Cerita

László Kubala, Legenda Tiga Negara

Lumrahnya seorang pesepak bola bermain untuk satu tim nasional di sepanjang kariernya. Namun menengok ke masa lampau ketika belum ketatnya aturan dalam sepak bola soal kewarganegaraan, ada sosok bernama László Kubala yang menjadi legenda sepak bola di tiga negara berbeda.

Bagi yang belum mengenal sosoknya Kubala, ia adalah penyerang yang semasa jayanya bermain untuk dua klub legendaris Eropa, Ferencvaros dan Barcelona.

Klub pertama memang asing di telinga kita. Wajar, karena klub asal Hungaria tersebut sudah lama tak menampakkan diri di kompetisi antarklub Eropa lagi. Mendengar nama klub tersebut publik juga pasti teringat pada legenda kelahiran Hungaria lainnya, Ferenc Puskás.

Baca juga: 17 November: Ketika Ferenc Puskás Berpulang

László Kubala Stecz lahir di Budapest, ibu kota Hungaria, pada 10 Juni 1927. Meski lahir, besar, dan pernah membela Nemzeti Tizenegy hanya dalam kurun waktu satu tahun, Hungaria bukanlah negara pertama yang menikmati servis pemain yang memiliki kemampuan dribel dan penyelesaian akhir mumpuni ini.

Semua berawal ketika Kubala sekeluarga hendak menghindari wajib militer. Ketika sedang jaya-jayanya bersama Ferencvaros, ia memutuskan hijrah ke Bratislava (saat itu masih menjadi bagian Cekoslowakia) pada 1946 dan bergabung dengan klub raksasa Slovan Bratislava.

Saat berkarier bersama Slovan-lah Kubala kemudian mendapat kesempatan berlaga di ajang internasional untuk pertama kalinya dalam kariernya bersama timnas Cekoslowakia. Uniknya, Kubala juga bertemu jodohnya, Anna Viola Daucik, yang tak lain adalah putri dari sang pelatih timnas, Ferdinand Daucik.

Namun bukan karena menikahi sang putri yang membuat Kubala mendapat kesempatan untuk berseragam timnas. Selain karena skill-nya di depan gawang bersama Slovan Bratislava, kedua orang tuanya adalah minoritas suku Slovak yang bermukim di Budapest, sehingga Daucik pun tak ragu untuk memanggilnya ke timnas.

Kisah perjalanan Kubala dengan timnas Cekoslowakia tak bertahan lam. Sampai tahun 1947 ia hanya tampil 6 kali dan mencetak 4 gol sementara di level klub, dan setahun setelahnya Kubala mengemas 14 gol dalam 33 pertandingan bersama Slovan.

“Perceraian” kedua dengan negara yang menampungnya lagi-lagi terjadi akibat wajib militer yang berhasil mengusirnya dari tanah rantau. Kubala sekeluarga kembali ke kota kelahirannya, Budapest, dan bergabung dengan tim Vasas SC.

Saat kembali pulang inilah Kubala mendapatkan kesempatan membela Nemzeti Tizenegy meski hanya dalam 3 pertandingan dan tanpa menjaringkan satu gol pun. Padahal bersama Vasas ia berhasil menjaringkan 10 gol dalam 20 penampilan dalam kurun waktu setahun sebelum kembali mengalami nasib buruk di saat Hungaria berkecamuk dan menjadi republik sosialis di awal tahun 1949.

Nasib luntang-lantung membuat Kubala sempat melarikan diri ke Italia dan melanjutkan karier bersama Pro Patria. Pada bulan Mei ia bersedia bergabung bersama Torino untuk melangsungkan laga testimonial kontra klub raksasa asal Portugal, Benfica. Sayang Kubala mengurungkan niatnya setelah sang putra sakit.

Namun nasib berkata lain, Kubala yang tak jadi membela Il Toro masih bisa bernapas lega karena terhindar dari tragedi nahas, saat skuat Torino pulang dari Lisbon yang kini kita kenal dengan nama tragedi Superga.

Pesawat yang terbang dari Lisbon menuju Turin menabrak Superga, sebuah bukit setinggi 670 meter di pinggiran kota Turin yang langsung menewaskan 31 penumpangnya.

Baca juga: 4 Mei: Ketika Superga Menewaskan Skuat Terbaik Torino dan Generasi Emas Sepak Bola Italia

Menemukan masa depan cerah di Negeri Matador

Luntang-lantung lantaran negerinya masih berkecamuk dan Hungaria pun disanksi FIFA, Kubala sempat mendirikan klub bernama Hungária bersama mertuanya sekaligus mantan pelatih timnas Cekoslowakia, Ferdinand Daucik, dan bermain bersama pemain-pemain imigran asal Eropa Timur. Klub ini melakukan beberapa pertandingan eksebisi di Spanyol melawan beberapa kesebelasan lokal, salah satunya RCD Espanyol.

Di Negeri Matador inilah bakatnya mulai tercium Josep Samitier, kepala pemandu bakat FC Barcelona. Samitier yang memiliki koneksi dengan rezim otoriter Spanyol yang kala itu dipegang jenderal Fransisco Franco, mengatur transfer Kubala ke Barcelona pada 1951 dan langsung memberikan kewarganegaraan Spanyol kepadanya dua tahun setelahnya.

Akhirnya hari yang dinanti-nantikan, 5 Juli 1953 “perkawinannya” dengan Spanyol menjadikannya salah satu pemain naturalisasi dan pesepak bola yang membela tiga tim nasional di sepanjang hidupnya. Kubala menjadi pemain naturalisasi kelahiran Hungaria pertama untuk Spanyol, jejaknya bahkan diikuti sang maestro, Ferenc Puskás, beberapa tahun kemudian.

Hingga 1961 bersama La Furia Roja, Kubala mencetak 11 gol dalam 19 pertandingan. Kubala yang menghabiskan sisa hidupnya di Barcelona juga sempat berseragam ‘timnas’ Katalunya dalam beberapa kesempatan.

Jika suatu saat Tribes memiliki kesempatan berkunjung ke Camp Nou, maka kamu akan melihat patung Kubala berdiri megah di kompleks stadion. Di Spanyol ia memang menemukan masa depan yang lebih cerah, terkhusus Barcelona menjadi rumah hingga akhir hayatnya ketika menghembuskan napas terakhir pada 17 Mei 2002.

Kubala adalah legenda tiga negara yang namanya abadi di Katalunya. Ia telah mencetak 152 gol dalam 219 penampilan dan mempersembahkan empat gelar LaLiga bersama Barcelona. Ia bahkan menjadi player-manager dalam tiga musim terakhir pengabdiannya di Camp Nou hingga tahun 1963.

Uniknya, karier player-manager Kubala tak berhenti di Barcelona. Sempat menyebrang ke klub sekota, RCD Espanyol, Kubala melakoni peran dobel tersebut di FC Zürich (Swiss) dan Toronto Falcons (Kanada), sebelum benar-benar gantung sepatu di tahun 1968.

Baca juga: Barisan Penggawa Imigran yang Menghiasi Piala Dunia 2018

Kubala juga sempat menangani timnas Spanyol dalam waktu yang cukup lama yakni dari tahun 1969 hingga 1980, tapi memiliki karier kepelatihan singkat bersama Barcelona sesudah menangani La Furia Roja, yakni hanya semusim saja.

Sempat membawa Malaga juara Segunda Division di musim 1987-1998, pelatih yang pernah menangani tim olimpiade Spanyol di tahun 1992 resmi meninggalkan sepak bola selepas tahun 1995, usai menangani timnas Paraguay selama setahun.

Meski berstatus imigran, layak jika mengenang Kubala sebagai legenda sepak bola Spanyol. Bagaimana ia bisa menjadi legenda di tiga negara?

Gampang saja, sekalipun menikmati kehidupan yang lebih stabil di Negeri Matador, Kubala muda tak pernah melupakan Hungaria (bahkan membuat klub dengan nama negara tempat ia dilahirakan), dan tentu tak pernah mengingkari akar suku Slovak yang dibawa kedua orang tuanya.