di akhir musim. Dari 60 klub, 36 lainnya akan terperosok ke Liga 3. Akmal menilai komposisi yang tidak proporsional ini rentan menyemarakkan praktik jual-beli pertandingan.
Klub-klub Liga 2 hanya akan mendapat bantuan dana sebesar 500 juta rupiah. Sementara klub Liga 1 mendapat bantuan yang jauh lebih tinggi senilai 7,5 milyar rupiah. Jumlah yang sangat timpang itu, Akmal nilai tidak akan cukup membantu keuangan klub-klub untuk mengarungi satu musim kompetisi.
Di balik kehebohan regulasi marquee player serta antusiasme tinggi pada berbagai laga uji coba yang terjadi, kita tidak boleh abai terhadap kesimpangsiuran ini. Anehnya, PSSI sudah berjani untuk menyampaikan jadwal kompetisi kepada klub-klub Liga 2 pada 16 Maret. Kita semua tahu hal tersebut tidak terlaksana dan kita pun masih menuntut bagaimana kejelasan Liga 2.
Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com