Paris Saint-Germain (PSG) sukses besar dengan meraup tiga poin setelah melumat tamunya, Bayern München. Menghadapi pressing blok tinggi Bayern, PSG memainkan build-up dari belakang versi mereka dengan sangat percaya diri. Walaupun tidak begitu mutakhir, tetapi ini merupakan salah satu nilai yang sangat positif karena anak asuh Unai Emery tetap mempertahankan model permainan mereka walaupun menghadapi tim sekelas Bayern.
Dari sisi permainan bertahan, PSG mampu memainkan pressing yang cukup menyulitkan pemain-pemain Bayern. Pun, Bayern mampu melewati press blok tinggi PSG, tetapi mereka gagal memperlihatkan sirkulasi dan progres bola yang biasanya ditunjang oleh struktur permainan yang “sangat cair” yang penuh dengan pertukaran posisi dan peralihan dari satu sisi ke sisi lain lapangan.
Bangunan serangan kedua tim
PSG memainkan pressing blok tinggi dengan pola dasar 4-3-3 yang secara situasional bertransformasi menjadi 4-4-2. Ketiga trio penyerang PSG mengambil orientasi kepada lini pertama (lini belakang) dari struktur serangan Bayern.
Ketika kedua bek sayap Bayern naik sejajar dengan lini gelandang tengah, PSG menyesuaikan diri dan membentuk pola 4-4-2. Dua penyerang dalam lini pertama pressing PSG akan “mengambil” kedua bek tengah Bayern. Di belakang kedua penyerang PSG, gelandang tengah Bayern dijaga oleh dua gelandang PSG.
Rapatnya area tengah membuat kedua bek sayap Bayern memiliki ruang sedikit lebih besar. Hal inilah yang dimanfaatkan Bayern untuk melakukan progres serangan. Hal yang sama pun dilakukan oleh PSG. Ketika PSG membangun serangan dari sepertiga awal pertahanan mereka, Bayern memainkan pressing lini pertama yang sangat rapat yang mana Robert Lewandowski dan kedua penyerang sayap Bayern memampatkan area tengah dan menekan secara frontal ke sektor tengah PSG.
Dalam build-up Bayern, Joshua Kimmich terlihat mengambil posisi lebih dalam ketimbang David Alaba yang berada di pos bek kiri. Salah satu sebabnya adalah Arturo Vidal sebagai gelandang tengah kiri lebih banyak menunggu di bawah saat build-up.
Pengambilan posisi Vidal inilah yang membuat Alaba terdorong jauh ke depan. Di sisi kanan, Corentin Tolisso terlihat mengambil pos yang lebih tinggi ketimbang Vidal. Ditambah dengan James Rodriguez yang (merupakan penyerang sayap kiri) sering ditemukan bergerak jauh sampai halfspace kanan, membuat Kimmich tidak perlu segera bergerak naik.
Dalam bangunan serangan dari bawah, PSG memainkan pola dasar 2-2-1 atau 2-3. “2” yang pertama merupakan kedua bek tengah yang mengambil posisi di kedua sisi kotak penalti. “2” yang kedua adalah lini kedua yang berada di depan dua bek tengah tadi dan diisi oleh duo gelandang tengah.
Satu gelandang lain tengah mengambil posisi sedikit di atas duo nomor 6 tadi (ditunjukan oleh “1”). Ada saatnya ketiga gelandang ini sejajar dan membuat PSG membentuk pola 2-3 saat build-up.
Bek sayap yang berada di sisi jauh dari bola, mengambil posisi sedikit lebih dalam ketimbang bek sayap sisi bola. Dari konfigurasi inilah bek sayap sisi bola PSG sering kali “bebas” dan menjadi sasaran umpan panjang dari kiper untuk PSG melakukan progres serangan.
Pola progresnya termasuk sederhana. Dari kiper, bola dilambungkan ke bek sayap kemudian flick on oleh bek sayap penerima bola kepada Edinson Cavani yang dilanjutkan dengan flick on kedua oleh Cavani kepada Neymar. Metode ini tidak selalu berhasil, tetapi di beberapa situasi, sanggup menolong PSG mendapatkan progres serangan.
Ketika opsi bek sayap tidak memungkinkan, kiper PSG akan melambungkan bola ke tengah kepada Cavani. Penyerang Uruguay ini memiliki kekuatan tubuh yang baik untuk menahan bola, yang dari kemampuannya inilah, PSG mampu menciptakan sedikit akses serangan di sepertiga tengah.
Ada yang hilang dari Bayern
Salah satu ciri pola serang Ancelotti adalah memainkan bola ke halfspace di sepertiga tengah untuk kemudian menciptakan overload. Bila akses progres dirasa sulit, pemain-pemain Bayern akan melakukan perpindahan permainan ke sisi lain menggunakan gelandang tengah yang mengokupansi sektor tengah dan halfspace jauh atau melalui bek tengah yang beada di sektor yang lebih ke bawah.
Menghadapi PSG, perpindahan permainan semacam ini tidak terlihat. Salah satu sebabnya adalah bentuk pressing PSG cukup mampu memblokir akses gampang Bayern dari sisi sayap kepada gelandang-gelandangnya di sektor tengah.
Selain itu, kehadiran James yang banyak sekali bergerak mendekat ke Thomas Müller membuat kedinamisan serangan Bayern yang biasanya dibangun melalui koneksi Alaba-Franck Ribery, tidak terlihat sama sekali. Bergerak ke sisi kanan pun, James dan Müller tidak cukup memperlihatkan kombinasi-kombinasi pendek yang memungkinkan Bayern menciptakan kedinamisan struktur yang dibutuhkan untuk mengembangkan akses masuk ke kotak penalti lawan.
Untuk mengompensasi situasi di sisi kiri, Lewandowski beberapa kali turun ke halfspace kiri di sepertiga tengah untuk menjemput bola, tetapi, lagi-lagi, kurangnya dukungan struktur di sekitarnya, ditambah pressing dari bek tengah PSG, membuat serangan Bayern selalu berlanjut dengan umpan kembali ke lini belakang.
Berbeda misalnya ketika Bayern memainkan Ribery. Bersama Alaba dan Lewandowski, Ribery sering mampu menciptakan ruang yang diakibatkan pertukaran posisi ketiganya di sekitar halfspace kiri dan sayap kiri. Menghadapi PSG, terutama di babak pertama, kedinamisan semacam ini bia dikatakan hilang sama sekali.
Perubahan Bayern di babak kedua
Masuknya Kingsley Coman dan Sebastian Rudy merupakan bagian dari usaha Carlo Ancelotti agar pemain-pemain Bayern lebih mampu menciptakan kedinamisan formasi. Coman yang diletakkan di sisi kiri, pada gilirannya memang lebih mampu melakukan koneksi serangan dengan Alaba.
Tetapi, bagaimana pun, Coman berbeda dengan Ribery. Pada saat Ribery dimainkan, ia sering sekali terlihat bertindak sebagai bek kiri sekunder. Coman berbeda, ia mengambil posisi lebih tinggi ketimbang yang biasanya Ribery lakukan. Di sisi lain, keterlibatan Lewandowski dalam build-up dari sisi kiri pun tidak sebanyak yang biasa diperlihatkan oleh penyerang Polandia tersebut. Bayern yang tertinggal dua gol tampak bermain lebih langsung (direct) membuat Lewandowski serta Muller lebih banyak mengokupansi area terdepan.
Pergantian James dengan Coman, secara strategis dan taktis, agak mengejutkan. Kenapa? Karena, betapa pun rendahnya peran James di babak pertama, tetapi pemain Kolombia ini memiliki daya eksplosif lebih baik dari Müller.
Membiarkan James bermain dan menarik keluar Müller bisa jadi merupakan opsi yang lebih strategis. Müller jelas bukan pemain buruk. Hanya saja, kapten Bayern ini bermain di bawah standar, serta, secara umum, sampai hari ini ia belum nyetel dengan model permainan Ancelotti.
Pemain lain yang baru masuk adalah Sebastian Rudy. Masuknya Rudy membuat distribusi bola dari ruang nomor 6 Bayern membaik. Rudy membuat Vidal mampu untuk lebih fokus ke area depan. Bersama Thiago Alcantara, secara situasional, keduanya membentuk poros ganda di lini tengah. Ketika Vidal turun ke pos nomor 6 untuk menjemput bola, Bayern kembali memainkan pola 2-3 build up.
Ketahanan tekan (pressure resistance) kolektif PSG
PSG dikenal sebagai tim yang memiliki ketahanan tekan kolektif yang bagus. Ini menjadi salah stau alasan betapa mereka selalu berani membangun serangan dari belakang dengan umpan-umpan pendek menghadapi pressing gaya apa pun.
Celakanya, bagi Bayern, beberapa kali mereka memperlihatkan pressing blok tinggi yang tidak terkoordinasi dengan sempurna. Contoh, kejadian di sekitar menit ke-27 atau 28.
Marquinhos memberikan umpan kepada Marco Verratti. Ketika Verratti menerima bola, ketiga gelandang tengah Bayern terlalu jauh dari trio gelandang tuan rumah (compactness vertikal rendah). Ini menyebabkan akses pressing ketiga gelandang Bayern menjadi sangat tidak optimal. Hasilnya, Verratti dengan mudah melakukan progres bola kepada Cavani yang dilanjutkan sebuah umpan kepada Kylian Mbappe. Pada akhirnya, kita sama-sama tahu, kombinasi umpan cepat satu sentuhan antara Mbappe-Neymar-Cavani nyaris membuat PSG menciptakan gol ketiga.
Bahkan, ketika Bayern mampu menemukan akses untuk melakukan press sampai ke dalam kotak penalti pun, barisan bek tengah PSG masih mampu dengan sangat percaya diri memainkan bola panjang yang tepat sasaran kepada lini depan (bisasanya Cavani).
Gol kedua PSG merupakan contoh sempurna. Thiago Silva yang berada dalam kotak penalti ditekan oleh trio penyerang Bayern. Tetapi, dengan tenang, kapten PSG tersebut tetap mampu memainkan bola panjang terukur kepada Cavani. Retensi bola Cavani pada gilirannya berlanjut sampai Dani Alves yang masuk ke separuh pertahanan Bayern dan mengisi pos sayap kanan. Umpan terobosan Alves kepada Mbappe berakhir dengan assist cut back Mbappe kepada Cavani untuk gol kedua PSG.
Salah satu pola dalam bangunan serangan dan sirkulasi PSG adalah menciptakan formasi segitiga dinamis oleh bek sayap (kanan, misalnya) dengan dua gelandang tengah terdekat. Bayern menghadapinya dengan menggunakan pola berlian.
Penyerang tengah Bayern memblokir akses umpan ke belakang kepada bek tengah sisi bola milik PSG sementara ketiga pemain lain mengisolasi bek sayap dan dua gelandang tengah PSG tadi. Singkatnya, Bayern mampu menciptakan situasi menang jumlah (4 lawan 3).
Namun, ketahanan tekan kolektif ditambah keunggulan dua gol membuat pemain PSG mampu untuk selalu tenang dalam memanipulasi pressing Bayern. Dalam situasi ini, pemegang bola PSG akan melakukan perpindahan bola ke sisi sayap kiri. Biasanya, akan ada satu gelandang tengah dan satu bek sayap yang mengisi sisi sayap jauh tersebut.
Bayern setelah tertinggal tiga gol
Salah satu usaha Bayern untuk mengejar defisit adalah mendorong bek tengah sisi bola untuk bergerak lebih jauh ke depan ketika si bek tengah menguasai bola. Cara ini, secara strategis, tepat. Karena, lini pertama pressing PSG diisi oleh satu pemain, yaitu Cavani. Artinya, ada celah besar di kedua sisi Cavani untuk dieksploitasi bek tengah Bayern.
Dengan bergerak maju ke depan, bek tengah Bayern dapat menimbulkan kompleksitas lebih bagi pertahanan PSG. Pemain bertahan PSG harus terus mengawasi dua pemain Bayern di sayap (bek sayap dan penyerang sayap) disertai usaha untuk terus membaca aksi bek tengah tadi.
Sayang, dalam praktiknya, struktur posisional Bayern tidak menyediakan kedinamisan yang dibutuhkan dalam taktik ini. Contoh, ketika Niklas Süle bergerak maju mendekati sepertiga akhir, baik Alaba, Coman, dan pemain dari lini depan terlihat terlalu statis. Tidak seperti biasanya, yang mana pemain-pemain Bayern akan dengan cepat melakukan pergerakan tanpa bola dan pertukaran posisi. Statisnya formasi Bayern memudahkan lini belakang PSG mengambil keputusan untuk menghentikan progres serangan tim tamu.
Penutup
Neymar dan kawan-kawan pantas menang. Walaupun tidak tampil fantastis ketika menghajar Barcelona 4-0 musim lalu, tetapi PSG bermain dengan baik. Kedinamisan dalam serangan, ketahanan tekan, dan sistem pertahanan mereka turut serta membuat Bayern menemui banyak kesulitan di banyak fase berbeda. Eksekusi strategi dan taktik mereka tepat sasaran.
Bagi Bayern, kekalahan tiga gol tanpa balas dari PSG sangat mungkin kembali memunculkan bara api yang tampak sempat padam setelah rentetan kemenangan belakangan ini. Kondisi ini, bila tidak segera tertangani, akan membuat penggemar Bayern kembali bernostalgia dengan FC Hollywood yang (sebetulnya) disebut-sebut sudah mulai menampakkan dirinya sejak awal musim ini.
Author: Ryan Tank (@ryantank100)