Kolom Nasional

Regulasi Piala Presiden 2017 dan Kartu Hijau untuk Sportivitas

Pagelaran Piala Presiden 2017 resmi dibuka pada Sabtu (4/2) lalu oleh Presiden Jokowi. Turnamen yang dibuka di Stadion Maguwoharjo, Sleman itu mempertemukan tuan rumah PSS Sleman dengan Persipura Jayapura sebagai laga pembuka. Pertandingan yang dipimpin oleh wasit Thoriq Alkatiri itu menghasilkan 4 kartu kuning, yakni 1 kartu untuk pemain PSS dan 3 kartu untuk pemain Persipura.

Sebelumnya telah disosialisasikan bahwa regulasi Piala Presiden 2017 cukup mengalami banyak perubahan bila dibandingkan dengan regulasi pada tahun 2015 lalu. Salah satunya, perihal regulasi kartu. Denda kartu kuning dan kartu merah yang sebelumnya hanya 2-5 juta, kini naik menjadi 3-6 juta rupiah. Denda yang cukup besar untuk satu kali pertandingan apabila ada pemain yang terkena kartu kuning.

Selain itu, adanya regulasi tentang pemukulan wasit atau perkelahian di lapangan yang pada tahun 2015 lalu dikenai denda 100 juta, kini hukumannya akan lebih berat. Pemukulan pada wasit atau perkelahian di lapangan akan mendapatkan denda 100 juta rupiah atau hukuman larangan bermain seumur hidup. Hal ini menjadi salah satu peringatan paling tegas untuk seluruh pemain sepak bola Indonesia agar lebih bersikap sportif ketika berada di lapangan.

Kurikulum dan Pedoman Dasar Sepak bola Indonesia untuk Usia Dini (U-5 – U-12), Usia Muda (U-13 – U-20), dan Senior tahun 2012 telah memasukkan pengetahuan tentang sikap sportif yang didasari oleh Keputusan Dewan Asosiasi Sepak bola Internasional.

Kurikulum yang disusun oleh para pemerhati sepak bola nasional termasuk Timo S. Scheunemann dan Indra Sjafrie itu menekankan, bahwa pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pemain sepak bola atau perilaku tidak sportif dapat diberikan kartu kuning atau bahkan kartu merah. Hal ini termasuk pada tindakan kasar pada wasit atau pemain lawan, begitu juga tindakan diving atau berpura-pura jatuh.

Sikap sportif sebenarnya lebih dikenal dengan sportsmanship. Dalam beberapa kamus Bahasa Inggris, lebih sering diartikan sebagai bentuk perilaku sopan dalam memperlakukan seseorang dalam persaingan olahraga.

Kidshealth mengartikan sportsmanship sebagai sikap fairplay, mampu mengikuti aturan permainan, menghormati keputusan wasit atau ofisial, serta dapat memperlakukan lawan dengan hormat. Sportif merupakan gaya dan sikap yang memiliki pengaruh positif pada orang-orang sekitar, bukan hanya pemain itu sendiri melainkan juga lawannya di lapangan.

Dalam dunia psikologi, sikap sportif berhubungan erat dengan sebuah persaingan atau kompetisi. Sepak bola terkadang diwarnai dengan tindakan sengaja menjatuhkan lawan yang berujung pada pelanggaran atau bisa juga dengan sengaja menendang kaki lawan ketika berusaha mengambil bola. Tindakan-tindakan seperti ini awalnya memang dianggap sebagai dorongan manusia yang mengikuti kompetisi. Namun, hal ini juga merupakan tindakan tidak sportif atau curang.

Pada penelitian psikologi olahraga yang meliputi konsep sportivitas, etika, dan moralitas, sportivitas biasa disebut sebagai perkembangan moral dalam olahraga. Penelitian Vallerand dan rekan-rekannya pada tahun 1996 dan 1997 mengumpulkan pengertian sportivitas dan contoh sikap sportif dari beberapa tim olahraga yang kemudian disusun menjadi sebuah alat ukur bernama Multidimensional Sportspersonship Orientation Scale (MSOS).

Alat ukur ini dianggap mampu mengungkap 5 dimensi sportivitas. Pertama, komitmen penuh yang mengacu pada rasa hormat untuk perbaikan pribadi melalui upaya maksimal dan mengakui kesalahan seseorang sebagai kesempatan belajar. Kedua, konvensi sosial yang mengacu pada rasa hormat seorang atlet untuk olahraga dan keterlibatan dalam perilaku prososial dalam konteks olahraga kompetitif. Ketiga, aturan ofisial yang mengacu pada rasa hormat seorang atlet untuk, dan kemauan untuk mematuhi, aturan olahraga dan pejabat dinas yang menegakkannya. Keempat, dimensi lawan yang mengacu pada tingkat rasa hormat dan perhatian seorang atlet berlaku untuknya atau lawan. Dan kelima, pendekatan negatif yang mengacu pada sejauh mana seorang atlet bereaksi negatif terhadap partisipasi olahraganya.

Aturan-aturan yang dibuat dalam suatu kompetisi, turnamen, maupun norma sosial dalam suatu tim digunakan untuk membentuk sportivitas pada pemain. Sebelumnya tentu ada pihak-pihak yang membahas pengalaman mereka mengenai kasus sportivitas di lapangan dan bagaimana cara mengatasinya.

Memahami apa yang dimaksud dengan sikap sportif dan regulasi pertandingan juga menjadi bagian dari pengembangan sportivitas itu sendiri dalam diri pemain. Permainan sepak bola yang merupakan olahraga tim tentu saja berhubungan erat dengan persaingan, baik di dalam tim sendiri untuk mendapatkan posisi inti ataupun bagaimana cara memenangkan sebuah pertandingan.

Jika Indonesia sedang heboh dengan regulasi baru dalam Piala Presiden 2017 yang diketahui lebih garang dibanding tahun 2015 lalu, berbeda lagi dengan Italia. Kalau masih ingat, regulasi ini tentang munculnya aturan green card dalam sepak bola Italia yang ramai dibahas akhir tahun 2016 lalu dan mulai diberlakukan dari Serie B.

Kartu hijau diberikan pada pemain yang menunjukkan sikap sportif selama pertandingan. Wasit akan memberikan kartu hijau pada pemain yang mau mengakui adanya tendangan gawang atau membantu pemain lawan yang jatuh. Saat itu, presiden liga menuturkan bahwa program ini merupakan apresiasi bagi pemain sekaligus bentuk promosi sportivitas dalam sepak bola. Aturan yang perlu dicontoh untuk negara-negara lainnya.

Indonesia kebanyakan berkiblat dari sepak bola Italia. Mungkin program pemberlakuan kartu hijau ini juga dapat dilakukan untuk sepak bola Indonesia sebagai bentuk promosi peningkatan sportivitas di lapangan, selain pemberlakuan denda besar dan hukuman larangan bermain seumur hidup tentunya.

Author: Dianita Iuschinta Sepda (@siiemak)
Mahasiswi program magister psikologi di Universitas Airlangga Surabaya. Pecinta kajian psikologi olahraga dan Juventus.