Piala Dunia 2018

Danny Rose Tak Ingin Didampingi Keluarganya di Piala Dunia

Dalam sejarah sepak bola, fans yang ada di Rusia memang sangat beken sebagai salah satu kubu yang beringas, khususnya mereka yang masuk ke dalam kategori hooligan. Mereka tidak ragu untuk terlibat perkelahian dengan suporter lawan akibat saling ejek. Dalam perkelahian-perkelahian itu pun, fans sepak bola asal Rusia tidak akan sungkan buat menghabisi nyawa sang lawan.

Seolah tidak cukup sampai di situ, hooligan Rusia juga dikenal dengan perangainya yang begitu rasis. Siulan atau meniru pekikan monyet jadi suatu hal yang lazim mereka lakukan kepada para pesepak bola dengan warna kulit legam. Bercermin dari situasi itu jugalah, bek kiri tim nasional Inggris kepunyaan Tottenham Hotspur, Danny Rose, melarang anggota keluarganya untuk berangkat ke Rusia guna memberinya dukungan secara langsung. Pemain berusia 27 tahun itu merasa khawatir akan ancaman rasisme yang bisa menimpa keluarganya kapan saja bila hadir di Negeri Beruang Merah.

“Aku tidak kelewat khawatir terhadap diriku sendiri. Namun aku sudah memberitahukan kepada anggota keluargaku supaya tidak pergi ke Rusia, dengan maksud memberi dukungan kepadaku sekalipun. Aku tak ingin mereka jadi sasaran empuk rasisme yang biasa dilakukan oleh para hooligans di sana”, jelas Rose seperti dikutip dari London Evening Standard.

Menurut Rose, ia tak ingin dihantui rasa cemas perihal keselamatan dan kenyamanan keluarganya pada saat menyiapkan diri bareng timnas Inggris di Piala Dunia 2018.

“Tidak masalah jika aku diganggu isu rasisme ketika ada di Rusia. Namun hal sebaliknya akan kurasakan kalau keluargaku yang menjadi sasaran hal tidak etis tersebut”.

Baru-baru ini, induk organisasi sepak bola dunia (FIFA) telah menjatuhkan sanksi kepada asosiasi sepak bola Rusia (RFS) sebesar 25 ribu euro gara-gara chants rasis suporter Sbornaya ketika beruji tanding melawan Prancis beberapa waktu lalu.

Lembaga yang berkecimpung di dunia sepak bola serta fokus terhadap tindakan anti-rasisme di Eropa (FARE) melaporkan bahwa selama musim 2016/2017 silam, ada 89 kasus rasisme yang terjadi pada kancah sepak bola Negeri Beruang Merah. Jumlah yang kelewat tinggi, bukan?

Gareth Southgate sebagai pelatih The Three Lions juga sudah melakukan kerja sama intensif dengan pihak asosiasi sepak bola Inggris (FA) dan tim psikologis yang ditunjuk buat membantu para pemain yang dihantam kasus rasisme selama di Rusia nanti.

Bagi Rose sendiri, kasus rasisme bukan hal baru baginya sebab di tahun 2012 lalu, ketika membela timnas Inggris U-21, ia diserang pendukung fanatik timnas Serbia dengan cemoohan yang menirukan suara monyet.

“Jujur saja, mendengar ejekan seperti itu membuat perasaanku campur aduk. Ada amarah yang meluap-luap, ada pula kesedihan yang tersirat. Bagaimanapun caranya, rasisme harus dilenyapkan dari sepak bola”.