Cerita

Semerbak Wangi Alireza Jahanbakhsh di Negeri Kincir Angin

Sebagai salah satu negara adidaya di kancah sepak bola Asia, tak ada pihak yang berani meragukan kapasitas Iran dalam menelurkan bakat-bakat jempolan.

Para penggemar sepak bola tentu hafal dengan sosok-sosok seperti Karim Bagheri, Ali Daei, Ali Karimi, Mehdi Mahdavikia, sampai Javad Nekounam yang melambung sebagai produk terbaik negeri yang memiliki ibu kota di Teheran itu. Terlebih, kelima nama di atas juga sempat mencicipi kompetisi Eropa yang kualitasnya lebih baik ketimbang liga-liga di Asia.

Akan tetapi, tak ada satu pun dari mereka yang masih aktif sebagai pesepak bola sehingga kini, Iran dianggap tertinggal dari Jepang atau Korea Selatan yang sejumlah pemainnya melesat di liga-liga Eropa dan dianggap sebagai bintang ternama nan berkualitas.

Kendati demikian, Iran tidak perlu berkecil hati sebab ada satu penggawa mereka yang namanya mulai mewangi di kompetisi Eropa, tepatnya Eredivisie Belanda. Sosok yang saya maksud adalah Alireza Jahanbakhsh.

Tribes yang kurang mengikuti perkembangan sepak bola Belanda barangkali merasa asing dengan figur berusia 24 tahun ini. Cukup wajar memang, sebab Jahanbakhsh cuma mengenakan kostum klub papan tengah Negeri Kincir Angin, AZ Alkmaar.

Karier Jahanbakhsh di Belanda sendiri sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2013 silam usai direkrut oleh NEC Nijmegen dari Damash Gilan, klub liliput dari kampung halamannya.

Pilihan NEC untuk membawa Jahanbaksh ke Stadion De Goffert sempat menuai banyak pertanyaan. Pasalnya, profil sang pemain tidak begitu menonjol. Pun begitu dengan klub yang ia perkuat. Walau begitu, manajemen kesebelasan yang berdiri tahun 1900 itu tetap yakin bila Jahanbakhsh adalah pemuda dengan potensi tinggi.

Dua musim membela NEC (2013/2014 dan 2014/2015), penampilan Jahanbakhsh tidak mengecewakan, utamanya di musim kedua saat berlaga di Eerste Divisie setelah NEC terdegradasi dari Eredivisie pada musim sebelumnya.

Tak main-main, dalam 31 pertandingan di seluruh kompetisi yang Jahanbakhsh lakoni ketika itu, ia berhasil mendulang 13 gol. Torehan apik pemain setinggi 180 sentimeter itu pun sukses mengatrol NEC promosi lagi ke Eredivisie.

Berkaca dari performa luar biasanya itu pula, AZ kemudian sepakat untuk memboyong Jahanbakhsh ke Stadion AFAS per musim 2015/2016 cuma dengan biaya 1,8 juta euro.

Namun musim pertamanya di AZ dengan Johny van den Brom sebagai juru latih tidak berjalan mulus. Hal itu terjadi karena Jahanbakhsh tak melulu dimainkan sebagai starter. Pada banyak momen, ia bahkan merumput kurang dari lima belas menit sebagai pengganti di suatu laga. Berdasarkan Transfermarkt, secara keseluruhan Jahanbakhsh hanya bermain di 26 laga dan mengemas 3 gol pada seluruh kompetisi di musim debutnya bareng AZ.

Mujur bagi Jahanbakhsh, seiring dengan kepercayaan yang lebih masif dari van den Brom, pemain kelahiran Jirandeh tersebut mendapat kesempatan bermain yang lebih sering di musim 2016/2017. 12 gol dan 10 asis jadi ukiran manisnya setelah bermain sebanyak 43 partai dari semua kompetisi.

Kemampuan serbabisa Jahanbakhsh yang dapat turun sebagai gelandang serang ataupun winger adalah nilai plus sang pemain di mata van den Brom. Terlebih, ia memiliki kekuatan fisik, kecepatan mumpuni dan teknik olah bola (giringan, kontrol, dan kemampuan mengumpan yang sangat baik) plus naluri mencetak gol tinggi.

Esensi Jahanbakhsh untuk AZ pun semakin terasa di musim 2017/2018. Dengan target lolos ke kejuaraan antarklub Eropa musim depan, ia menyeruak sebagai salah satu bintang utama AZ lewat suntingan gol dan asisnya.

Hingga tulisan ini dibuat, Jahanbakhsh telah bermain sebanyak 31 kali di Eredivisie serta membukukan 18 gol (sekaligus membuatnya jadi pencetak gol terbanyak sementara) dan 12 asis bagi AZ.

Catatan itu sendiri sudah termasuk trigolnya ke gawang Vitesse Arnhem dini hari tadi (19/4) saat menang dengan skor tipis 4-3. Berkat kemenangan tersebut, harapan AZ untuk mentas di kancah regional musim depan, entah ke Liga Champions ataupun Liga Europa, tetap terjaga.

Lebih jauh, torehan mengagumkan yang Jahanbakhsh ukir di partai melawan Vitesse juga membuatnya sah jadi pemain kedua asal Iran setelah Reza Ghoochannejhad (Heerenveen) yang sukses bikin hat-trick di sepanjang sejarah Eredivisie.

Para pendukung AZ dan sang pelatih, van den Brom, tentu memendam harapan besar bahwa Jahanbakhsh dapat meneruskan aksi-aksi impresifnya di sisa kompetisi guna membantu klubnya mencapai target yang disasar pada awal musim.

Sementara untuk Iran, apa yang diperlihatkan Jahanbakhsh sungguh menggembirakan. Asa untuk mengembalikan kedigdayaan mereka seperti masa silam jelas menyeruak lagi seiring naik daunnya pemilik 36 caps dan 4 gol tersebut.