Eropa Spanyol

Mendaftar Solusi bagi Real Madrid yang Ditelan Lubang Hitam Krisis

Minggu yang lalu, tepatnya tanggal 10 Januari 2018, saya menulis bahwa Real Madrid tengah berada dalam bahaya. Krisis tengah mengintai dari balik bahu. Tanggal 14 Januari 2018, Madrid kalah lagi. Kali ini dari Villareal dengan skor 0-1 di kandang mereka sendiri, Santiago Bernabeu. Krisis sudah resmi datang? Bagaimana cara Madrid keluar dari isapan lubang hitam krisis?

Mengganti pelatih?

Salah satu narasi yang langsung berhembus adalah desakan penggantian pelatih. Zinedine Zidane dianggap sudah gagal memegang armada Los Blancos dengan terpaan angin bernama ekspektasi yang bertiup begitu kuat. Zidane dianggap sudah tak mampu lagi bereksperimen, menemukan lagi pendekatan-pendekatan inovatif yang dibutuhkan Madrid.

Salah satu argumen yang digunakan oleh para pembenci Zidane adalah dahulu, ketika Rafael Benitez dipecat setelah 18 pertandingan, poin yang dikumpulkan bahkan lebih banyak dibandingkan yang dipetik Zidane hingga pekan ke-18. Benitez mengumpulkan 37 poin, sementara Zidane hanya 32 poin.

Beberapa nama diapungkan. Mulai dari Thomas Tuchel, hingga Joachim Löw. Dari Guti Hernandez, hingga Mauricio Pochettino. Namun, apakah mengganti pelatih adalah pekerjaan yang mudah? Apakah pelatih adalah satu-satunya masalah yang menjangkiti skuat Madrid? Masalah Madrid memang kompleks, dan variasi atau ide pelatih bukan salah satunya.

Baca juga: Tak Puas atas Kinerja Zinedine Zidane, Real Madrid Siap Tunjuk Joachim Löw?

Toh, melepas Zidane memang bukan urusan mudah. Sejak musim panas yang lalu, bahkan ketika Madrid mulai masuk dalam periode buruk, sang Presiden, Florentino Perez, sudah menegaskan bahwa kepercayaannya untuk Zidane selalu bulat.

Pun, Zidane punya sumbangsih yang tak sembarangan, yaitu dua gelar Liga Champions dalam dua tahun berturut-turut. Madrid memang gemar memangkas pelatih. Namun, dengan catatan berkilau seperti itu, memecat pelatih justru mengirim pesan yang salah kepada calon-calon pelatih baru. Citra Madrid bisa tercoreng.

Yang perlu dikoreksi dari Zidane adalah ide bermain. Perbaikan pendekatan dan keberanian mencoba pakem baru bisa memberi hasil di luar dugaan. Sebenarnya, sebelum melanjutkan membaca tulisan sederhana ini, ada baiknya Anda menonton ulang cuplikan pertandingan Real Madrid melawan Villareal di bawah ini:

https://www.youtube.com/watch?v=DvDty9y-8Gc

Pikiran apa yang langsung terbentuk di benak pembaca setelah menyaksikan cuplikan di atas? Apakah peluang Madrid yang begitu mendominasi dicuplikkan? Betul. Ada 28 tembakan yang diusahakan oleh skuat Madrid dengan nol gol. Sementara itu, Villareal mencatat 10 tendangan dengan satu menjadi gol. Personel Madrid tidak efisien.

Selepas laga, Marcelo mengakui bahwa Madrid sudah melakukan semua yang mereka bisa. Madrid sudah berusaha menguasai pertandingan, mensirkulasikan bola dengan baik pula. Namun sayang, para pemain tak bisa menyelesaikan peluang. Ketika lini depan yang ganas itu tampil melempem, Madrid tak berbeda dengan tim semenjana.

Kompetisi di dalam tim

Banyak pemain Madrid bermain sangat buruk, lebih tepatnya terlihat malas. Masalah ini tak hanya terjadi ketika melawan Villareal saja. Ketika ditahan imbang Ceta Vigo dengan skor 2-2, pemain-pemain seperti Toni Kroos dan Marcelo menerima kritik tajam, terutama pergerakan mereka yang sangat terbatas. Mereka malas.

“Kemalasan” yang sama yang dieksploitasi Javi Calleja. Pelatih Villareal itu mengakui bahwa memanfaatkan kelambanan dua bek sayap untuk turun bertahan memang salah satu pendekatannya. Dan terbilang sukses, ketika Villareal pulang dari Bernabeu dengan tiga angka. Mengapa kemalasan bisa terjadi?

Xav Salazar, lewat akun Twitter pribadinya, mengungkapkan sesuatu yang menarik. Para personel skuat utama Madrid menjadi “terlihat lemah” karena tidak ada kompetisi di dalam tim sendiri.

https://twitter.com/MindOfXav/status/951474005470572544

Salah satu daya dorong bagi pemain profesional untuk selalu bermain di level tertinggi adalah karena eksistensi mereka yang selalu terancam. Ketika si pemain sudah terlalu nyaman, tanpa ancaman, tanpa tekanan dari pemain lain, yang akan terjadi adalah penurunan daya saing. Mereka tak lagi kompetitif.

Praktis, dari bangku cadangan, hanya ada Isco Alarcon yang bisa mengancam eksistensi trio Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, dan Gareth Bale. Marco Asensio, yang disebut sebagai salah satu pemain muda terbaik di generasinya, terbukti masih butuh waktu untuk memenuhi ekspektasi tinggi itu.

Bagaimana dengan para pemain baru? Mulai dari Borja Mayoral, Dani Ceballos, Theo Hernandez, Marcos Llorente, Jesus Vallejo, hingga Achraf Hakimi adalah pemain-pemain muda dan tidak dianggap Zidane bisa memberi ancama bagi pemain-pemain utama? Dari mana anggapan itu berasal? Dari terbatasnya menit bermain mereka hingga pekan 18.

Dua musim ke belakang, bangku cadangan Madrid dihiasi nama-nama seperti James Rodrguez, Alvaro Morata, Pepe, bahkan Danilo. Meski menit bermain terbatas, mereka bisa memberi ancaman bagi personel utama. Hasilnya, dua piala Liga Champions berturut-turut.

Kebijakan Zidane untuk melepas para pemain itu, ditambah keengganannya memainkan pemain muda (pemain baru) berdampak negatif. Mengumpulkan pemain-pemain muda potensial memang kebijakan yang baik. Namun, jika pada akhirnya mencederai keseimbangan tim, maka kebijakan itu harus diukur ulang.

Tak ada kompetisi di dalam tim, berhubungan langsung dengan tim Madrid yang tak lagi kompetitif di pertandingan sebenarnya.

Solusi apa yang bisa diambil untuk mengatasi ketiadaan kompetisi di dalam tim?

Yang paling mudah tentu berbelanja, lagipula jendela transfer masih terbuka. Solusi ini tentunya berat, namun bisa dilakukan. Langkah pertama adalah melepas pemain muda, dengan skema pinjaman, untuk mendatangkan “pemain jadi” demi menciptakan suasana kompetitif.

Dani Ceballos, Borja Mayoral, Theo Hernandez, dan Jesus Vallejo misalnya, bisa menjadi pemain-pemain muda yang “dipangkas untuk sementara”. Kemudian, Madrid bisa beroperasi senyap untuk mendapatkan tanda tangan pemain-pemain yang memang sudah tersedia di jendela transfer.

Yang tersedia di jendela transfer antara lain Thomas Lemar (penyerang sayap sebagai alternatif Ronaldo dan Bale), Pierre-Emerick Aubameyang (alternatif Benzema), Alex Sandro (membangkitkan kembali jiwa kompetitif Marcelo), Mesut Özil atau Emre Can (keduanya berstatus akan habis kontrak dan bisa menjadi alternatif untuk Luka Modric atau Toni Kroos dan Casemiro), dan David Luiz (bek berpengalaman untuk mengancam inkonsistensi Raphael Varane).

Akan dibutuhkan dana besar, tak kurang dari 200 juta euro untuk memboyong pemain-pemain tersebut. Namun, di setiap kegagalan bisnis, masuk akal apabila ada “kerugian” yang harus ditanggung, bukan?

Solusi yang didaftar di atas bukan solusi imajinatif, namun aplikatif. Memang, ada risiko di setiap solusi. Sejauh mana Madrid dan Zidane siap berkorban demi menyelamatkan musim Madrid?

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen