Pencinta sepak bola nasional pasti masih ingat nama Rochy Melkiano Putiray. Ia adalah salah satu penyerang terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Hal paling diingat darinya, mungkin bertahun-tahun kariernya di Liga Hong Kong dan kesuksesannya menjebol gawang AC Milan.
Beberapa aspek dalam kehidupan pria kelahiran 26 Juni 1970 ini cukup unik. Yang pertama, penyebutan namanya ada beberapa versi, yaitu ‘Rocky’, ‘Rochi, dan ‘Rochy’. Yang kedua, karier sepak bolanya nyaris tak pernah dihabiskan di klub besar. Terakhir, keunikan terlihat dari penampilannya di lapangan hijau.
Bagi yang sempat menyaksikan Rochy dalam satu pertandingan, tentu akan menggelengg-gelengkan kepala. Penampilannya lebih eksentrik daripada bek Nigeria, Taribo West, atau idola anak muda zaman sekarang, Paul Pogba. Rochi sering mengecat rambutnya dengan berbagai warna, mengenakan sepatu berbeda warna, atau bahkan mengenakan lengan panjang hanya di satu bagian lengan saja.
Meski memiliki darah Maluku, Rochy tak pernah bermain di klub-klub dari provinsi tersebut. Ia mengawali karier di Arseto Solo dan cukup lama merasakan kompetisi Galatama. Pada usia yang terbilang muda, ia sudah tergabung di tim nasional Indonesia. Rochy menjadi bagian sejarah tim Merah-Putih yang sukses meraih medali emas di SEA Games 1991.
Selepas berkarier bersama Persija Jakarta pada tahun 2000, Rochy mencoba peruntungannya di Liga Hongkong. Pada saat itu, belum banyak pemain Indonesia yang berkarier di luar negeri, selain generasi Primavera seperti Kurnia Sandy, Bima Sakti, dan Kurniawan Dwi Julianto. Namun, Rochy memberanikan diri merantau ke negara yang sama sekali asing baginya.
Klub pertama yang menampungnya adalah Instant Dict pada tahun 2001. Setelah itu, ia pindah ke klub Hong Kong lain, Happy Valley. Kedua klub tersebut berhasil dibawanya menjadi runner-up Liga Hong Kong. Meski demikian, Rochy memilih untuk pulang ke Indonesia membela PSM Makassar.
Di klub tersebut, penampilan Rochy gagal memenuhi harapan. Ia gagal menyaingi idola asal Timor Leste, Miro Baldo Bento. Setahun kemudian, nama Rochy seolah menghilang. Ternyata, ia kembali ke Hong Kong untuk memperkuat South China FC, yang kemudian membawanya ke klub terbesar negeri tersebut, Kitchee SC.
Nah, di sinilah cerita menggemparkan itu muncul. Pada musim panas 2004, Kitchee meladeni juara Liga Italia, AC Milan, dalam sebuah pertandingan persahabatan. Tak disangka-sangka, klub Hong Kong tersebut memenangi pertandingan dengan skor 2-1, dengan dua gol diborong oleh pemain Indonesia ini! Kedua gol tercipta dengan finishing mantap memanfaatkan umpan-umpan silang rekan setimnya.
Selama 2 tahun bersama Kitchee, Rochy sukses menjadi andalan dengan sumbangan 15 gol dari 25 pertandingan. Ia juga sering diundang memperkuat Hong Kong All Star dalam berbagai pertandingan persahabatan, salah satunya menghadapi tim nasional Denmark. Setelah musim 2005 berakhir, Rochy menyudahi petualangannya di Hong Kong untuk kembali berkiprah di Indonesia.
PSPS Pekanbaru menjadi persinggahannya sebelum menutup karier di PSS Sleman dalam usia 37 tahun. Rochy secara resmi meninggalkan lapangan hijau pada tahun 2007 dengan catatan 17 gol untuk tim nasional Indonesia dalam 41 kali penampilan.
Saat ini, Rochy kadang-kadang mengisi waktunya dengan bermain sepak bola non profesional. Ia sempat terlibat pembuatan film bertema sepak bola ‘Hari Ini Pasti Menang’ pada tahun 2012 lalu. Semoga karier gemilangnya jadi contoh bagi pemain-pemain muda Indonesia yang bermimpi berkarier di luar negeri.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.