Saat ini sepak bola memang bukan hanya sekadar olahraga permainan yang mempertarungkan strategi demi torehan kemenangan di atas lapangan hijau. Sepak bola sudah menjelma menjadi industri yang besar. Ya, industri sepak bola. Sebagaimana sektor industri yang lain, sepak bola turut memberikan napas dalam menggerakan roda perekonomian.
Boleh dikata, industri sepak bola pun kini setara dengan industri-industri yang lain. Tak terkecuali industri media. Kesetaraan tersebut bisa dilihat dari relasi yang terjalin di antara keduanya. Tentu kita tahu bahwa sepak bola dan media merupakan wujud dari simbol mutualisme yang kasat mata. Sepak bola membutuhkan media sebagai wadah yang mempublikasi dirinya. Pun dengan media yang membutuhkan sepak bola sebagai objek untuk dijadikan kontennya. Keduanya saling mengisi dan saling menguntungkan.
Media cetak (koran, majalah), media elektronik (radio, televisi), hingga media daring tentu tidak abai begitu saja pada sepak bola. Yang ada, sepak bola justru diberi ruang khusus di dalamnya. Di koran cetak, sepak bola disediakan kolom tersendiri. Di media daring pun demikian. Sementara di televisi, sepak bola diberi ruang khusus dalam acara siaran pertandingan, berita, maupun program acara yang menyajikan sepak bola dari luar lapangan. Dari kehidupan sang pemain, misalnya.
Romantisme sepak bola dan televisi
Di Indonesia, relasi antara sepak bola dan stasiun televisi terbilang sebagai relasi yang sempurna. Pasalnya, di Indonesia sepak bola digadang-gadang sebagai cabang olahraga yang paling digemari masyarakat. Sementara itu, televisi merupakan media yang paling banyak diakses jika dibandingkan media-media lain, seperti media cetak atau media daring. Ketika keduanya dikolaborasikan, tentu terjadi penerimaan yang baik dari penggemar keduanya.
Tak heran jika dalam menyiarkan pertandingan sepak bola, stasiun-stasiun televisi saling memperebutkan hak siar. Di Indonesia, hampir semua stasiun televisi swasta nasional pernah memegang hak siar untuk pertandingan sepak bola. Baik sepak bola nasional, maupun sepak bola mancanegara.
Misalnya Indosiar, yang saat ini tengah memegang hak siar turnamen pra-musim, Piala Presiden 2018. Ini adalah kali ketiga Indosiar memegang hak siar pertandingan turnamen paling bergengsi itu. Sejak pertama digelar pada tahun 2015, pertandingan demi pertandingan dalam turnamen Piala Presiden memang selalu disiarkan di Indosiar.
Sayang, kendati menjadi langganan untuk menyiarkan pertandingan-pertandingan di Piala Presiden, Indosiar terbilang masih kurang menunjukkan totalitasnya. Pasalnya, dari seluruh pertandingan Piala Presiden 2018 yang berjumlah 40, Indosiar hanya menayangkan sebanyak 33 pertandingan. Rinciannya adalah 23 pertandingan sepanjang babak penyisihan, empat petandingan babak perempat-final, empat pertandingan babak semifinal, dan dua pertandingan di babak final. Sementara sisa pertandingan yang tidak disiarkan di Indosiar disiarkan di televisi berbayar, seperti Indihome, Matric, dan O Chanel.
Ketika musik dangdut menyaingi sepak bola
Penyebab tidak disiarkannya seluruh pertandingan di Piala Presiden 2018 oleh Indosiar tak lain karena jadwal pertandingan yang bertabrakan dengan program acara musik dangdut. Tentu sudah menjadi rahasia publik jika Indosiar merupakan stasiun televisi yang kental dengan nuansa musik dangdut.
Memang, sejak program pencarian bakat D’Academy yang digelar sejak beberapa tahun lalu, Indosiar sukses melakuan branding dirinya sebagai stasiun televisi yang bergenre dangdut. Bahkan, tak sedikit bintang dangdut yang lahir dari program-program pencarian bakat yang diselenggarakan Indosiar.
Faktanya, selain sepak bola, musik dangdut memang menjadi hiburan yang digemari masyarakat Indonesia. Maka tak heran jika program-program musik dangdut yang terus disodorkan Indosiar juga disambut baik oleh masyarakat. Apalagi kini musik dangdut semakin mengalami perkembangan. Musik dangdut pun bisa dikatakan setara dengan genre musik populer lain, seperti pop, rock, dan jazz.
Berkaca pada kesuksesan yang sudah digenggam, tentu menjadi hal yang lumrah jika Indosiar mempertahankan musik dangdut sebagai program andalannya. Apalagi branding stasiun televisi dangdut juga sudah melekat pada Indosiar. Dan untuk menjaga kestabilan dalam sektor ekonominya, memang wajar jika media ini mencoba konsisten dengan siaran dangdutnya.
Namun, menjadi sayang ketika program andalan tersebut menjadi penghalang berlangsungnya siaran sepak bola yang memang sudah diserahkan hak siarnya. Rasanya menjadi kurang bijak jika 7 dari 40 pertandingan tidak disiarkan. Memang, pertandingan yang tidak disiarkan di Indosiar itu disiarkan di televisi berbayar. Namun, masalahnya tidak semua pencinta sepak bola yang notabenenya pemirsa televisi memiliki akses pada televisi berbayar itu. Artinya, tidak semua masyarakat terpenuhi haknya. Baik hak sebagai pencinta sepak bola nasioal maupun sebagai pemirsa Indosiar.
Bukankah akan menjadi lebih baik jika Indosiar menyiarkan seluruh pertandingan Piala Presiden 2018? Apalagi sepanjang Piala Presiden digelar, Indosiar selalu diberi kepercayaan menjadi pemegang hak siar. Lagipula pergelaran turnamen pra-musim ini juga tidak memakan waktu panjang. Toh¸ soal musik dangdut, selama ini masyarakat Indonesia sudah dibikin cukup ‘kenyang’ oleh program acara dangdut yang disodorkan Indosiar, bukan?
Semoga di waktu mendatang, stasiun televisi pemegang hak siar pertandingan kompetisi sepak bola nasional lebih total dalam memenuhi hak pemirsanya.
Author: Riri Rahayuningsih (@ririrahayu_)