Nicklas Bendtner kembali berganti klub, meskipun ia belum genap semusim berkiprah di Divisi Championship (kompetisi kasta kedua di Liga Inggris). Senin (6/3) lalu, ia meninggalkan Nottingham Forest untuk bergabung dengan juara bertahan Liga Norwegia, Rosenborg BK. Tidak disebutkan berapa nominal yang harus dibayarkan Rosenborg untuk mendatangkan dewa sepak bola Denmark tersebut.
Bendtner merupakan sebuah anomali di dunia sepak bola. Berposisi sebagai penyerang, namun jumlah golnya setara dengan rata-rata jumlah gol seorang bek dalam semusim. Musim tersuburnya adalah ketika ia membela Sunderland di musim 2011/2012. Saat itu, pemain setinggi 194 sentimeter ini mencetak 8 gol dalam 28 pertandingan. Ya, 8 gol dalam semusim adalah sebuah “prestasi” bagi seorang Bendtner.
Sejak memulai karier profesionalnya di Arsenal pada tahun 2005, Bendtner tidak pernah sekalipun mencetak gol lebih dari satu digit dalam semusim. Seringkali ia mengakhiri musim dengan torehan hanya 2 hingga 4 gol. Bandingkan dengan Sergio Ramos yang berposisi sebagai bek. Musim ini saja Ramos sudah mencetak 6 gol bagi Real Madrid. Selama karier profesionalnya, Ramos telah mencetak 38 gol sejauh ini. 4 gol lebih banyak dari Bendtner.
Karier junior Nicklas Bendtner sebenarnya berjalan gemilang. Di tim Arsenal Reserves, Bendtner merupakan penyerang tajam bersama dengan duetnya kala itu, Arturo Lupoli. Hal yang berujung pada debutnya di tim senior Arsenal pada 25 Oktober 2005. Saat itu Arsenal bertamu ke markas Sunderland dalam ajang Piala Liga Inggris.
Namun selepas itu, alih-alih menunaikan tugasnya sebagai pencetak gol, Bendtner justru lebih sering melakukan hal konyol. Salah satunya adalah aksinya yang menggagalkan gol Fabregas pada leg pertama perempatfinal Liga Champions 2007/2008. Akibat terhalau oleh Bendtner, sepakan Fabregas yang 99 persen seharusnya masuk ke gawang Liverpool gagal berujung gol. Arsenal pun harus puas bermain imbang di Emirates Stadium dan tersingkir dari Liga Champions usai kalah pada leg kedua di Anfield.
Bendtner juga membuat sensasi kala ia dipinjamkan ke Juventus pada musim 2012/2013. Hanya bermain dalam sembilan laga tanpa mencetak satu gol pun, Bendtner ikut merasakan gelar juara Serie A. Bahkan di atas podium dirinya mendapat sambutan bak pahlawan kemenangan. Hal-hal konyol itulah yang membuatnya diberi julukan “Lord” oleh para netizen, karena dirinya berulah bagaikan seorang raja.
Bendtner meninggalkan Nottingham Forest dengan catatan yang sangat “impresif”: Dalam 14 pertandingan, Lord Bendtner mengkreasi 6 peluang, mencetak 2 gol dan 1 asis. Sebuah statistik yang “luar biasa” bagi seorang pemain yang pernah mencetak hattrick di Liga Champions. Tak pelak nilai jualnya di bursa transfer kini turun ke angka 1 juta euro, padahal di Januari 2010 nilainya sempat mencapai 10 juta euro.
Kini ia melakukan petualangan baru di Tippeligaen, kasta tertinggi Liga Norwegia. Secara tingkat permainan, tentu Tippeligaen berada satu bahkan dua tingkat di bawah Liga Primer Inggris, Serie A, dan Bundesliga.
Seharusnya, berbekal pengalamannya bermain di tim-tim papan atas Eropa, Bendtner tidak kesulitan untuk membuktikan kualitasnya sebagai seorang penyerang di Liga Norwegia. Menarik untuk dinanti, apakah Lord Bendtner dapat membuktikan ketajamannya atau justru kian menancapkan potensinya sebagai tuhan dalam sepak bola.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.