Nasional Bola

Kisah PKI dan Sepak Bola Indonesia

Akhir-akhir ini sedang hangat perbincangan soal isu yang bisa dibilang sangat sensitif di Indonesia. Yaitu soal pergerakan pemberontakan terhadap pemerintah pada 30 September 1965 yang sejauh ini bukti sejarahnya mengarah kepada PKI atau Partai Komunis Indonesia sebagai dalangnya. Bahkan akibat dari kejadian tersebut bertahan terus selama bertahun-tahun meskipun Indonesia sudah mengalami banyak perubahan dan berkali-kali berganti pemimpin negara.

Seperti yang pernah dituliskan sebelumnya dalam artikel Alasan Politis Penyebab Indonesia berhadapan dengan Fiji, bahwa sepak bola Indonesia kental dengan dunia politik. Bahkan bapak Proklamator, Ir. Soekarno, dalam sebuah kesempatan menyebtu sepak bola sebagai “alat revolusi”. PKI pun pada masa jayanya sempat menggunakan sepak bola untuk kepentingan mereka.

Endang Witarsa

Dua penggawa timnas jadi caleg PKI dan kunjungan Lokomotiv Moscow

Berbeda dengan kebanyakan negara lain di dunia. Rasanya, tidak ada pesepak bola Indonesia di masa kini yang secara terang-terangan memiliki ideologi kiri. Boleh jadi di antara pemain-pemain yang sering Anda saksikan aksinya di lapangan di kancah sepak bola Indonesia ternyata berpaham kiri. Namun tidak terbuka, mengingat situasi politik saat ini.

Tapi kejadian berbeda di masa sebelumnya, terutama ketika PKI menjadi kekuatan yang dominan di percaturan politik di Indonesia. Beberapa pemain bahkan punya keterlibatan besar dengan partai yang kemudian dibubarkan oleh pemerintah ini. Yang tercatat dalam sejarah adalah dua penyerang legendaris timnas Indonesia, Ramlan dan Endang “Si Kuda Terbang” Witarsa yang maju ke parlemen sebagai calon legislatif dari PKI pada pemilu tahun 1955.

Banyak yang menyebut bahwa Ramlan dan Endang Witarsa pada saat itu posisinya adalah alat propaganda PKI untuk menarik simpati dari rakyat. PKI menggunakan Ramlan yang kala itu merupakan kapten timnas Indonesia, serta Endang yang merupakan bintang tim kala itu, agar banyak suara yang masuk dari pemilih. Bahkan kala itu, Harian Rakjat, media propaganda PKI, sering sekali menulis berita maupun artikel tentang dua pemain ini.

Penggunaan dua bintang sepak bola terbukti sukses. Karena PKI meskipun tidak menjadi partai yang memiliki suara terbanyak, setidaknya mereka berhasil menarik cukup banyak suara dan menjadi partai dengan suara terbanyak keempat pada pemilihan umum tahun 1955.

Kisah seru lain adalah ketika PKI mengundang tim asal Rusia, Lokomotiv Moscow, untuk bertanding di Indonesia. Lokomotiv Moscow yang kala itu diisi oleh para buruh kereta api Uni Soviet. Kemudian berhadapan dengan tim-tim Indonesia seperti Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, dan PSMS Medan.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia