Cerita

Liga 1 adalah Kompetisi Paling “Nasionalis” di Asia Tenggara

Dalam beberapa waktu ke belakang, isu nasionalisme menjadi begitu sensitif. Bahkan, permasalahan ini ikut menyangkut kancah sepak bola di Indonesia. Semakin menghangat terutama setelah kisruh terkait kepergian Evan Dimas dan Ilham Udin Armaiyn untuk bergabung ke Selangor FA yang berlaga di Liga Super Malaysia. Meskipun kemudian menjadi bahan candaan, setidaknya isu tersebut boleh jadi memang merupakan gambaran yang sebenarnya terjadi di lingkup sepak bola nasional.

Ada beberapa klaim yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki nasionalisme yang kadarnya lebih tinggi ketimbang negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Klaim tersebut boleh jadi benar, tetapi bisa juga tidak tepat. Nasionalisme memang memiliki banyak makna, dan bisa dipahami dengan cara yang berbeda oleh masing-masing individu. Tetapi fakta yang terjadi di kompetisi Liga 1, terutama di musim ini, boleh jadi menjadi cerminan terkait fenomena ini.

Persentase tertinggi pemain lokal sebagai kapten tim di antara negara lain di Asia Tenggara

Kuota pemain asing di Indonesia jauh lebih sedikit ketimbang di Liga Super Malaysia dan juga Liga Thailand. Jumlah empat pemain asing ini juga merupakan jumlah yang sama dengan yang ada di Liga Vietnam. Pembatasan jumlah pemain asing ini bisa diasumsikan bagaimana Indonesia ingin menghilangkan ketergantungan terhadap para pemain asing.

Selain itu ada fakta menarik, yaitu soal persentase pemain lokal sebagai kapten tim. Indonesia dengan kompetisi Liga 1, menjadi yang terbanyak dalam hal ini. Seluruh peserta tim Liga 1 mendaftarkan pemain lokal Indonesia sebagai kapten tim mereka. Dari 18 tim, tidak ada satupun yang menggunakan pemain asing sebagai kapten tim.

Di musim sebelumnya, atau di kompetisi Liga 1 2017, ada empat pemain asing yang mendapatkan tanggung jawab sebagai kapten tim, yaitu Fabiano Beltrame (Madura United), Yu Hyun-koo (Sriwijaya FC), dan Jose Coelho (Persela Lamongan, setelah Choirul Huda berpulang). Juga termasuk penyerang asal Brasil, Marlon da Silva, yang merupakan kapten tim Persiba Balikpapan yang akhrinya terdegradasi ke Liga 2.

Untuk musim kompetisi Liga 1 2018, jabatan kapten tim Madura United berpindah dari Fabiano ke Fachruddin Aryanto. Sementara Hamka Hamzah yang baru saja mendarat di Sriwijaya FC, diberikan tanggung jawab sebagai pemimpin tim menggantikan Yu Hyun-koo. Yang menarik adalah bagaiamana Persela Lamongan kini dikapteni oleh pemain muda berusia 22 tahun, Ahmad Birrull Walidain.

Tiga nama tersebut bergabung dengan nama-nama lain yang juga ditunjuk sebagai kapten tim. Supardi Nasir menjadi kapten tim Persib Bandung untuk gelaran Liga 1 2018, begitu pula Dendi Santoso yang kini diberikan tanggung jawab sebagai pemimpin baru Arema FC. Selain itu ada Samsul Arif (Barito Putera), Dominggus Fakdawer (Perseru), dan Diego Michiels (Borneo FC).

Fenomena ini jelas berbeda dengan yang terjadi di empat liga besar lain yang ada di wilayah Asia Tenggara. Gambar di atas merupakan gambaran persentase perbandingan pemain lokal dan pemain asing  sebagai kapten tim di kompetisi di Liga 1, Liga Super Malaysia, V-League 1 Vietnam, dan T1 League Thailand.

Di Liga Super Malaysia musim ini, ada dua pemain asing yang bertindak sebagai kapten tim. Yakni Kim Do-heon (Negeri Sembilan), dan Kipre Tchetche (Trengganu). Sisanya, semua memberikan tanggung jawab sebagai kapten tim kepada para pemain lokal Malaysia. Sementara di V-League 1 Vietnam, ada Pape Omar Faye (FLC Thanh Hoa) dan Chaher Zarour (Sanna Kanh Hoa BVN).

Liga Thailand menjadi yang paling beragam. Ada 6 dari total 18 tim peserta yang menggunakan pemain asing sebagai kapten tim mereka. Mereka adalah Alex Kapisoda (Air Force Central), Matt Smith (Bangkok Glass), Lee Won-young (Pattaya United), Michael N’Dri (Police Tero), Joel Sami (Ratchaburi Mitr Pohl), dan David Rochela (Port FC).

Sebuah pertanda bagus?

Sebenarnya untuk mengetahui apakah dengan kuantitas pemain lokal sebagai kapten tim bagus atau tidak, tergantung dari siapa dan cara apa yang digunakan untuk memandang fenomena ini. Setidaknya ada dua hal yang bisa ditarik.

Pertama, penunjukkan pemain lokal adalah cara agar tim dan kompetisi di Indonesia memang melakukan proteksi terhadap kemampuan para pemain lokal agar tidak kalah terlalu jauh dengan pemain asing. Yang kedua, bisa saja penunjukan ini dilakukan karena kualitas para pemain lokal juga memang sudah meningkat.

Karena ketimbang kompetisi-kompetisi sebelumnya pun, Liga 1 2018 adalah waktu di mana seluruh klub peserta menggunakan pemain lokal sebagai kapten tim mereka. Apabila di Liga 1 2017 ada tiga pemain, di Torabika Soccer Championship (TSC) lalu pun hanya ada satu pemain asing yang menjadi kapten yakni Fabiano Beltrame di Madura United. Di Liga Super Indonesia edisi terakhir, di tahun 2014 lalu, dari 22 tim peserta yang terbagi dalam dua wilayah dan ada delapan klub yang menggunakan pemain asing sebagai kapten tim mereka.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia