Athletic Bilbao mungkin merupakan klub Liga Spanyol paling ‘eksotis’. Mereka mempunyai sebuah kebijakan unik yang masih dipertahankan hingga sekarang, yaitu hanya menggunakan jasa pemain-pemain berdarah asli wilayah Euskadi (Basque).
Tidak sedikit yang menganggap kebijakan ini ketinggalan zaman di masa sepak bola modern yang sudah cenderung kapitalis, tapi mereka membuktikan sebaliknya dengan konsisten menjadi wakil Spanyol di kompetisi Eropa. Sejak musim kompetisi 2011-2012, saat mereka sukses melangkah ke final Liga Europa, Los Leones tak pernah absen mewakili La Liga sampai sekarang. Mereka juga sempat tampil di Liga Champions musim 2014-2015.
‘Kearifan lokal’ ala Bilbao selalu menjadi warna tersendiri di persaingan antarklub Eropa. Pelatih boleh berganti-ganti, dari Jupp Heynckes hingga Marcelo Bielsa, lalu sekarang Ernesto Valverde. Namun, kebijakan sumber daya manusia dalam hal mengontrak pemain selalu sama dan tak boleh dilanggar atau dikompromikan. Para pemain yang tidak memiliki darah Basque jangan bermimpi bisa bermain untuk Athletic Bilbao.
Memang, beberapa pemain berkewarganegaraan non-Spanyol, antara lain seperti Bixente Lizarazu (Prancis), Fernando Amorebieta (Venezuela) hingga sekarang Aymeric Laporte (Prancis), pernah mengharumkan San Mames. Namun, mereka tetap masuk hitungan karena mereka memiliki garis keturunan Basque.
Sentimen idealisme Basque ini sempat mengalami ujian berat dari tahun 1998 hingga 2013. Sejak prestasi membanggakan sebagai runner-up La Liga yang diraih Julen Guerrero dan kawan-pada musim 1997-1998, posisi terbaik yang diraih Athletic Bilbao hanyalah posisi 5 pada musim 2003-2004. Sejak diambil alih Ernesto Valverde pada awal musim 2013-2014, barulah mereka boleh berbangga dengan finis di posisi 4 klasemen akhir musim yang sama.
Pemain-pemain berkualitas asli Basque tetap mereka hasilkan, diantaranya Fernando Llorente, Javi Martinez, dan Ander Herrera. Meskipun pada akhirnya, semua talenta tersebut memilih hijrah untuk mengejar karir di tempat negara lain. Manajemen Bilbao akhirnya mendatangkan amunisi-amunisi yang terbilang senior, tapi sudah memiliki banyak pengalaman di La Liga.
Nama-nama yang dimaksud adalah Benat Etxebarria yang didatangkan dari Real Betis, Raul Garcia dari Atletico Madrid, Mikel Balenziaga dari Valladolid, dan Javier Eraso dari Leganes. Mereka semua didatangkan khusus oleh Valverde dan tiga nama pertama sampai sekarang menjadi pemain kunci di formasi pelatih tersebut.
Ngomong-ngomong tentang Valverde, pelatih kelahiran 9 Februari 1964 ini pada masa jayanya sebagai pemain merupakan penyerang yang cukup disegani. Mencapai puncak karier bersama Barcelona, Valverde menghabiskan enam tahun yang bersahaja di Athletic Bilbao sebelum memutuskan gantung sepatu.
Ketika klub lamanya tersebut membutuhkan jasanya, mantan pelatih Espanyol, Olympiakos dan Valencia ini langsung bertolak ke San Mames. Hanya butuh setahun baginya untuk menghadiahkan kembali kemeriahan Liga Champions Eropa kepada publik Bilbao.
Kejeniusan Valverde tak lepas dari mendatangkan Benat Etxebarria yang akhirnya menjadi jenderal di lapangan tengah Bilbao. Semasa memperkuat Real Betis, Benat juga sukses mengantarkan klub tersebut meraih tiket Liga Europa. Ironisnya, Betis malah terjun ke divisi dua setelah ditinggal sang playmaker.
Satu hal lain yang perlu diacungi jempol dari Valverde adalah mematangkan permainan Aymeric Laporte. Nama ini adalah satu dari sekian talenta muda yang dikembangkan di masa kepelatihan Bielsa selain Iker Muniain yang dilejitkan ke tim utama pada saat masih berusia 16 tahun.
Laporte sendiri adalah pemain muda berkewarganegaraan Prancis yang besar di Basque. Whoscored menobatkan pemain kelahiran 27 Mei 1994 ini sebagai pemain salah satu pemain belakang terbaik di Eropa untuk musim 2013-2014. Setiap tahun, klub-klub dari Inggris berusaha merayunya untuk pindah, tapi sampai sekarang mantan punggawa tim nasional Prancis U21 ini masih betah di San Mames.
Terakhir, pemain yang tak bisa dilepaskan dari stabilnya penampilan Athletic Bilbao beberapa musim terakhir tentu saja Aritz Aduriz. Di usianya yang menginjak 36 tahun, pemain kelahiran San Sebastian ini masih saja produktif mencetak gol. Aduriz sukses meraih penghargaan trofi Zarra, yaitu penghargaan bagi pemain lokal paling produktif pada akhir musim 2014-2015. Tiga bulan kemudian, ia mencetak hattrick ke gawang Barcelona pada ajang Piala Super Spanyol. Athletic Bilbao menang dengan agregat 5-1, sehingga berhak atas trofi pertama mereka dalam 21 tahun terakhir.
Mungkin, perlu artikel lain untuk melukiskan kehebatan Aduriz. Ia terus-menerus membuat kita tercengang dengan gol demi golnya yang mengalir di usianya yang sudah terbilang senja. Setelah resmi menjadi pencetak gol tertua tim nasional Spanyol pada bulan November 2016, Aduriz juga mencatatkan rekor pencetak gol terbanyak dalam satu pertandingan di kompetisi antarklub Eropa. Prestasinya ini berkat lima gol yang diborongnya ke gawang KRC Genk dalam pertandingan penyisihan grup Liga Europa 2016-2017.
Di bawah kendali Valverde, semua amunisi Basque dalam skuat Athletic Bilbao sepertinya berada di tangan yang tepat.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pecinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.