Eropa Inggris

Arsene Wenger: Etika Pesumo Cocok untuk Sepak Bola Inggris

Emosi tak pernah bisa dilepaskan dari sepak bola. Setiap aksi, kontak fisik, hingga kekalahan selalu diwarnai oleh ledakan emosi. Ketika tidak terkontrol, ledakan emosi menjadi boomerang, merugikan diri sendiri. Untuk sepak bola Inggris sendiri, Arsene Wenger menawarkan satu solusi: yaitu mempelajari etika para pesumo.

Wenger sendiri bersinggungan langsung dengan budaya Jepang selama kurang lebih dua tahun. Dari tanggal 9 Desember 1994 hingga 30 September 1996, Wenger mengasuh klub Jepang bernama Nagoya Grampus Eight. Dua tahun Wenger melatih di Jepang, dua tahun pula beliau menyerap segala budaya tempatnya berkarier.

Salah satu budaya yang membekas di hati Wenger adalah olahraga sumo. Sumo adalah gulat tradisional Jepang. Olahraga ini bukan sekadar saling memiting dan membanting. Sumo adalah olahraga yang sakral. Oleh sebab itu, etika adalah hal mutlak. Sama seperti pandangan orang Jepang pada umumnya, etika adalah satu hal penting yang harus selalu dijunjung. Mempermalukan diri sendiri adalah aib.

Pertandingan sumo, sama seperti kompetisi pada umumnya, dibangun oleh antusiasme dan emosi. Namun, para pesumo seperti kendali diri untuk tidak mempermalukan lawannya. Bahkan, di tengah pertandingan sumo paling bergengsi, pemenang tidak akan merayakan kemenangannya secara berlebihan. Sikap yang sungguh mulia.

Wenger sempat bernostalgia ketika dirinya berbicara dengan media terkait kericuhan antara Manchester United dan Manchester City yang berakhir dengan tawuran masal di lorong menuju kamar ganti.

“Memang akan sangat sulit, ketika Anda kalah di pertandingan penting, lantas melihat lawan merayakan dengan sangat meriah. Sikap perayaan itu pasti akan terasa seperti hinaan. Ketika melatih di Jepang, saya menonton sumo. Di olahraga sumo, Anda akan kesulitan untuk menebak siapa yang menang ketika pertandingan berakhir. Pesumo tidak menunjukkan kegembiraannya sebagai bentuk menghargai lawan.”

Wenger sendiri memaklumi bahwa akan menjadi pekerjaan yang sangat sulit ketika berusaha menduplikasi etika pesumo ke dalam sepak bola Inggris. Namun, setidaknya, sepak bola Inggris bisa belajar dari keberagaman budaya di negara lain.

“Anda bisa belajar dari setiap budaya. Pesumo adalah seorang bintang. Mereka ingin meraih predikat yokozuna, atau yang terbaik. Untuk menjadi master, Anda juga harus punya etika. Jika tidak bersikap baik, bahkan ketika memenangi sebuah pertandingan, Anda tidak akan bisa menjadi seorang yokozuna.”

Menghargai lawan bisa menjadi pekerjaan yang begitu sulit di tengah rivalitas panas. Apalagi, ketika Anda dikalahkan dengan cara yang menyakiti hati. Namun, kejadian-kejadian ini adalah bagian dari sepak bola itu sendiri. Memang akan sulit untuk menetapkan kontrol diri. Wenger memberi gambaran bahwa, “Di atas lapangan, Anda harus menunjukkan 200 persen komitmen. Namun ketika pertandingan berakhir, Anda harus berubah menjadi malaikat.”

Sebuah petuah yang menarik dari Wenger.

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen