Di tahun 2004 silam, Eropa dibuat geger oleh sebuah negara yang sama sekali tak mempunyai sejarah gemilang di dunia sepak bola, Yunani. Mengambil tempat di ajang Piala Eropa 2004 sebagai panggung pertunjukan, secara tak terduga anak asuh Otto Rehhagel sukses menggenggam titel juara usai menumbangkan tim tuan rumah, Portugal, dengan skor tipis 1-0.
Performa yang ditampilkan Angelos Charisteas dan kawan-kawan saat itu memang begitu luar biasa walau selalu memeragakan permainan bertahan yang amat menjemukan di setiap laga yang mereka lakoni. Hal ini juga yang kemudian membuat banyak pihak melontarkan caci maki. Seakan acuh dengan cemoohan, Yunani membuktikan satu hal yang pasti: berhasil menahbiskan diri menjadi yang terbaik di benua biru.
Bicara sepak bola, kekuasaan dan Yunani, ada baiknya kita mengintip kondisi sepak bola di negeri yang sempat dilanda krisis ekonomi akut pada 2010-2015 lalu itu. Kompetisi Liga Super Yunani merupakan pucuk piramida sepak bola di negeri yang memiliki ibu kota di Athena ini.
Dalam sejarah penyelenggaraannya, terdapat tiga kesebelasan yang sangat mendominasi Liga Super Yunani. Mereka adalah Olympiakos Pireaus, Panathinaikos dan AEK Athena. Secara keseluruhan, ketiga tim ini menjadi penguasa tanah Yunani dalam 74 kesempatan dengan rincian Olympiakos punya 43 gelar, Panathinaikos 20 gelar dan AEK beroleh 11 gelar.
Sayangnya, dalam kurun waktu dua dekade terakhir, AEK tak sekalipun berhasil keluar sebagai jawara Yunani. Sementara Panathinaikos cuma sukses menggondol dua titel Liga Super Yunani di musim 2003/2004 dan 2009/2010. Sisanya? Tentu saja jadi milik Olympiakos.
Semenjak akhir 90-an, hegemoni duo Athena, AEK dan Panathinaikos, memang menukik drastis. Berbagai kendala sering menghujam kedua tim tersebut dalam dua dekade terakhir, khususnya perkara keuangan, sehingga kerap tidak kompetitif. Di sisi lain, Olympiakos yang aman dari persoalan serupa, hadir sebagai kekuatan utama seperti di era 1950-an dan awal 1980-an.
Tim berjuluk Thrylos ini sanggup memenangi 18 gelar Liga Super Yunani dalam dua dekade terakhir. Dimulai dari gelar beruntun di musim 1996/1997 hingga 2002/2003, berlanjut di musim 2004/2005 sampai 2008/2009 dan musim 2010/2011 hingga 2015/2016 kemarin.
Tak ada klub lain di Yunani yang sanggup membuat pencapaian fantastis (memenangi liga secara berturut-turut) seperti yang dilakukan oleh Olympiakos.
Dan musim ini, kubu Thrylos pun seolah tak mampu disaingi kesebelasan-kesebelasan lain, termasuk dua seteru abadinya tersebut. Hingga pekan ke-21, Olympiakos masih bertengger di puncak klasemen dengan koleksi 41 poin, unggul sepuluh angka dari tim yang ada di peringkat kedua, Panionios.
Meski Liga Super Yunani masih menyisakan sembilan partai tersisa, rasa-rasanya akan sangat sulit bagi klub lain untuk mendongkel Esteban Cambiasso dan kawan-kawan dari singgasananya.
Jika di akhir musim nanti Olympiakos kembali tampil sebagai juara, dapat dipastikan bahwa mereka akan menyamai torehan hebat di musim 1996/1997 sampai 2002/2003. Membosankan? Sudah pasti. Beberapa pihak secara satir bahkan menyebut jika Liga Super Yunani sudah harus berganti nama menjadi Liga Olympiakos.
Namun kubu Thrylos jelas tak akan peduli lantaran gelar juara itu bakal semakin menancapkan kekuasaan mereka di negeri para filsuf ini untuk ke-44 kalinya sepanjang sejarah.
Berminat menjadi suporter Olympiakos, bung dan nona?
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional