Sedikit demi sedikit generasi emas Spanyol yang merajai Piala Eropa dan Piala Dunia 2008-2012 mulai terkikis. Sebagai gantinya, sekumpulan pemain muda mencuat, dengan spesialisasi masing-masing yang ditunjukkan di klub. Akan tetapi satu persoalan masih belum ditemukan solusinya saat ini, yaitu eksekutor tendangan bebas Spanyol.
Terdengar sepele dan di pertandingan mungkin tak sampai belasan kali dilakukan, tapi tendangan bebas bisa sangat berguna untuk memecah kebuntuan. Terutama dari tendangan bebas langsung dengan titik eksekusi di area sekitar garis kotak penalti, yang paling berpotensi terjadi gol.
Mulai babak kualifikasi Piala Dunia di tahun 2016 hingga laga pemanasan di awal Juni 2018, hanya ada tiga gol tendangan bebas langsung yang dicetak Spanyol. Kejadian langka itu tercipta saat menang 6-1 di laga persahabatan kontra Korea Selatan (1/6/16), ketika mengalahkan Italia 3-0 di kualifikasi Piala Dunia zona Eropa (2/9/17) dan sewaktu menghancurkan Liechstenstein 8-0 di kandangnya (5/9/17). Gol pertama dan ketiga tercatat atas nama David Silva, dan yang kedua dicetak Isco.
Sementara itu untuk tendangan bebas tidak langsung, Spanyol hanya dua kali mencetaknya dalam kurun waktu tersebut. Yang pertama ketika umpan tendangan bebas Koke disambut sundulan Diego Costa dalam pesta 8 gol ke gawang Liechtenstein (5/9/16), dan yang kedua juga saat melawan tim yang sama, dengan skor yang sama, tepat setahun kemudian. Kali ini umpan tendangan bebas David Silva yang berbuah gol Sergio Ramos.
Peluang yang rawan terbuang
Dari data tersebut terlihat hanya lima kali Spanyol sanggup mendulang gol dari tendangan bebas. Parahnya, tiga gol didapat dari tim yang sama, Lichstenstein, yang notabenenya adalah tim lemah, sedangkan satu gol saat melawan Korea Selatan, dan hanya Italia, tim besar yang bisa dibobol Spanyol lewat tendangan bebas.
Jika situasi ini tidak dibenahi, Spanyol berpotensi membuang banyak peluang gol di Rusia nanti. Kualitas individu mereka bagus, kecepatan mumpuni, dan banyak memiliki pemain dengan dribel lengket, adalah tiga faktor yang menjadi magnet pelanggaran bagi lawan-lawannya. Sesuatu yang seharusnya membuat Spanyol lebih banyak opsi dalam mencetak gol.
Namun yang terjadi justru minimnya pilihan yang dimiliki Spanyol saat mendapat tendangan bebas. Hanya ada David Silva yang terbaik, sedangkan Koke dan Isco masih perlu diasah lagi kemampuannya dalam mengeksekusi tendangan bebas. Masalahnya adalah, Spanyol tidak bisa melulu bertumpu pada David Silva, untuk berjaga-jaga bila gelandang Manchester City itu sewaktu-waktu cedera atau mengalami performa buruk.
Iniesta juga mungkin juga bisa dipilih sebagai eksekutor, tapi pemain yang musim depan merumput di Vissel Kobe itu bukan tipikal momok menakutkan di depan pagar betis. Bagaimanapun juga, Iniesta lebih berbahaya dengan “bola hidup” ketimbang “bola mati”. Terbukti dengan jarangnya gol yang dicetak Don Andres dari tendangan bebas di Barcelona.
Spanyol tergabung di grup yang lumayan sulit pada Piala Dunia kali ini. Di atas kertas peluang La Furia Roja untuk lolos ke fase gugur memang yang terbesar bersama Portugal. Akan tetapi, di turnamen akbar seperti Piala Dunia, detail-detail kecil bisa menggagalkan peluang sebuah tim raksasa untuk melaju lebih jauh.
Prancis di Piala Dunia 2010 contohnya, yang terganjal keharmonisan tim. Kemudian Italia di tahun yang sama terhambat oleh mandulnya lini depan mereka. Lalu Brasil yang porak-poranda di kandang sendiri pada semifinal Piala Dunia 2014 akibat ketiadaan kiper dan bek papan atas.
Apakah Spanyol akan mengikuti kiprah buruk mereka? Atau justru dapat tampil mengesankan di tengah keterbatasan?