Halo! Anda pasti rindu pada tulisan-tulisan saya… atau mungkin saja tidak. Terlepas dari perasaan Anda yang sesungguhnya, saya kangen menulis apapun yang bukan jawaban soal ujian. Sedih memang, harus berpisah dari Anda semua karena ujian semester. Tapi artikel ini bukan tentang pergulatan seorang mahasiswa bernama Alicia dengan kalkulus, kimia, dan fisika, melainkan tentang pergulatan sebuah kesebelasan bernama Hertha Berlin dengan cinta.
Mungkin Anda menganggap Sebastian Langkamp dan Mitchell Weiser adalah cheater di Berlin dengan trik diving mereka yang spektakuler, tapi sebenarnya tidak begitu adanya. Hertha BSC sendiri juga seorang cheater pada tahun 1970-an, karena klub yang dijuluki Nyonya Tua ini memiliki hubungan dekat dengan tiga klub sekaligus. Laku benar, ya?
Well, sebelum kita masuk ke kisah cinta Hertha yang penuh drama, mari kita pahami dulu seperti apa ‘hubungan dekat’ tersebut.
***
Di sepak bola Jerman, hubungan dekat antarklub disebut Fanfreundschaft. Seperti namanya, Fanfreundschaft adalah persahabatan antara suporter dua kesebelasan atau lebih. Sebelum tahun 2000, persahabatan seperti ini dianut hampir semua suporter, tapi sayang, dewasa ini, terkadang hanya para ultras yang tahu.
Did you know kalau Liverpool FC dan Borussia Moenchengladbach bersahabat? Iya, Anda nggak salah baca! Liverpool dan Dortmund hanya dihubungkan oleh seorang Jurgen Klopp baru-baru ini, tapi Liverpool dan Gladbach mulai bersahabat saat suporter die Borussen menggalang dana untuk korban musibah Hillsborough dan diteruskan dengan mengunjungi stadion satu sama lain pada tahun-tahun berikutnya. Contoh lain yang terkenal di Jerman adalah Schalke 04 dan 1. FC Nuernberg, yang saya sebut sebagai ‘pasangan gelap’ di artikel beberapa waktu lalu di Football Tribe.
Kembali ke Hertha: Siapa duluan yang hatinya direbut oleh wanita cantik ini?
Jawabannya adalah 1. FC Union Berlin. Pada tahun 1963, Bundesliga disiarkan di kedua paruh Jerman untuk pertama kalinya. Suporter klub ibukota ini senang dengan keberadaan kesebelasan Berlin lain, Hertha, di kasta tertinggi liga sepak bola Jerman Barat.
Musim demi musim, suporter Union mendukung die Herthaner, bahkan ketika mereka diturunkan secara paksa ke Regionalliga Berlin (II) karena menyuap pemain….dan kesetiaan Eisern Union tidak berakhir di situ!
Berkebalikan dengan Dynamo Berlin yang di-backing kepala Stasi (polisi rahasia Jerman Timur), FC Union adalah klub rakyat yang suka memberontak. Bahkan sebuah majalah di sana mempopulerkan sebuah pepatah: Suporter Union tak semuanya musuh negara, tetapi setiap musuh negara adalah suporter Union.
Dan memang benar.
Dekade berikutnya, Union terus menantang maut demi cinta. Suporter Union menyanyikan chants dan memakai syal putih-biru kebangaan si Nyonya Tua. Bukan hanya itu, mereka pun berani menyemarakkan stadion Alte Foersterei dengan slogan-slogan persatuan, baik di Kurve maupun sebagai patch di jaket denim yang lagi ngetren pada masa itu, misalnya:
“Wir halten zusammen, uns kann nichts trennen, keine Mauer und kein Stacheldraht!”
(Kami tetap bersatu, bahkan tembok dan kawat berduri tak mampu memisahkan kami!)
“Hertha und Union – Eine Nation!”
(Hertha dan Union – satu bangsa!)
Cinta die Eisernen tak bertepuk sebelah tangan. Selama tahun 1970-an, suporter Hertha pun menyuarakan perasaan mereka yang menggebu-gebu (termasuk kebencian mereka terhadap Dynamo Berlin dan pemerintahan Jerman Timur yang opresif) dan dengan dibalut syal merah-putih ala FC Union, mereka mengirimkan majalah dan atribut dari dunia Barat seakan-akan Tembok Berlin hanya pos ronda.
Seiring waktu berjalan, mereka pun sering ‘berkencan’ di luar Jerman, setiap Hertha berkunjung ke negara Blok Timur untuk memperebutkan mahkota juara UEFA Cup (sekarang Liga Europa), Union selalu menyertai. Sungguh, hubungan mereka bagaikan pasangan backstreet yang lari dari mertua galak. Cucoks abis!
Eh, tunggu dulu! Hertha nggak hanya lari dari pengawasan ketat Stasi, tapi juga dari selingkuhannya… yap, pembaca tersayang, di akhir dasawarsa inilah Hertha bermain api dengan dua kesebelasan lain di Jerman Barat: FC Bayern dan Karlsruher SC (KSC).
Hertha, pembenci Schalke terbesar setelah Dortmund dan Bochum, mendekati FC Bayern yang anti-Nuernberg karena alasan klasik: the enemy of my enemy is my friend. Sayangnya, hubungan mereka tak bertahan lama karena hooligans yang mengatasnamakan Hertha, menyerang sekelompok suporter Bayern karena alasan yang sampai sekarang belum diketahui.
Bagaimana dengan KSC?
Hubungan mereka berawal pada tanggal 14 Agustus 1976, di matchday pertama Bundesliga musim 1976/1977, ketika Hertha berangkat ke Wildparkstadion di Baden-Wuerttemberg. Kontingen yang datang dari Berlin disambut dengan sangat baik di stasiun utama Karlsruhe, terbalik 180 derajat dari pesaing pada umumnya. Meskipun Hertha memenangkan pertandingan tersebut dengan skor 3-0, kedua belah suporter merayakannya.
Sebenarnya, secara teori, tak masalah kalau sebuah kesebelasan punya fan friendship dengan lebih dari satu klub, masalahnya justru ada di masing-masing suporter apabila ada event yang tabrakan. Seperti ketika malam Natal, jika Anda seorang Herthaner, Anda bisa memilih untuk menyebrangi Tembok Berlin untuk berpesta dengan suporter Union secara sembunyi-sembunyi, atau berkumpul bersama suporter Karlsruhe di selatan Jerman.
Kalau meninggalkan salah satunya, kok sepertinya jahat, ya?
Tapi kalau saya boleh jujur, Anda lebih aman berpesta jauh-jauh dari Berlin…karena pilihan pertama sangat berbahaya. Pada akhir tahun 1980-an, pemilik hotel yang menampung suporter Union dan Hertha di Jerman Timur tertangkap oleh Stasi dan hanya Tuhan yang tahu apa yang terjadi pada suporter yang merayakan hari Natal di sana…
Untungnya, lama-kelamaan, pemerintah Jerman Timur terpengaruh demokrasi liberal berkat media coverage yang menguasai Blok Barat yang kemudian membuat Stasi takut. Pada masa inilah Hertha dan Union akhirnya bisa berkencan dengan damai.
Persahabatan kedua klub meraih puncaknya tanggal 27 Januari 1990, pada pertandingan yang dikenal sebagai Reunification Match, harga tiket masuk pertandingan ini sangat murah (hanya 5 DM, mata uang kedua negara), dan lebih gilanya lagi, paspor Jerman Timur juga diterima sebagai tiket. Kandang Hertha BSC, Olympiastadion, dibanjiri 50 ribu suporter, dan itu pun hanya untuk suporter yang kebagian tempat!
Selama pertandingan, atmosfer di stadion sesak dengan cinta, rindu, sorak-sorai dan air mata bahagia, seolah-olah mereka bernyanyi, “separuh jiwaku sudah kembali”.
Malam itu, Berlin berpesta hingga matahari terbit.
Malam itu juga, Karlsruher SC mungkin sedang bermalam di gereja, memohon kepada dewa sepak bola di atas sana agar Hertha menjadi miliknya seorang, karena katanya, doa orang yang tersiksa akan dikabulkan. Kalau Karlsruhe benar-benar berdoa semalaman, well, ia berhasil, soalnya pertemuan kedua Hertha dan Union setelah runtuhnya Tembok Berlin hanya dihadiri empat ribu suporter. Tak lama kemudian, benih-benih permusuhan tumbuh di antara mereka…karena pada tahun 1991, Bernd Stange, mantan pelatih Hertha, terbuka kedoknya sebagai simpatisan Stasi.
Belum lagi datangnya suporter baru yang apatis karena tidak pernah merasakan sulitnya masa Perang Dingin, Schade. Sepertinya, persatuan kedua kesebelasan ini, Union dan Hertha, tergantung pada rasa senasib dan sependeritaan yang terjadi pada zaman itu.
Ketika mereka bertemu di 2. Bundesliga pada musim 2010/11 dan 2012/13, derbi Berlin adalah pertarungan panas sebab suporter dan media sama-sama ngomporin status Hertha sebagai Goliath, klub Barat yang hedonis dan hipster sedangkan Union sebagai David, klub rakyat dari Timur yang miskin dan proletar. Sungguh akhir yang menyedihkan bagi kisah cinta yang indah.
Karlsruhe sih senang-senang saja. Pertemuan KSC dan belahan jiwanya pada musim 2010/11 diawali dengan koreografi bersama pertama di sepak bola Jerman. Selain itu, stadium announcer juga memanggil nama pemain kedua tim sebelum pertandingan dimulai, so sweet, bukan? Bahkan lebih sweet daripada Augsburg yang selalu memutar anthem dari setiap tamu yang datang ke Schwabenstadion!
Serius deh, hubungan Karlsruhe dengan Hertha tak pernah bermasalah…bahkan ketika pemainnya hengkang ke Berlin dan bahkan ketika ia dibantai 6-2 setelah memimpin di kandang sendiri. Lucunya, suporter Karlsruhe bukannya mendukung timnya yang terus-terusan kebobolan, tapi justru chanting bareng tim lawan, ehem, maksud saya, tim kawan. Aduh, sumpah deh, mereka ini OTP (one true pairing) saya.
Karena alasan inilah, suporter setia klub asal Baden tersebut ingin cepat-cepat promosi ke Bundesliga. Kangen!
Ya, seperti kangennya saya pada Anda semua. Rasanya sudah lama sekali kita tak bersua…tapi jangan khawatir! Tak seperti Karlsruhe yang terjebak di zona degradasi 2. Bundesliga, saya akan terus di sini, seperti Hertha, tak selalu beruntung, tapi selalu berusaha. Jadi…sampai ketemu lagi di kemudian hari!
Auf Wiedersehen!
Author: Alicia Altamira (@freibulous72)
Pencinta SC Freiburg yang berfilosofi ‘Fußball meets fun’ dalam menulis. Kalau tidak sedang ‘menghasut’ pembaca agar melirik klub-klub antah berantah, ia pasti sedang sibuk dengan #Bundeslihaha.