Belakangan ini ramai perbincangan perihal tak disiplinnya pemain Indonesia menjaga pola makan. Nama-nama macam Hansamu Yama Pranata, M. Riyandi, hingga Nurhidayat Haris tak lepas dari kritik tajam netizen.
Nama terakhir paling banyak menerima kritik karena cukup bandel dengan mengunggah menu makanan tak sehatnya dalam akun sosial pribadi miliknya.
Berbeda dengan Nurhidayat, Hansamu yang mengunggah makanan tak sehat lantas bersuara kepada media bahwa yang memakan makanan tersebut bukanlah dirinya.
detikSport melaporkan, mantan pemain Barito Putera tersebut berujar, “Yakin itu yang makan saya? Ada foto yang nunjukin saya makan? Dan misal kalau saya yang makan trus kenapa? Toh juga tidak setiap hari. Sekarang libur kompetisi, wajar kalau makan bebas, atlet juga manusia,” jawabnya pada detikSport.
Sisi lain Hansamu juga menyadari bahwa mengonsumsi makanan tak sehat tak baik untuk atlet, ia menyebut bahwa atlet harus tetap menjaga pola makan.
“Tapi, ada batasan mengonsumsi makanan seperti itu, dan sebagai atlet harus menjaga asupan gizi dalam tubuh,” tutupnya.
Kritik yang dilancarkan netizen bukan tanpa alasan. Sebagai penikmat sepak bola yang tak paham kondisi di atas, wajar apabila suporter kecewa dengan tak disiplinnya pola makan pemain timnas Indonesia.
Bertahun-tahun Indonesia kering prestasi, satu per satu muncul sebagai kambing hitam. Mulai dari federasi yang bobrok, suporter yang tak dewasa, hingga banyaknya kasus main sabun pernah menjadi perdebatan panas.
Bahkan, fasilitas yang tak mendukung pun sempat dituding sebagai biang keladi gagalnya timnas Indonesia. Sekarang, giliran pemain yang tak disiplin jadi sasaran baru karut-marutnya prestasi tim Garuda.
Lantas, apa sebab timnas Indonesia melempem dan tak kunjung meraih juara setelah terakhir kali meraihnya hampir 30 tahun yang lalu?
Legenda sepak bola Indonesia, Bambang Pamungkas buka suara terkait mandeknya prestasi timnas Indonesia. Dilansir dari Okezone, mantan pemain Selangor itu mengatakan bahwa tak konsistennya kebijakan federasi sepak bola Indonesia adalah penyebabnya.
Menurutnya apabila Indonesia berkaca pada Malaysia yang melarang adanya pemain asing pada tahun 2007, nyatanya membuahkan hasil yakni pada 2009, Negeri Jiran berhasil menjuarai SEA Games 2009 dan 2011, serta Piala AFF 2010.
“Ketika di Malaysia tahun 2007, mereka tidak menggunakan pemain asing dengan target 2009 harus juara SEA Games. Hasilnya mereka juara SEA Games 2009. Mereka juga juara Piala AFF 2010 dan kembali jadi juara SEA Games 2011.”
“Artinya program itu berjalan baik dan berhasil. Kalau kita cari instan, regulasi awal tak berhasil, pertengahan musim diganti. kalau seperti itu terus tak kan membuahkan hasil.” terangnya seperti yang diberitakan Okezone.
Pernyataan Bepe seolah menyindir Liga 1 Indonesia 2019 yang memberikan kebijakan setiap tim wajib memiliki 7 pemain U-21. Namun kebijakan itu dihapus musim berikutnya. Tak konsistennya kebijakan tersebut tentu bukan solusi tepat untuk kemajuan sepak bola nasional.
Sebelumnya, Indonesia juga sempat mencoba jalan pintas dengan menaturalisasi pemain keturunan maupun pemain yang telah lama menetap di Indonesia. Hingga saat ini, sudah cukup banyak pemain naturalisasi yang Indonesia miliki, namun tak sejalan dengan prestasi tim Merah-Putih.