26 Desember 2004, gempa bawah laut yang dahsyat melanda Samudera Hindia. Pusat pergerakan tektonik tersebut diketahui berasal dari pantai utara dan barat pulau Sumatera. 230 ribu hingga 280 ribu jiwa dari 14 negara berbeda melayang karena bencana ini. Wilayah Aceh menjadi yang paling terkena dampak gempa bawah laut ini. Banyak korban jiwa serta kerusakan yang luar biasa terjadi di Serambi Mekkah.
Maka, dua hari kemudian, ketika Indonesia berhadapan dengan Malaysia di putaran pertama babak semifinal Piala Tiger (kini Piala AFF) tahun 2004, masyarakat Aceh sangat berharap bahwa putra daerah terbaik mereka di kancah sepak bola, Ismed Sofyan, bisa membawa skuat Garuda untuk memenangkan pertandingan sebagai pelipur lara.
Baca juga: Timnas Indonesia Piala Tiger 2004: Orisinalitas Terakhir Skuat Garuda
Ismed menjadi bagian penting dalam skuat Indonesia kala itu yang ditangani oleh pelatih asal Inggris, Peter Withe. Bek kelahiran Tualang Cut ini menjadi pilihan utama di sektor bek kanan. Bahkan boleh dibilang Withe hanya membawa Ismed saja untuk sektor tersebut, mengingat ia lebih banyak membawa pemain di posisi bek tengah dan bek kiri untuk sektor pertahanan.
Fenomena tersebut juga menjadi penanda sepak bola Indonesia mulai menggunakan skema empat pemain bertahan sejajar. Sebelumnya tentu masih lekat dalam ingatan bagaimana selama bertahun-tahun, skuat Garuda sangat lekat dengan skema tiga bek tengah.
Sayangnya, dalam laga melawan Malaysia di Gelora Bung Karno pada 28 Desember 2004 tersebut, Ismed gagal memberikan yang terbaik. Alih-alih memberikan pelipur lara, pemain yang kala itu masih berusia 26 tahun tersebut justru menancapkan luka. Boleh jadi pikirannya sangat terbebani oleh kondisi tanah kelahirannya saat itu sehingga Ismed bermain tidak maksimal dan menjadi penyebab kekalahan Indonesia kala itu.
Skuat Garuda sebenarnya unggul terlebih dahulu melalui Kurniawan Dwi Yulianto pada menit kelima. Umpan silang Elie Aiboy dari sisi kanan pertahanan, kemudian ditanduk oleh Kurniawan ke gawang Malaysia yang dikawal Syamsuri Mustafa. Malaysia kemudian berhasil membalikkan kedudukan melalui dua gol dari Liew Kit Kong.
Dua gol dari Liew ke gawang Hendro Kartiko ini merupakan kesalahan Ismed. Pada gol pertama yang terjadi pada menit ke-28, Ismed tidak menempel ketat Liew sehingga ia bisa dengan mudah menyundul bola kiriman dari area tengah, dan menjebol gawang Indonesia. Sementara pada gol kedua, dengan proses yang hampir serupa, Ismed lagi-lagi gagal mengawasi pergerakan Liew. Penyerang yang kala itu masih membela Perak FA, kembali berhasil menerobos pertahanan Indonesia. Liew kemudian menceploskan bola sekaligus mencetak gol ke gawang Indonesia untuk kedua kalinya.
Bisa jadi kejadian yang terjadi pada 28 Desember 2004 tersebut adalah memori buruk sepanjang karier gemilang Ismed Sofyan, sebagai putra daerah kebanggaan tanah Aceh di timnas Indonesia. Untungnya di pertandingan putaran kedua, Indonesia berhasil membalikkan keadaan, dan sampai saat ini selalu diingat sebagai comeback terbaik di sepanjang sejarah sepak bola Asia Tenggara.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia