Eropa Italia

M’Baye Niang dan Mimpi yang Melayang

Sebuah umpan terobosan membelah pertahanan lawan dengan sangat cantik, dan diterima oleh penyerang setinggi 184 sentimeter yang lolos dari kawalan. Ia berdiri tepat di depan kotak penalti, melambatkan gerakannya sedikit, untuk menerka apa yang akan dilakukan kiper, dan mendengarkan hiruk-pikuk pemain di belakangnya.

Apakah bek lawan masih jauh di belakangku? Apakah ada rekan yang bersiap mengambil bola rebound jika sepakanku dimentahkan kiper? Apakah kiper akan maju menyergap atau tetap berada di posisinya?

Pemikiran itu terus berputar di kepalanya, dan sambil membawa bola masuk ke kotak penalti, ia belum membuat keputusan. Namun, ia tahu kalau peluang bersih itu harus segera dieksekusi. Dengan penuh ketenangan dan kedamaian seperti suasana pedesaan setelah hujan, ia melakukan gerakan tipu.

Gesturnya seakan memperlihatkan kalau ia akan menendang bola ke pojok kiri atas gawang, tapi sepersekian detik setelah kaki kanan bagian dalamnya mengenai bola, ia mengubah gerakannya dengan cepat. Bola ditekuknya ke dalam, jatuh di kaki kirinya, dan ia selesaikan dengan dingin.

Kiper lawan sudah lebih dulu terkecoh dari gerakan pertama sang penyerang, dan ketika ia salah menjatuhkan badan sambil melihat lawannya itu berhadapan dengan gawang kosong, soundtrack salah satu iklan situsweb jual-beli online langsung menggema di kepalanya, dengan sedikit improvisasi.

Aaaaaa…. kena tipuuuu……. gerakan palsuuuuuu….”

Sebuah gol yang tidak hanya sekadar gol, karena itu juga menentukan kelolosan tim sang pencetak gol ke perempat-final sebuah turnamen besar. Tak ayal, puja-puji langsung mengalir deras untuknya, dan ia sangat menikmatinya. Dengan optimis, ketika diwawancara seusai laga, ia berkata bahwa gol itu hanyalah sebuah awalan darinya.

“Jujur, saya sangat bahagia. Saya sangat senang bisa meloloskan tim ini ke babak selanjutnya, tapi saya juga berterima kasih pada rekan-rekan yang telah berjuang bersama. Ini baru permulaan dari saya, dan saya akan terus berusaha melanjutkannya”, ujarnya dengan penuh semangat, diikuti riuh yel-yel para pendukung timnya dari atas tribun.

Tampaknya, musim itu memang menjadi salah musim terbaiknya. Selain menjadi pahlawan kemenangan timnya di turnamen akbar, ia juga tampil impresif di liga domestik. Jika tidak ada gol ataupun asis yang dibuatnya, maka ia akan terlibat secara tidak langsung dalam kemenangan timnya, seperti mengawali serangan balik, atau menjadi penyebab penalti.

Di usia yang masih 19 tahun, ia sudah menjadi pemain kunci, mendapat label wonderkid, dan nilai pasarnya naik berkali-kali lipat sejak didatangkan dari klub semenjana. Popularitasnya meningkat drastis. Di dunia nyata tanda tangannya laris manis diserbu penggemar setelah melakukan selfie bareng, dan di dunia gim manajerial ia menjadi pemain yang harus dibeli, berapapun harganya.

Jasanya juga sangat dibutuhkan di tim nasional. Sebagai penyerang yang berkaki panjang, berkulit gelap, dan jago dribel, ia digadang-gadang akan menjadi penerus Thierry Henry. Awalnya, ia sempat tertekan dengan julukan itu, tapi lama kelamaan ia berhasil menunjukkan potensi besarnya.

***

Matahari pagi secara perlahan muncul dan mulai menghangatkan cuaca pagi itu. Di sebuah tempat tinggal di wilayah Turin, jam berdering sangat keras sampai membangunkan pemuda yang tengah tertidur lelap di sampingnya.

Ia membuka mata perlahan, menguceknya, dan melihat jarum jam menunjukkan pukul 5:30 pagi. Sesaat ia belum sadar di mana ia berada. Pandangannya masih berkunang-kunang dan pikirannya memunculkan beragam pertanyaan.

Hari apa ini? Mengapa aku di sini? Apa yang harus ku lakukan setelah ini? Kenapa ada jersey bersponsor Suzuki di kursi dekat lemari? Pertanyaan itu satu per satu datang ke benaknya.

M’Baye Niang kemudian terbangun dari kasurnya, menyadari bahwa ia baru saja bermimpi. Malam sebelum tidur ia sempat membayangkan kalau tendangannya saat melawan Barcelona di leg kedua babak 16 besar Liga Champions tidak membentur tiang, mungkin jalan cerita bagi dirinya akan berbeda.

Ia lalu berdiri dari tempat tidurnya, dan berjalan menuju wastafel untuk mencuci muka. Bersiap untuk kembali menghadapi realita bahwa ia kini ‘hanya’ bermain untuk tim sekelas Torino, dari yang semula diperebutkan Arsenal, AC Milan, dan Real Madrid ketika masih berstatus pemain Caen.

Lalu diambilnya peralatan mandi, dan setelah selesai membersihkan diri, dipakainya seragam latihan Torino untuk berangkat latihan pagi bersama rekan-rekannya di bawah arahan orang “buangan” Milan lainnya, Siniša Mihajlović.

Di hari ulang tahunnya yang ke-23, Niang hanya bisa bermimpi. Andaikan dulu begini, andaikan dulu begitu, andaikan bisa begini dan begitu. Lalu ketika ia membuka kedua matanya, mimpi itu hilang melayang tak berbekas.

Tidak ada kejayaan yang diraihnya, padahal dulu dielu-elukan sebagai salah satu bakat besar dari Prancis. Kini, status medioker yang disandangnya, seiring cahaya kariernya yang mulai meredup walau belum sempat menyinari.

Selamat ulang tahun, M’Baye Niang. Berlatihlah lebih giat, berusahalah lebih keras, untuk mengembalikan predikat wonderkid milikmu!

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.