Cerita

Menengok Sayap Bisnis Ustaz Yusuf Mansyur di Kancah Sepak Bola Indonesia

Para penggemar sepak bola nasional tentu sudah tidak asing dengan nama-nama seperti Glenn Timothy Sugita, Umuh Muchtar, Gede Widiade, Pieter Tanuri, Iwan Budianto, sampai Joko Driyono.

Pasalnya, nama-nama di atas begitu mahsyur sebagai pemilik atau pengelola klub sepak bola di Tanah Air. Sebagai contoh, Glenn dan Umuh identik dengan Persib Bandung, Gede dan Jokdri (akronim Joko Driyono) bahu membahu di Persija Jakarta, sementara Iwan dan Pieter masing-masing jadi pembesar Arema FC serta Bali United.

Namun sedikit menarik, ada satu nama baru yang melejit dalam kurun beberapa bulan pamungkas akibat kiprahnya di kancah sepak bola nasional. Sosoknya sendiri sudah amat familiar karena mahsyur sebagai salah satu penceramah top di Indonesia yakni ustaz Yusuf Mansur.

Bekerja sama dengan mantan pelatih tim nasional Indonesia U-19 yang mengorbitkan nama-nama seperti Awan Setho, Evan Dimas, Ilham Udin sampai Zulfiandi, Indra Sjafri, sang ustaz mendirikan sebuah manajemen khusus di bidang sepak bola yang diberi nama Indra Sjafri Yusuf Mansur (ISYM) Management.

Lewat visi ke depan yang luar biasa, manajemen ini berani mencanangkan sejumlah misi penting untuk perkembangan sepak bola Indonesia. Hebatnya, target-target itu memiliki kesan yang cukup ‘wah’.

Pertama, menjadi konsultan dalam manajemen klub sepak bola (diwujudkan dengan ‘infiltrasi’ ke sejumlah tim yaitu Malang United, Persika Karawang, dan Persikota Tangerang). Pada tiga klub yang bermain di level berbeda itu, Yusuf Mansur disebut-sebut sebagai penyandang dana.

Kedua, menjadi Football Academy yang profesional dengan cita-cita melahirkan pemain usia muda yang cakap, cerdas, bermoral dan berspiritual serta berkarakter dan berbudaya Indonesia. Football Academy ini sendiri diberi nama Indra Sjafri Football Academy dan telah diresmikan pada pertengahan Februari 2018 lalu.

Ketiga atau yang terakhir yaitu melahirkan 1000 orang pelatih sepak bola yang profesional dan berkualitas. Hal ini sendiri dijadikan misi karena Indonesia memiliki mimpi untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034 dan menurut Indra Sjafri, kebutuhan akan pelatih jempolan adalah absolut guna mengembangkan sepak bola Indonesia menjadi lebih baik.

Namun, seolah belum cukup sampai di situ, Yusuf Mansur melalui anak bisnis utamanya yaitu aplikasi financial technology Paytren (terdaftar sebagai milik PT. Veritra Sentosa Internasional di mana ia berperan sebagai pendiri sekaligus komisaris utama), juga menjadi sponsor bagi Persela Lamongan dan Semen Padang.

Dimulai dari kongsinya dengan Indra Sjafri berikut misi-misi yang dicanangkan (plus telah diterapkan sebagian) dan keputusan untuk menjadikan Paytren sebagai sponsor bagi sejumlah klub, keseriusan sang ustaz begitu jelas terlihat. Namun menengok klub-klub yang didanai oleh Yusuf Mansur, terkesan wajar bila ada begitu banyak pertanyaan yang beranak-pinak di kepala publik.

Jika memiliki kocek tebal, mengapa Yusuf Mansur justru memilih tim-tim dari divisi bawah tersebut dan bukannya tim-tim di Liga 1 atau Liga 2 yang lebih punya nilai jual, misalnya saja PSIS Semarang atau PSS Sleman.

Bila ditarik satu benang merah, ada sebuah relasi di antara klub-klub tersebut dengan visi serta misi ISYM sebagai manajemen sepak bola. Selama ini, Indra Sjafri dikenal sebagai figur yang getol dan amat perhatian dengan pembinaan pemain usia muda di Tanah Air. Suatu hal yang pada akhirnya menarik atensi Yusuf Mansur.

Sementara tiga klub yang bermain di Liga 2 (Persika), Liga 3 (Malang United) dan Liga 4 (Persikota) itu juga tengah menggarap secara serius pembinaan pemain usia muda sebagai aset masa depan, termasuk pada level akar rumput. Tujuannya apalagi kalau bukan meraih prestasi sekaligus mengambil peran sentral dalam mengembangkan bakat-bakat muda yang ada di Indonesia.

Kesamaan tujuan inilah yang disinyalir menjadi alasan utama kenapa Yusuf Mansur sepakat untuk menjadi penyandang dana di tubuh trio asal Pulau Jawa tersebut.

Sementara itu, pilihannya untuk mensponsori Persela dan Semen Padang via Paytren juga diyakini sebagai langkah awal sebelum bekerja sama dengan tim-tim yang lebih besar. Jangan heran andai dalam waktu satu atau dua musim ke depan, logo Paytren bisa muncul di kostum Barito Putera, PSMS Medan, atau bahkan Persija Jakarta.

Lantas, apa keuntungan yang bisa diperoleh Yusuf Mansur dengan melebarkan sayap bisnisnya ke dunia sepak bola nasional?

Untuk hal ini, mungkin kita bisa sama-sama menengok sepak terjang pemilik Udinese Calcio, Giampaolo Pozzo. Lelaki berumur 76 tahun itu sudah terkenal sebagai pemilik klub yang ‘menyandarkan’ bisnisnya lewat penjualan aset bernama pemain.

Dalam kurun dua dekade lebih, Udinese merupakan tim yang gemar mengoleksi pemain-pemain antah berantah dan dibeli dengan harga murah untuk kemudian dipoles sedemikian rupa hingga punya nilai jual tinggi. Sosok-sosok seperti Alexis Sanchez, Marcio Amoroso, Medhi Benatia, Samir Handanovic, Vincenzo Iaquinta, sampai David Pizarro adalah bukti sahihnya.

Dari nama-nama tersebut, I Friuliani bahkan sanggup mengepak uang hingga 100 juta euro! Jika dikomparasi dengan harga ketika mereka dicomot lalu dibimbing agar menjadi pesepak bola jempolan, Udinese jelas mengantongi keuntungan yang signifikan.

Salah satu asumsi yang menyembul ke permukaan tentang ekspansi bisnis Yusuf Mansur di ajang sepak bola adalah pengelolaan bisnis yang serupa dengan Pozzo.

Dengan menyentuh sepak bola di level bawah plus keberadaan Indra Sjafri yang sudah paham seluk-beluk scouting, ada kemungkinan jika menjaring pemain-pemain muda bertalenta (lalu menggodoknya di tiga kesebelasan yang ia sokong hingga matang dan menjadi sosok yang berkualitas), merupakan salah satu metode yang bakal ditempuh.

Kalau pemain tersebut sukses menunjukkan kapasitasnya dengan lebih ciamik, klub-klub yang lebih mapan pasti akan tertarik buat memboyongnya. Sebuah iklim yang lumrah terjadi di kancah sepak bola. Tak perlu kaget jika di masa yang akan datang, nama Malang United, Persika, dan Persikota akan dilabeli sebagai feeder club ternama di Tanah Air.

Seperti apapun metode pengelolaan sekaligus bisnis klub yang dipilih Yusuf Mansur, selagi itu dapat membawa sepak bola Indonesia menjadi lebih baik, maka kita pun patut memberi apresiasi.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional