“The Real Nerazzurri” belum berhenti membuat sensasi. Setelah musim lalu mampu mengakhiri kompetisi Serie A di posisi ke-4 dan lolos ke Liga Europa, semalam mereka membuka perjalanan mereka dengan mengalahkan wakil Liga Primer Inggris yang musim ini cukup bertabur bintang, Everton. Skornya pun cukup telak, 3-0.
Apa yang sejauh ini ditorehkan Atalanta memang luar biasa. Padahal seperti halnya kesebelasan kejutan, mereka mengalami fase tidak menyenangkan di bursa transfer musim panas dengan hengkangnya para figur kunci. Dalam hal ini, gelandang Franck Kessie dan bek sayap kanan, Andrea Conti, diboyong AC Milan, sementara bek tengah Mattia Caldara, mulai musim depan akan berbaju Juventus.
Namun ketika mengalahkan The Toffees, tim asuhan Gian Piero Gasperini memperlihatkan kelas mereka sebagai calon kuda hitam di kompetisi kasta kedua Eropa tersebut. Tiga gol dicetak oleh pemain-pemain dari tiga lini berbeda, dengan cara berbeda pula.
Gol pertama yang juga menandai gol pertama Nerazzurri di ajang antarklub Eropa sejak musim 1990/1991, dicetak bek Andrea Masiello melalui situasi tendangan penjuru, gol kedua dibuat sang wide playmaker Alejandro “Papu” Gomez lewat sebuah tendangan cantik hasil dari serangan yang terencana rapi, sementara gelandang tengah, Bryan Cristante, menuntaskan serangan balik cepat untuk mencetak gol ketiga.
Gasperini menunjukkan bahwa timnya mampu mencetak gol dengan banyak cara, dengan pemain dari lini mana saja. Andrea Petagna yang berposisi sebagai penyerang tengah memang tidak mencetak gol pada pertandingan itu, namun dari dua umpan akuratnya lahir dua gol yang dicetak Gomez dan Cristante. Hal ini seperti mengulang torehan musim lalu di mana Caldara dan Conti, dua pemain yang tidak berposisi sebagai penyerang, masing-masing mencetak tujuh dan delapan gol di ajang Serie A Italia.
Perjalanan pelatih berjuluk Gasperson ini sebetulnya tidak mudah pada awal menukangi Atalanta musim lalu. Menggunakan formasi 3-4-3 yang berintikan pemain-pemain berpengalaman macam Cristian Raimondi, Ervin Zukanovic, Carlos Carmona atau Jasmin Kurtic, Atalanta malah meraih hasil negatif empat kekalahan dari lima pertandingan awal. Selepasnya, Gasperini dihadapkan pada laga berat melawan Napoli, tim yang cara bermainnya menuai pujian di mana-mana.
Menghadapi armada Maurizio Sarri, Gasperini berani menurunkan banyak pemain muda seperti Caldara, Conti dan Roberto Gagliardini. Namun hebatnya mereka mengalahkan Il Partenopei dengan skor tipis 1-0. Sejak saat itu, mereka tampil impresif hingga akhir musim. Walau ritme sempat terganggu akibat Gagliardini diangkut FC Internazionale Milano, juga kesebelasan berbaju biru-hitam, pada pertengahan musim, namun Gasperini mampu menggantikan perannya dengan Cristante.
Lulusan akademi Milan ini pun mulai menemukan kembali kepercayaan diri setelah gagal menembus tim inti Rossoneri dan sempat dijual ke Benfica. Di lini tengah Atalanta, Cristante kini berduet dehgan Marten De Roon, “si anak hilang” yang mereka beli kembali dari Middlesbrough. Sebelumnya, De Roon pernah memperkuat La Dea hingga musim 2015/2016 sebelum digaet The Boro.
Atalanta memang sudah lama dikenal sebagai penghasil pemain-pemain muda berbakat melalui akademi mereka. Setelah era Conti, Alberto Grassi, Caldara dan Gagliardini, memang musim ini belum ada nama yang terlihat akan diorbitkan Gasperini. Namun hal ini lebih karena di skuat utama mereka sudah cukup banyak pemain muda. Hanya masalah waktu saja mereka akan kembali menuai hasil dari penggemblengan pemain-pemain berbakat dari akademi.
Untuk menggantikan peran Conti, pelatih Gasperini mendatangkan bek kanan muda asal Belgia, Timothy Castagne (21 tahun) dari KRC Genk. Ia juga masih memiliki bek kanan muda lainnya, Hans Hateboer (23) yang sudah datang sejak musim lalu dari Groningen. Atalanta kini tidak lagi melulu mendatangkan pemain dari Amerika Selatan, dan kini mereka terlihat mengarahkan kebijakan transfer ke wilayah Eropa Tengah atau Utara.
Di masa lampau, nama-nama seperti Riccardo Montolivo, Massimo Donati, Roberto Donadoni, merupakan beberapa nama terkenal yang dihasilkan akademi ini. Bahkan, mungkin saja tidak banyak yang mengetahui jika sosok legendaries, Gaetano Scirea dan Angelo Domenghini, yang begitu identik dengan kesebelasan Juventus dan Inter, juga mengawali karier di akademi kesebelasan ini.
Memang masih terlalu dini untuk menilai bahwa Atalanta telah selamat dari “sindrom musim kedua” yang kerap melanda tim-tim yang tampil impresif musim sebelumnya. Atalanta pun mengalami dua kekalahan dalam dua laga pembuka Serie A musim ini. Namun patut dimaklumi bahwa kekalahan itu diderita dari dua tim kuat, AS Roma dan Napoli. Buktinya pada pekan ketiga, mereka bangkit menundukkan Sassuolo dengan skor 2-1.
Berlanjutnya tren kemenangan, apalagi atas Everton, tim yang diperkuat pemain bintang seperti Wayne Rooney atau Gylfi Sigurdsson, semestinya akan meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk mengejar ketertinggalan di ajang Serie A.
“Klub ini sangat serius. Kami memiliki struktur yang ideal, suporter begitu bersemangat, dan saya telah melihat beberapa nama menarik di sektor pemain muda. Proyek klub sangat jelas dengan bertumpu pada pemain dari akademi. Dengan begini, kami benar-benar mengidentifikasi diri sebagai tim dari kota Bergamo,” ujar Gasperini.
Semoga saja kejutan tim asal Bergamo ini tidak berhenti pada musim ini.
Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)