Kolom Eropa

Permasalahan Finansial Klub-Klub Kecil di Spanyol

Sepak bola Spanyol memang tidak terpisahkan dari masalah-masalah finansial klub-klub pesertanya. Salah satu cerita indah adalah Societa Deportiva Eibar. Klub dari kota Eibar, Gipuzkoa di wilayah otonomi Euskadi (Basque) ini adalah salah satu klub yang diselamatkan aksi pengumpulan dana secara ‘crowdfunding’, mengikuti jejak Real Oviedo yang menyambung napas setahun sebelumnya. Namun, apakah semua klub Spanyol yang mengalami kesulitan keuangan seberuntung kedua klub tersebut?

Menjelang awal musim 2014-2015, Eibar nyaris ditendang kembali ke divisi bawah karena tidak memenuhi syarat keuangan untuk berkompetisi di kasta tertinggi liga sepak bola Spanyol. Untungnya, manajemen klub tersebut berinisiatif meluncurkan program crowdfunding ‘Defiende Al Eibar’.

Berkat kampanye pengumpulan donasi tersebut, syarat bujet klub minimal sekitar 2 juta euro untuk berkompetisi di Liga Primera akhirnya terpenuhi. Padahal, SD Eibar hanyalah klub dari kota yang populasinya kurang dari 28.000 penduduk, dengan jumlah bujet per tahun yang bahkan belum sebanding dengan gaji tahunan Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo.

Real Oviedo punya kisah perjuangan yang kurang lebih sama dengan Eibar. Klub dari wilayah Asturias pertama yang berkompetisi di Liga Primera (Liga Utama) ini nyaris bubar akibat krisis keuangan. Beruntung, jurnalis terkenal Sid Lowe mengemas ajakan crowdfunding dengan kelihaian viral marketing-nya.

Dampaknya sensasional, para netizen dari seluruh dunia berbondong-bondong membeli saham Oviedo, bahkan tercatat ada yang berasal dari Kutub Utara. Media-media bisnis non-sepak bola pun heboh memberitakan kesuksesan kampanye sosial ini, apalagi ketika para alumni klub ini juga tak ketinggalan berkontribusi. seperti Juan Mata, Santi Cazorla, Adrian Lopez dan Michu.

Pada akhirnya, kampanye Oviedo terbilang sukses dengan menggaet taipan kaya asal Meksiko, Carlos Slim. Sejarah panjang Real Oviedo pun masih berlanjut, dan saat ini, klub dari utara Spanyol itu merupakan salah satu klub non-liga utama terpopuler di Eropa.

Eibar dan Oviedo hanyalah dua dari belasan, bahkan mungkin puluhan klub di Spanyol yang terancam sanksi turun divisi maupun dibubarkan untuk selamanya. Elche adalah korban kebijakan finansial tersebut. Klub asal wilayah Valencian Community ini sebenarnya lolos dari degradasi di akhir musim 2014-2015. Namun, akibat memiliki utang dalam jumlah besar, mereka akhirnya menjadi klub pertama di Spanyol yang dihukum turun divisi karena masalah finansial. Ironisnya, klub yang menggantikan mereka di kasta tertinggi adalah Eibar, yang seharusnya terdegradasi.

Beberapa nama lain yang berada di zona merah beberapa tahun terakhir adalah Rayo Vallecano, Malaga dan Mallorca, yang masing-masing sudah pernah dilarang berkompetisi di Eropa karena kesulitan finansial. Nama-nama besar seperti Deportivo La Coruna, Real Betis dan Real Zaragoza pun setiap tahun berada dalam pengawasan rutin untuk masalah yang sama.

Klub lain yang juga bernasib bertolak belakang dengan Eibar adalah Real Murcia. Akibat gagal memenuhi syarat keuangan, Murcia harus merelakan tempat mereka di Liga Adelante/Segunda Division (kasta kedua Liga Spanyol). Klub kebanggaan kota Murcia ini harus puas berkompetisi di Segunda Division B untuk musim kompetisi 2014-2015. Padahal, Los Pimentoneros sukses menduduki posisi 4 klasemen akhir Segunda Division untuk musim 2013-2014, yang berarti selangkah lagi promosi bersama Eibar ke Liga Primera.

Segala daya dan upaya sudah dilakukan, termasuk naik banding ke pengadilan melawan vonis kejam LFP (federasi sepak bola Spanyol). Ribuan pendukung setia Murcia juga sudah berdemonstrasi baik secara online maupun offline untuk mempertahankan hak klub kesayangan mereka. Sayang, palu LFP sudah diketuk, dan Murcia tetap harus puas dengan berkompetisi di kasta ketiga.

Krisis keuangan memang menjadi hantu bagi klub-klub Spanyol kurang lebih sepuluh tahun terakhir. Tercatat, klub-klub yang pernah berpartisipasi di Liga Primera seperti CF Extremadura, CD Logrones, dan UD Salamanca, kini tinggal sejarah. Seperti lazimnya perusahaan bisnis yang sewaktu-waktu bisa bangkrut, ketiga klub tersebut terpaksa bubar di dekade 2000-an karena sudah tidak bisa lagi membiayai kegiatan operasional mereka.

Situasi ini mungkin bisa disamakan dengan bangkrutnya Fiorentina dan AC Parma di Liga Italia. Uniknya, jika Parma dan Fiorentina pada akhirnya ‘terlahir kembali’ dengan mempergunakan identitas klub yang sama, para pelaku bola di Spanyol memilih cara lain. Klub yang telah bubar akan dibiarkan ‘rest in peace’, namun biasanya inisiatif masyarakat akan berujung pada pendirian klub-klub yang sama sekali baru.

Para jurnalis olahraga menyebut klub baru semacam ini dengan istilah ‘klub phoenix’. Phoenix adalah burung ajaib di mitologi Yunani yang memiliki kemampuan terlahir kembali setelah membakar diri. Ibaratnya burung phoenix, klub-klub pengganti di kota-kota di Spanyol biasanya akan ‘terlahir’ dengan nama, struktur dan bentuk baru, tergantung inisiatif pemerintah daerah mereka atau para investor yang tertarik.

Contohnya terlihat pada tahun 2007, kota Almendralejo di wilayah Extremadura memperoleh kembali kegairahan mereka terhadap sepak bola dengan dibentuknya klub baru, UD Extremadura, yang menggantikan CF Extremadura (klub lama yang sudah bubar).

Begitu pula dengan masyarakat Logrono di wilayah La Rioja, yang tidak tanggung-tanggung, langsung mendapatkan tiga klub pengganti CD Logrones. Ketiganya adalah UD Logrones, SD Logrones dan Logrones CF.

Kasus yang lebih aneh tapi nyata terjadi pada masyarakat kota Jerez di wilayah Andalusia. Pada tahun 2013, klub kebanggaan mereka, Xerez CD, nyaris terkena likuidasi akibat terjerat utang. Lucunya, palu belum diketuk tapi segenap pendukung dan pemerintah kota sudah keburu mendirikan sebuah klub ‘phoenix’ bernama Xerez Deportivo FC. Situasi menjadi rumit ketika Xerez CD rupanya lolos dari vonis LFP sehingga tidak jadi bubar. Sampai sekarang, kota Jerez mempunyai dua klub dengan antusiasme penonton yang terbagi rata.

Terlepas dari semua cerita tentang upaya menyelamatkan dan melahirkan kembali klub sepak bola kebanggaan, cerita sedih datang dari wilayah barat laut Spanyol, tepatnya di wilayah Castilla y Leon. Klub terbesar mereka, UD Salamanca, terpaksa dibubarkan pada tahun 2013 lalu, tepat ketika klub tersebut berusia 90 tahun. Penyebabnya adalah utang sebesar 23 juta euro.

Pihak manajemen klub pun angkat tangan dalam upaya mengatasi masalah ini. Seperti dilansir AS pada bulan Juni 2013, penderitaan Salamanca ditutup dengan ending menyedihkan berupa kisruh di internal klub. Absennya perwakilan kreditur utama klub, Banco Popular, di rapat terakhir pemegang saham, dan dilelangnya Stadion Helmantico menjadi akhir tragis klub yang sempat ‘mengasuh’ Vicente del Bosque dan Michel Salgado ini.

Masyarakat kota Salamanca dan sekitarnya langsung berinisiatif mendirikan klub ‘phoenix’ bernama AC Salamanca. Namun, sampai sekarang, klub tersebut sama sekali belum mulai berkompetisi di ajang mana pun.

Begitulah sedikit kisah pahit dari sepak bola Spanyol. Tidak semua berakhir happy ending seperti Eibar dan Real Oviedo. Krisis ekonomi Spanyol sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan berhenti, sehingga jangan heran jika beberapa tahun lagi mungkin akan makin banyak klub ‘phoenix’ di Zaragoza, Mallorca dan La Coruna yang berkubang di divisi bawah atau kompetisi amatir.

Liga Spanyol bukan hanya kemegahan Santiago Bernabeu dan Camp Nou yang terlihat di televisi. Di saat Neymar, Luis Suarez atau James Rodriguez menikmati gaji jutaan euro, masih banyak klub yang luput dari simpati dunia sehingga harus bubar. Itulah kenyataan yang terjadi di Spanyol sekarang.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pecinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.