Cerita

Paman Choo yang Melegenda, Pelatih Asing Pertama Timnas Indonesia

Sejak bertanding pertama kali dengan nama Indonesia pada tahun 1950-an, dari total kurang lebih tiga puluh pelatih yang pernah menangani timnas Indonesia, 18 di antaranya adalah pelatih asing. Mulai dari Antun “Tony” Pogacnik, hingga kini tim Garuda diasuh oleh Luis Milla. Pionir dari para pelatih asing tersebut adalah sosok legendaris asal Singapura, Choo Seng Que atau yang akrab disapa Paman Choo.

Banyak sejarah menyebut bahwa Tony Pogacnik adalah pelatih asing pertama timnas Indonesia, padahal sebenarnya Paman Choo-lah sosok pelatih asing pertama yang menangani tim Merah-Putih. Wajar karena saat melatih, Choo dibantu oleh seorang berkewarganegaraan Indonesia, Tony Wen, yang juga bertindak sebagai semacam juru bicara tim.

Raden Maladi yang saat itu merupakan petinggi PSSI menganggap Paman Choo adalah sosok yang tepat untuk menukangi timnas Indonesia yang saat itu akan berlaga di Asian Games pertama pada tahun 1951. Prestasi Paman Choo sebelumnya adalah ketika menangani tim komunitas Cina di Singapura tepat selepas Perang Dunia II hingga tahun 1949, hingga kemudian ditunjuk sebagai pelatih timnas Singapura setahun kemudian.

Pencapaian Paman Choo ketika menangani timnas Indonesia di Asian Games 1951 memang tidak terlalu baik. Yang selalu diingat adalah bagaimana skuat asuhan Paman Choo yang dipimpin oleh Maulwi Saelan dikalahkan India dengan skor telak 3-0. Fakta menariknya adalah, tim India yang bertanding saat itu tidak mengenakan alas kaki.

Prestasi Paman Choo justru terjadi bertahun-tahun setelahnya. Selepas kegagalan di Asian Games 1951, Paman Choo kemudian membawa Indonesia melakukan tur ke luar negeri. Negara asal Paman Choo, Singapura, menjadi tujuan utama. Tur kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke wilayah Timur Jauh.

Dalam tur ini, Paman Choo berhasil membuat Indonesia tampil gemilang. Pada pertandingan pertamanya di Singapura, tim yang juga saat itu diperkuat oleh Endang Witarsa, berhasil memenangkan pertandingan atas komunitas Melayu Singapura dengan skor 7-0. Pun dengan kemenangan lain yaitu dengan skor 4-1 atas tim Singapura A. Kemenangan-kemenangan juga berhasil didapatkan dalam tur ke Timur Jauh. Satu-satunya kekalahan yang mereka dapatkan adalah ketika ditaklukkan Korea Selatan dengan skor 3-1 pada hari terakhir di Hong Kong.

Selain tur ke luar negeri tersebut, skuat timnas Indonesia yang ditangani oleh Paman Choo  juga menghadapi timnas Yugoslavia di Jakarta. Sempat menahan imbang di laga pertama, pada pertandingan kedua, timnas harus mengakui keunggulan tim asal Balkan tersebut dengan skor 2-0.

Namun kegemilangan dalam tur luar negeri tersebut tidak berdampak ketika Indonesia bertanding di ajang Asian Games 1954 di Manila. Maulwi Saelan dan kawan-kawan tidak berhasil membawa pulang satupun medali setelah dikalahkan Burma di pertandingan perebutan medali perunggu.

Pelatih legendaris di Semenanjung Malaya

Paman Choo mungkin tidak begitu mengalami banyak kesuksesan ketika ia menangani timnas Indonesia, tetapi namanya begitu harum di dua negara semenanjung Malaya lain, Singapura dan Malaysia. Hingga saat ini Paman Choo tercatat sebagai satu-satunya pelatih yang pernah menangani tiga negara Semenanjung Malaya.

Kehebatan Paman Choo begitu diakui di Malaysia dan Singapura. Para bintang sepak bola di negara tersebut yang muncul pada era 1960-an hingga 1970-an, mulai dari Dollah Kasim, R. Shuriamurti, hingga Ho Kwang Hock, adalah hasil dari tangan dingin Paman Choo, yang disebut-sebut sebenarnya tidak memiliki lisensi atau sertifikat sebagai pelatih. Ilmu kepelatihan ia dapatkan secara otodidak sejak masih aktif bermain.

Disebutkan bahwa tidak ada yang benar-benar spesial dari ramuan taktik seorang Paman Choo. Yang membuatnya spesial adalah soal kedisiplinan dan menjaga psikologis para pemain asuhannya. Sesi latihan adalah kunci dari kehebatan Paman Choo. Ia membuat para pemain menjadi pesepak bola yang lebih baik. Hal ini juga diakui oleh Ho Kwang Hock yang pernah diberi instruksi oleh Paman Choo untuk terus mengasah tendangannya selama berjam-jam.

Bersama timnas Singapura, Paman Choo berhasil mempersembahkan tiga gelar juara Piala Malaya, dan satu gelar juara Piala FAM. Sementara untuk timnas Malaysia, Paman Choo memberikan tiga trofi Turnamen Merdeka, dan satu medali perunggu Asian Games tahun 1962. Atas jasanya tersebut Paman Choo diberikan penghargaan Pingat Bakti Masyarakat (PBM) pada 1978 atas seluruh jasa-jasanya di bidang sepak bola.

Selepas pensiun, Paman Choo lebih disibukan dengan mengurus toko olahraganya yang bernama Maju Jaya Sport Store, di mana toko ini memiliki spesialisasi untuk membuat trofi khusus untuk kompetisi olahraga. Hal tersebut ia lakukan hingga mangkat pada Juni 1983 di usia 60 tahun. Ia berpulang dalam keadaan tidur di rumahnya. Lebih dari 500 orang menghadiri pemakamannya. Namanya kemudian melegenda di Semenanjung Malaya.