Eropa Lainnya

Perjuangan 90 Menit Everton Luiz Melawan Rasisme

I couldn’t hold back the tears because I was racially insulted from the stands for 90 minutes.”

Pertandingan derby memang sering dibumbui tensi tinggi. Entah antarpemain di dalam lapangan maupun intimidasi suporter tuan rumah ke pemain tim tamu. Namun jika sebuah pertandingan harus ternoda dengan tindak rasisme, itu sangat keterlaluan.

Dalam laga derby di Liga Serbia antara tuan rumah FK Rad Belgrade melawan Partizan Belgrade, Minggu (19/2/2017) lalu, pemain Partizan asal Brasil, Everton Luiz, mengaku mendapatkan perlakuan rasis tanpa henti dari suporter tuan rumah. Ia berkata bahwa selama 90 menit, dirinya mendapat cemoohan dan chants bernada rasisme dari suporter tuan rumah. Tidak hanya itu, suporter Rad Belgrade juga membentangkan spanduk yang bernada rasisme dalam pertandingan yang dimenangkan Partizan dengan skor 1-0 tersebut.

Ketika peluit akhir tanda berakhirnya pertandingan dibunyikan wasit, Luiz tidak dapat menahan diri lagi. Ia menghampiri suporter tuan rumah dan mengacungkan jari tengah. Sontak kartu kuning keluar dari kantong wasit dan terjadi keributan antara Luiz, suporter tuan rumah, dan pemain-pemain Rad Belgrade yang sayangnya justru mendukung aksi suporter mereka.

Usai aksi jari tengah yang dilakukannya, Luiz meninggalkan stadion sambil meneteskan air mata karena aksi rasisme yang ia terima. Kepada Sky Sports, ia menuturkan bahwa dirinya ingin melupakan kejadian itu secepat mungkin. Ia sangat menyukai Serbia dan orang-orang di sana, itulah sebabnya mengapa ia menangis.

Liga Serbia memang dikenal memiliki suporter sepak bola yang sering melakukan aksi rasisme terhadap pemain kulit hitam. Bahkan pada Oktober 2012, pemerintah Inggris menulis surat kepada UEFA, meminta agar Serbia diberi sanksi keras karena telah melakukan tindak rasisme kepada pemain U-21 Inggris, di antaranya yaitu Raheem Sterling dam Danny Rose.

Berkarier di Eropa memang tak mudah bagi pemain Amerika Latin, Afrika, maupun keturunannya. Perbedaan warna kulit adalah hal yang sering dipermasalahkan. Sebelum Everton Luiz, beberapa pemain ternama juga pernah mendapat perlakuan rasis, di antaranya adalah Kevin-Prince Boateng, Kevin Constant, Mario Balotelli, Anton Ferdinand, John Barnes, dan Dani Alves.

Aksi perlawanan mereka pun bermacam-macam. Boateng langsung meninggalkan lapangan sesaat setelah mendapat perlakuan rasis saat laga persahabatan antara AC Milan melawan Pro Patria. Hal yang sama dilakukan rekan setimnya, Kevin Constant saat AC Milan melawan Sassuolo.

Eks penyerang Milan, Mario Balotelli tak kalah gencar melancarkan aksi protes melawan rasisme. Setelah laga SC Bastia menjamu OGC Nice, yang berakhir imbang 1-1, Balo, sapaan akrab eks penyerang Liverpool ini, mengirim pesan lewat akun Instagram yang berisi kecaman balik atas tabiat suporter SC Bastia.

Seperti dikutip dari Daily Star, penyerang berusia 26 tahun tersebut menulis:

Wasit telah menjalankan tugasnya dengan baik tetapi saya mengajukan pertanyaan kepada warga Prancis. Apakah normal bahwa para pendukung Bastia menirukan perilaku monyet gaduh, sebagaimana mereka suarakan dalam pertandingan tadi?

 Apakah rasisme memang legal di Prancis? Atau berlaku hanya di Bastia?

 Sepak bola merupakan olahraga yang terhormat, tetapi perilaku para pendukung Bastia demikian mengerikan.

Di beberapa kasus, jika biasanya pemain mendapatkan perlakuan rasis dari suporter tim lawan, yang menimpa Anton Ferdinand justru lebih menyedihkan. Ia mendapatkan perlakuan rasis dari sesama pemain. Masih ingat dengan kasus dicopotnya ban kapten John Terry di timnas Inggris? Ya, itu adalah buntut dari aksi rasisnya kepada adik Rio Ferdinand tersebut.

Aksi rasisme yang dilakukan suporter tidak hanya berupa teriakan dan yel-yel semata. John Barnes dan Dani Alves mendapat perlakuan rasis berupa pisang yang dilemparkan suporter ke arahnya. Reaksi keduanya pun berbeda. Jika Barnes cuek dan memilih untuk menendang pisang tersebut ke pinggir lapangan, Alves justru mengambil dan memakan buah itu. Reaksi Alves yang viral saat melawan Villarreal tersebut kemudian mendapat banyak dukungan melalui media sosial.

Rasisme memang sulit dihilangkan dari sepak bola. Namun jika tidak dilawan, virus ini akan semakin menyebar dengan pesat. Pelaku rasis harus ditindak tegas agar aksi primordial yang menyedihkan seperti ini tidak terjadi lagi di jagat sepak bola.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.